Merancang Prototipe Reaktor Bio Gas Dengan Pengaturan Temperatur Pada Digester dan Pengaturan pH Sludge
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setelah terjadinya
krisis energi yang mencapai puncak pada dekade 1970, dunia menghadapi kenyataan
bahwa persediaan minyak bumi, sebagai salah satu tulang punggung produksi
energi terus berkurang. Bahkan beberapa ahli berpendapat, bahwa dengan pola
konsumsi seperti sekarang, maka dalam waktu 50 tahun cadangan minyak bumi dunia
akan habis (Pinske, 1993 dalam Salim, 2005).
Sebagai konsekwensi
logis, tanpa bahan baku
(energi), kehidupan ini tidak ada, oleh sebab itu akan merupakan suatu
keharusan bagi setiap orang untuk melakukan usaha penyeimbangan antara kebutuhan dengan ketersediaan. Usaha-usaha
tersebut bisa berupa pencarian dan pemanfaatan sumber bahan lain (pengganti).
Pemanfaatan bio gas merupakan salah satu usaha untuk mengurangi kebergantungan
masyarakat terhadap bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbarui (Judoamidjojo
dkk., 1992).
Berbagai bentuk energi telah digunakan
manusia seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam yang merupakan bahan bakar
fosil, dan juga bahan bakar tradisional, yaitu kayu. Walaupun masih digunakan,
penggunaan kayu bakar terbatas dengan berkurangnya hutan sebagai sumber kayu.
Tapi, dengan meningkatnya jumlah penduduk, terutama yang tinggal di pedesaan,
kebutuhan energi rumah tangga masih menjadi persoalan yang harus dicarikan
jalan keluarnya.
Bahan utama bio gas
adalah metan (CH4) yang mencakup 60-70 persen, sedangkan sisanya
berupa CO2, H2S dan gas lainnya (Nitrogen, Hidrogen)
(Judoamidjojo dkk., 1992). Teknologi bio
gas adalah transformasi dari limbah organik oleh bakteri metanogenik melalui
fermentasi anaerobik untuk menghasilkan bio gas, misalnya metan (CH4)
(Koottatep dkk., tanpa tahun). Secara
alami teknik ini terjadi di dalam lambung ternak ruminansia (sapi, kerbau,
kambing dan domba).
1.2 Permasalahan
Penelitian yang
pernah dilakukan, lebih banyak menggunakan volume digester dan kebutuhan biomassa dalam skala besar yang membutuhkan
biaya investasi yang cukup besar pula, namun produksi bio gas yang dihasilkan
masih kurang optimal karena kondisi di dalam digester tidak sesuai bagi bakteri metanogenik untuk memproduksi
bio gas dalam jumlah besar. Sebagai
contoh pada digester model kubus
dengan volume 8,5 m3, kapasitas 80 Kg kotoran sapi pada suhu sludge ± 20oC dan pH 4,5 – 5
menghasilkan gas sebanyak 1,4 m3 per hari (Cooney, 1983).
Menurut Wilson (1977), satu keluarga dengan empat
orang anggota keluarga membutuhkan 2,8 m3 bio gas untuk masak dan
penerangan setiap hari. Jadi untuk memenuhi kebutuhan harian satu keluarga,
setiap rumah tangga harus memiliki reaktor bio gas dengan volume minimal 17 m3,
sedangkan untuk membuat reaktor bio gas dengan volume digester 17 m3 memerlukan biaya investasi sangat besar
dan tidak ekonomis apabila diaplikasikan dalam skala rumah tangga.
Apabila pada digester diberi
perlakuan seperti di dalam lambung ruminansia, ada kemungkinan akan
meningkatkan produksi bio gas, sehingga dapat diaplikasikan dalam skala rumah
tangga dengan kebutuhan bahan baku
yang tidak terlalu besar. Selain itu juga diharapkan mampu menekan biaya
investasi alat.
Berdasarkan
permasalahan tersebut di atas maka perlu dirancang suatu reaktor yang mampu
memproduksi bio gas yang lebih optimal yaitu dengan memberikan perlakuan pada digester seperti pada lambung ruminansia
melalui pengaturan temperatur dan pH yang optimal untuk perkembangbiakan
bakteri metanogenik di dalam digester.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
merancang prototipe reaktor bio gas dengan pengaturan temperatur pada digester dan pengaturan pH sludge agar menghasilkan output bio gas yang optimal dengan
volume digester yang tidak terlalu
besar sehingga dapat diaplikasikan di tingkat rumah tangga dan industri kecil.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan dirancangnya
prototipe reaktor bio gas ini diupayakan dapat membantu mengatasi krisis energi
dan membantu masyarakat melalui aplikasi di tingkat rumah tangga dan industri
kecil.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Mikrobiologi
Pada dekomposisi
anaerob atas limbah, beberapa organisme anaerobik bekerja bersama untuk
mengkonversi bahan organik dalam limbah dan menjadikannya hasil akhir yang
stabil. Kelompok mikroorganisme pertama sangat peka pada polimer hidrolyzing organic dan lipid untuk blok
bangunan dasar yang terstruktur seperti asam lemak, monosakarida, asam amino
dan senyawa-senyawa lain yang terkait.
Bakteri anaerobik
kelompok kedua memfermentasikan produk yang teruraikan oleh kelompok mikroorganisme
pertama menjadi asam organik yang lebih sederhana, yang paling sering adalah
asam asetat. Kelompok mikroorganisme kedua ini dikenal sebagai mikroorganisme
non metanogenik, terdiri atas bakteri anaerobik fakultatif dan obligat yang
sering diidentifikasikan di beberapa literatur sebagai acidogen atau pembentuk asam.
Kelompok
mikroorganisme ketiga mengubah hidrogen dan asam asetat yang dibentuk oleh acidogen menjadi gas metan dan
karbondioksida. Kelompok bakteri ini yang memerlukan kondisi anaerob maksimal
disebut bakteri metanogenik dan teridentifikasi di beberapa literatur sebagai metanogen atau pembentuk metan
(Koottatep, dkk., tanpa tahun).
Sistem untuk menghasilkan metana dengan cara yang
paling efisien dan kompleks dalam alam terdapat pada saluran cerna hewan
pemamah biak. Sistem yang anaerob ini tidak pernah berhasil direproduksi
sepenuhnya di luar tubuh sapi dan dikenal sebagai suatu interaksi yang kompleks
antara bakteri, protozoa dan jamur dalam jumlah yang besar. Semua program
bioreaktor yang dipelajari secara intensif dan bertujuan untuk menciptakan
metanogenesis di bawah kondisi yang terkendali memperlihatkan bahwa keluaran
gas yang tinggi memerlukan pemantauan laboratorium yang cermat dan pengendalian
variabel lingkungan yang sangat akurat seperti suhu, pH, kadar kelembaban,
guncangan dan keseimbangan serta masukan bahan mentah. Sampai saat ini,
beberapa aplikasi metanogenesis yang paling praktis telah dilakukan dengan
tingkatan teknologi yang sangat rendah (Smith, 1995).
Pada
lambung hewan ruminansia dapat ditemui beberapa jenis bakteri metanogenik, di
antaranya adalah methanobacterium
ruminantium dan methanobacterium
mobilis. Bakteri ini merubah H2 menjadi
metana (Arora, 1989).
2.2 Proses Konversi
Pada hakikatnya energi yang
terkandung pada bahan/limbah organik adalah energi matahari yang diikat oleh
tanaman melalui proses fotosintesis. Pada proses ini energi matahari dikonversi
menjadi energi kimia yang didapatkan dalam bentuk karbohidrat (C6H12O6)n.
Pemanfaatan kembali menjadi energi, baik secara langsung maupun tidak langsung
pada dasarnya adalah mengambil kembali energi radiasi matahari yang terikat
pada biomassa (limbah pertanian dan peternakan). Bila proses pemanfaatan limbah
sebagai energi melalui teknologi bio gas maka prosesnya adalah sebagai berikut:
C6H12O6
+ mikroorganisme CH4
+ CO2
Apabila
energi ini dimanfaatkan, maka proses yang terjadi adalah:
CH4 + 2O2
CO2
+ H2O + energi
(Judoamidjojo, dkk., 1992).
2.3 Bio Gas
Bio gas adalah hasil
fermentasi secara anaerobik. Fermentasi anaerobik merupakan proses perombakan
suatu bahan menjadi bahan lain dengan bantuan mikroorganisme tertentu dalam
keadaan tidak berhubungan langsung dengan udara bebas (anaerob) (Judoamidjojo,
dkk., 1992).
Menurut Koottatep,
dkk. (tanpa tahun), bio gas mengandung CH4 (50-70%), CO2
(30-50%) dan beberapa jenis gas lain seperti H2, O2, H2S
dan N2. Untuk menjamin
produksi bio gas yang optimal, ketiga kelompok mikroorganisme harus
bekerja bersama. Apabila terlalu banyak bio massa, kelompok organisme pertama
dan kedua akan memproduksi asam organik dalam jumlah besar pula, hal ini akan
menurunkan pH di dalam reaktor dan berpengaruh buruk bagi kelompok
mikroorganisme ketiga yang mengakibatkan hanya sedikit gas bahkan tidak ada gas
yang dihasilkan. Sebaliknya apabila terlalu sedikit bio massa yang ada, maka
tingkat penguraian oleh mikroorganisme sangat rendah dan produksi bio gas akan
menurun sangat signifikan. Pada Tabel 2.1 disajikan jumlah bio gas yang bisa
dihasilkan dari limbah pertanian dan peternakan.
Tabel 2.1 Jumlah Bio Gas yang
dihasilkan oleh Limbah Pertanian dan Peternakan
No.
|
Bio
|
Produksi gas
(L/Kg-padatan)
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Babi
Sapi
Ayam
Kuda
Domba
Jerami
Rumput
Kulit Kacang
Enceng Gondok
|
340-550
90-310
310-620
200-300
90-310
105
280-550
365
375
|
Sumber: Koottatep, dkk.
(tanpa tahun)
Bio gas mempunyai
sifat mudah terbakar, panas pembakarannya berkisar antara 19,7 sampai 23 MJ/m3,
energi yang dapat dihasilkan rata-rata setaraf dengan 21,5 MJ atau 563 Btu/ft3,
kerapatan relatifnya 80 persen kerapatan udara dan 120 persen kerapatan metan. Titik kritis bio gas ini Agak sulit
ditentukan, namun sebagai pendekatan digunakan titik kritis metan yaitu 82oC
dan tekanan 45,8 atm. Pada temperatur dan tekanan
tersebut metan akan mencair dengan terjadinya penyusutan volume sampai 1/600
kali. Beberapa sifat fisik
dan kimia gas metan dapat dilihat pada Tabel 2.2 (Prescot dan Dunn, 1959).
2.4 Faktor
Lingkungan
Proses
fermentasi anaerob dapat berlangsung dengan optimal apabila populasi ketiga
kelompok bakteri dalam keadaan seimbang. Bakteri-bakteri ini sangat sensitif
terhadap perubahan lingkungan. Temperatur adalah salah satu faktor lingkungan
yang utama, telah diketahui bahwa temperatur lingkungan ideal untuk fermentasi
anaerobik berkisar pada 35oC. Apabila temperatur berada jauh di bawah 35oC, maka aktivitas
bakteri akan menurun demikian pula produksi bio gas. Sebaliknya
bila temperatur lingkungan berada jauh di atas 35oC maka beberapa
jenis bakteri akan mati sehingga produksi bio gas juga akan menurun.
Tabel 2.2
Beberapa Sifat Fisik dan Kimia Gas Metan
No.
|
Sifat fisik dan kimia
|
Nilai
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
|
Formula
Berat molekul
Titik didih pada 14.696 psia
(760 mm)
Titik beku pada 14.696 psia
(760 mm)
Tekanan kritis
Suhu kritis
Berat jenis
Cair
(pada 262.2 F/-164 C)
Gas (77
F/25 C dan 1 atm)
Volume
spesifik pada 60 F (15.5 C) dan 1
atm
Nilai kalori 60 F (15.5 C) dan
1 atm
Udara yang diperlukan untuk
pembakaran ft3/ft3
Flamnibility limits
Octane rating
Titik nyala
Reaksi pembakaran
O2/CH4 untuk
pembakaran sempurna
CO2/CH yang dihasilkan oleh
pembakaran sempurna
|
CH
16.042
-258.68 F (-161.49 C)
-296.46 F (-182.48 C)
673 psia (47.363 kg/cm)
-161.5 F (-82.5 C)
0.415
0.000658
23.16 ft3.lb
7012 Btu/ft3 (38130.17 KJ/m)
9.53
5-15 % volume
130
1202 F (650 C)
CH4 + 2O2 CO2 + H2O
3.98 (by weight)
2.0 (by value)
7.4 (by weight) 1.0 (by value)
|
Sumber:
Prescot dan Dunn (1959).
Pengisolasian,
pendauran panas, injeksi uap, pemanasan menggunakan elemen dsb. dilakukan dengan tujuan
mengontrol temperatur di dalam digester.
Pengaturan temperatur penting untuk diperhatikan pada saat merancang sebuah digester. Fermentasi anaerobik dapat
juga terjadi pada temperatur ruang, namun segala metode yang telah dilakukan
untuk menjaga temperatur digester
pada kisaran 35oC terbukti dapat meningkatkan produksi bio gas
(Gracelon dan Clark, tanpa tahun).
Proses fermentasi anaerob dapat ditemui pada rumen (lambung) seekor sapi
sebagai reaktor bio gas alami. Seekor sapi dengan berat badan 400 Kg memiliki
berat rumen sekitar 70 Kg, keadaan di dalam rumen adalah anaerob, memiliki
temperatur 39oC dan pH 6 - 7 dapat menghasilkan 2 Kg gas metan per
jam (Tillman, 1976).
Saat paling kritis
terjadi ketika digester mulai
bekerja. Saat digester diisi sludge, bakteri pembentuk asam segera
menghasilkan asam. Populasi bakteri metanogenik mungkin tidak cukup untuk
mengubah asam yang dihasilkan bakteri kelompok pertama dan kedua dan
menetralkan pH. Apabila pH berada jauh di bawah 6,5, populasi bakteri
metanogenik akan mati dan populasi ketiga kelompok bakteri menjadi tidak
seimbang, kondisi di dalam digester menjadi
asam dan tidak memproduksi bio gas.
Dalam rangka menumbuhkan
bakteri metanogenik pada sludge,
dapat dilakukan penambahan alkali untuk memberikan efek buffer. Sebagai contoh,
pH dapat ditingkatkan pada kisaran 7,5 dengan menambahkan baking soda (sodium
bikarbonat) (Gracelon dan Clark , tanpa tahun).
2.5 Reaktor Bio Gas
Bagian utama reaktor bio gas
adalah sebuah ruang tertutup, terisolasi dari udara bebas yang dikenal sebagai digester, kondisi di dalam digester
adalah anaerob. Ada dua jenis digester.
Jenis pertama adalah sistem batch.
Pada jenis ini digester diisi
campuran biomassa dan air yang dikenal sebagai sludge kemudian digester
akan memproduksi bio gas sampai makanan bagi bakteri metanogen habis. Jenis ini
banyak digunakan pada digester pada
skala laboratorium untuk menyelidiki produksi bio gas dengan berbagai
perlakuan.
Digester jenis kedua menggunakan sistem continuous. Pada jenis ini digester
diisi sludge secara teratur. Bio gas
dihasilkan terkumpul di permukaan sludge
dan menekan sludge sehingga keluar
melalui lubang pengeluaran sejumlah volume bio gas yang terkumpul. Selanjutnya digester diisi sludge kembali sebesar volume sludge
yang keluar, sehingga volume sludge di
dalam digester konstan. Digester jenis ini biasa digunakan untuk
skala industri untuk hasil yang berkelanjutan (Gracelon dan Clark, tanpa
tahun).
Bio gas yang dihasilkan selama
dekomposisi anaerobik dikumpulkan dalam sebuah penampung gas, selanjutnya
digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak, penerangan, proses pendinginan
maupun pemanasan dan untuk kepentingan pertanian lainnya seperti sumber energi
untuk mesin pertanian.
Digester dengan suhu tinggi (30-35OC) akan memproduksi
lebih banyak gas dibandingkan suhu yang lebih rendah, namun kebutuhan bahan baku harian semakin besar.
Di samping itu siklus fermentasi akan lebih singkat. Tabel 2.3 menunjukkan perkiraan produksi gas per
ton bahan baku untuk periode fermentasi dan temperatur yang berbeda.
Tabel 2.3 Jumlah
Produksi Gas per Ton Bahan Baku pada Periode Pencernaan dan Temperatur yang
Berbeda
No.
|
Temperatur
(oC)
|
Produksi gas
(m3/hari)
|
Periode fermentasi
(bulan)
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
15
20
25
30
35
|
0.150
0.300
0.600
1.000
2.000
|
12
6
3
2
1
|
Sumber: Koottatep, dkk. (tanpa
tahun).
Beberapa contoh digester
dapat dilihat pada Gambar 2.1, pada gambar tersebut diperlihatkan sebuah
reaktor bio gas jenis batch dengan
tipe kubah (dome) dan penampung bio
gas (Koottatep, dkk., tanpa tahun).
(a)
(b)
(a) Reaktor Bio Gas
Tipe Kubah; (b) Penampung Bio Gas
Gambar 2.1 Penampung Bio Gas
Metana sebagai suatu sumber energi mungkin
mempunyai nilai ekonomi bila diproduksi dalam skala kecil, sedangkan masa depan
produksi metana melalui proses komersial yang berskala besar sangat diragukan.
Beberapa argumentasi ekonomi yang menentang produksi metana berskala besar
melalui proses mikrobal adalah sebagai berikut.
1. Metana terdapat dengan jumlah yang
berlimpah dalam alam, khususnya di daerah-daerah ladang minyak dan gas alam.
2. Produksi metana dengan gasifikasi batubara
secara komersial lebih menarik.
3. Produksi metana dengan menggunakan mikroba
lebih mahal biayanya dibandingkan produksi gas alam.
4. Biaya penyimpanan, pengangkutan dan
distribusi bahan bakar gas masih belum memberikan keuntungan ekonomi.
5. Metana tidak dapat digunakan untuk
kendaraan bermotor dan perubahan metana dari bentuk gas menjadi bentuk cair
merupakan proses yang sukar dilakukan serta mahal biayanya.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Rancang bangun prototipe reaktor bio gas dilakukan
di Laboratorium Rekayasa Alat dan Mesin Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember dan bengkel las Daya Cipta
Jember, sedangkan pengujian alat dilakukan di PT. Susu Sehat Alami, Mangli,
Jember, dimulai pada bulan Februari sampai dengan bulan Juni 2006.
3.2 Alat
dan Bahan Penelitian
Alat
yang digunakan dalam perancangan prototipe reaktor bio gas adalah gergaji besi,
rol meter, penggaris, penggaris siku, timbangan analitis, las listrik, las
asitelin, bor listrik tangan, gerinda listrik tangan, kunci pas, kunci ring,
tang, obeng, mesin bubut dan gunting.
Alat
yang digunakan dalam uji fungsional dan uji elementer adalah manometer,
thermometer digital, pengaduk, timbangan analitis, pH meter digital, ember, bak
plastik, kompor minyak, kompor bio gas
Bahan
yang digunakan dalam perancangan prototipe reaktor bio gas adalah drum bekas
penyimpan oli, plat besi, besi pejal bulat Ø 0,5 inchi, stop kran, pipa besi Ø
1 inchi, lem silikon, lem besi, lem fox, selang plastik dengan Ø 0,5 inchi,
selang plastik Ø 1 inchi, besi siku, thinner dan cat besi.
Sedangkan
bahan yang digunakan dalam uji fungsional dan uji elementer adalah kotoran
sapi, sodium bikarbonat (baking soda),
minyak tanah dan air.
3.3
Perencanaan
Penelitian
1.
Studi literatur
Studi
literatur berbagai buku dan karya tulis yang mencakup informasi mengenai
teknologi bio gas, limbah sapi, gas metan, bahan dan alat yang digunakan untuk
penelitian serta informasi lain yang menunjang.
2.
Penelitian pendahuluan
Penelitian
pendahuluan dilakukan untuk mengetahui jenis alkali yang dapat menaikkan pH sludge tanpa mematikan bakteri penghasil
metan, mengetahui perbedaan produksi bio gas dalam 24 jam dan mempelajari
karakteristik bio gas yang dihasilkan.
3.
Perencanaan
Tahap ini
digunakan untuk menentukan bentuk, ukuran, bahan dan alat yang akan digunakan
dalam pembuatan prototipe reaktor bio gas.
4.
Pembangunan
Tahap
selanjutnya setelah perencanaan adalah pembangunan alat. Dalam hal ini
pembangunan alat dilakukan di bengkel las dengan pengawasan agar hasil yang
didapat sesuai dengan rancangan yang ada.
5.
Pengujian
Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui apakah alat
yang dibuat dapat berfungsi dengan baik atau tidak. Pengujian alat meliputi uji
fungsional dan uji elementary/verifikasi
dengan menggunakan bahan olah produksi, serta uji ergonomika.
Pengujian fungsional yang dilakukan
adalah sebagai berikut.
a.
Pengujian kebocoran cairan dilakukan
dengan mengisi air dalam digester
kemudian diamati dalam beberapa hari.
b.
Menguji kebocoran gas dengan memompa digester yang telah terisi air sampai
didapatkan tekanan tertentu, tekanan yang terjadi tidak boleh berubah dalam
beberapa hari.
c.
Menguji transfer panas dari boiler ke pipa spiral
Uji elementer dilakukan
untuk mengetahui kemampuan reaktor menghasilkan bio gas dan kemampuan boiler dan pipa spiral menaikkan suhu sludge yang diinginkan. Data yang akan
diambil adalah pengaruh variasi derajat keasaman (pH) sludge (6 dan 7) dan temperatur digester
(30o dan 40o) terhadap tekanan gas. Waktu pengambilan
data 1 kali sehari pada jam yang sama selama 6 hari untuk setiap perlakuan.
Variasi derajat keasaman dan temperatur ditunjukkan oleh Tabel 3.1.
Volume
bio gas yang terproduksi sama dengan jumlah sludge
yang keluar dari digester,
sehingga pengukuran volume bio gas dilakukan dengan menampung sludge yang keluar kemudian dilakukan pengukuran
volume sludge tersebut.
Tabel 3.1 Variasi Derajat Keasaman (pH)
dan Temperatur
Parameter
variasi
|
Temperatur
30o
(A1)
|
Temperatur
40o
(A2)
|
pH
6 (B1)
|
A1B1
|
A2B1
|
pH
7 (B2)
|
A1B2
|
A2B2
|
Uji Ergonomi mencakup
pengujian kenyamanan dan keamanan operator dalam mengoperasikan alat hasil
desain dan rancangan. Metode pelaksanaan uji ini dilaksanakan melalui wawancara
dengan operator, dalam hal ini operator
yang dimaksud adalah mahasiswa yang terlibat dalam pengoperasian alat.
6.
Penilaian kelayakan
Apabila
setelah pengujian, baik fungsional maupun elementer, ditemukan
kekurangan-kekurangan yang berpengaruh pada kinerja reaktor bio gas, maka dapat
dilakukan perbaikan sebagai upaya peningkatan kinerja reaktor bio gas pada
penelitian selanjutnya.
7.
Analisis biaya
Analisis biaya yang dilakukan dalam
perancangan reaktor bio gas ini meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Menurut Srivastava (1993), biaya tetap mencakup biaya depresiasi atau
penyusutan, nilai investasi serta biaya pajak, asuransi dan tempat. Biaya
depresiasi atau penyusutan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan:
…(3.1)
di mana:
D
= depresiasi alat pertahun (Rp./tahun),
P
= nilai pembelian awal alat (Rp.),
S
= harga jual alat setelah umur ekonomis habis (Rp.),
L
= umur alat secara ekonomis (tahun).
Nilai akhir suatu alat atau mesin
biasanya diperkirakan 10% dari harga pokok (Wagito, 1986).
Nilai
investasi dapat dihitung dengan persamaan:
i …(3.2)
di mana:
I =
nilai investasi,
P =
nilai pembelian awal,
i = suku
bunga bank.
Pemeliharaan
dan perbaikan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut (Wagito, 1986).
R & M = 0,00018.PT …(3.3)
di mana:
P = nilai pembelian awal,
T = jam kerja per tahun.
Biaya
tidak tetap adalah biaya operasional yang dikeluarkan pada pengoperasian alat
hasil rancangan. Biaya ini disebut juga dengan biaya operasional, dalam hal ini
meliputi biaya tenaga kerja dan bahan-bahan lain yang dibutuhkan dalam proses
pembentukan bio gas.
8.
Laporan
Laporan disusun untuk menjelaskan
penelitian yang telah dilaksanakan sekaligus sebagai bentuk pertanggungjawaban
sebuah karya tulis. Tahapan perencanaan penelitian secara skematis dapat
dilihat dalam bagan pada Gambar 3.1.
3.4 Perancangan alat
3.4.1 Landasan Desain
Prototipe reaktor bio
gas didesain menggunakan sistem continuous
dengan mekanisme kerja yang dijabarkan sebagai berikut.
Digester diisi sludge
dengan pH yang telah disesuaikan dengan penambahan sodium bikarbonat sampai
penuh melalui inlet tank, gas yang
dihasilkan ditandai dengan perubahan tekanan dan diamati melalui manometer, selanjutnya gas dialirkan ke kompor bio gas
untuk memastikan bahwa gas yang terproduksi adalah bio gas.
Bio gas yang
terproduksi dari fermentasi sludge
oleh mikroba akan naik dan terakumulasi di permukaan sludge. Akumulasi gas ini akan menekan sludge sehingga keluar dengan sendirinya melalui outlet pit, karena letak outlet pit lebih rendah daripada inlet
tank.
Gambar 3.1 Bagan Tahapan Perancanaan
Penelitian
Selama proses
fermentasi, pH dan temperatur di dalam digester
harus tetap sesuai dengan kondisi yang diinginkan. pH diatur dengan jalan
penambahan sodium bikarbonat pada sludge,
sedangkan pengaturan temperatur dilakukan dengan mengalirkan air panas ke dalam
digester melalui pipa spiral. Pemakaian pipa spiral bertujuan memperpanjang
pipa agar perpindahan panas dari air ke sludge dapat berlangsung dengan lebih
optimal.
Pengisian digester sistem continuous feeding sesuai untuk jenis bahan baku berupa sludge karena sistem pembilasan digester
dilakukan dengan mengalirkan sludge
dari inlet tank ke outlet pit, digester akan diisi secara
berkala untuk mengganti sludge lama
tanpa menghentikan proses fermentasi dalam digester.
Prototipe reaktor bio
gas yang akan dirancang harus memiliki spesifikasi kemampuan sebagai berikut.
a. Dimensi reaktor tidak terlalu besar.
b. Desain sederhana dengan kebutuhan bahan
yang mudah ditemui sehingga dapat diaplikasikan di skala rumah tangga.
c.
Biaya pembangunan murah.
d. Bahan baku bio massa (kotoran sapi) tidak
terlalu besar.
e. Bio gas yang dihasilkan optimal.
3.4.2 Desain
Alat
Fungsional
alat yang dirancang meliputi beberapa hal berikut.
a. Lubang
pemasukan (inlet tank) terbuat
dari pelat besi yang berfungsi sebagai celah masuknya sludge yang telah dicampur alkali.
b. Digester berbentuk tabung
terbuat dari baja atau besi dengan kondisi anaerob di dalamnya sebagai media
tumbuh bakteri metanogenik yang menfermentasikan sludge dan menghasilkan bio gas.
c. Boiler berfungsi
memanaskan air panas untuk menghangatkan digester
sesuai suhu yang diinginkan.
d. Lubang keluaran limbah (outlet
pit) sebagai celah pengeluaran sludge
yang terdesak oleh tekanan gas di dalam digester.
e. Manometer sebagai pengukur tekanan bio gas yang dihasilkan dari
fermentasi sludge di dalam digester.
f. Thermometer sebagai pengukur suhu sludge di dalam digester.
g. Pipa spiral mensirkulasikan air panas dari boiler untuk menghangatkan digester
sesuai suhu yang diinginkan.
Fungsional
alat yang dirancang disajikan secara skematis pada Gambar 3.2.
3.5 Pembuatan
alat
Sketsa
desain prototipe reaktor bio gas dapat dilihat pada Gambar 3.3, gambar desain
prototipe reaktor bio gas limbah sapi disajikan selengkapnya pada lampiran 1.
Gambar 3.2 Skema
Fungsional Alat Yang Dirancang
Gambar 3.3
Sketsa Desain Prototipe Reaktor Bio Gas Limbah Sapi
3.5.1 Inlet
tank
Untuk
membuat inlet tank seperti tampak
pada Gambar 3.4 dibutuhkan pelat besi berukuran panjang 85 cm dan lebar 90 cm
dengan ketebalan 0,5 mm. Penyambungan pelat dilakukan dengan las asitelin.
Pada
bagian dasar inlet tank dibuat
berbentuk kurva agar air dapat mengalir dengan lancar tanpa tertinggal di sudut
yang dapat mengakibatkan korosi. Setelah mendapatkan bentuk yang diinginkan,
selanjutnya inlet tank disambung pada
potongan drum yang telah dilubangi dengan ukuran panjang 20 cm dan lebar 10 cm.
Penyambungan dilakukan menggunakan las asitelin.
3.5.2 Digester
Tabung
digester dibuat dari drum bekas penyimpan oli berbentuk tabung dengan dimensi
85cm x 58 cm dan memiliki volume sebesar 0,2 m3. Salah satu
permukaan drum dipotong untuk pembuatan inlet
tank sedangkan permukaan lain dilubangi sebagai tempat pemasangan outlet pit. Digester harus bebas dari kebocoran dan terlindungi dari udara
bebas agar proses fermentasi anaerobik dapat berlangsung dengan optimal.
3.5.3 Outlet
Pit
Outlet pit (Gambar 3.5) dibuat
menggunakan pipa besi dengan Ø 3 inchi dan memiliki ketebalan 1 mm. Celah
keluaran outlet pit dibuat rata
dengan bagian teratas digester agar sludge tidak keluar pada saat memenuhi digester. Selain itu permukaan outlet pit dibuat 10 cm lebih rendah
daripada permukaan inlet tank agar sludge mengalir keluar melalui outlet pit pada saat mendapat tekanan
dari bio gas yang terakumulasi di dalam digester.
Apabila hal ini tidak dilakukan maka kemungkinan sludge akan kembali ke inlet
tank saat mendapat tekanan dari bio gas, sehingga sludge baru yang belum menghasilkan bio gas akan terbuang.
Gambar 3.4 Sketsa
Desain Inlet Tank
3.5.4 Boiler
Boiler berfungsi memanaskan air yang akan
digunakan untuk menghangatkan sludge di
dalam digester. Boiler (Gambar 3.6) terdiri atas dua buah tabung yaitu tabung
bagian dalam yang berlubang pada bagian atas dan bawahnya dan berfungsi
mengalirkan panas dari pemanas secara vertikal. Dalam hal ini pemanas yang
dimaksud adalah kompor minyak yang diletakkan di bawah tabung pertama. Tabung
bagian luar yang diberi alas dan berbatasan dengan tabung bagian dalam
berfungsi menampung air. Pada bagian atas boiler
diberi penutup yang berfungsi memerangkap panas sehingga suhu air bisa
dinaikkan. Apabila suhu yang diinginkan telah tercapai maka penutup dibuka
sehingga suhu dapat terjaga pada kisaran yang diinginkan.
3.5.5 Pipa Spiral
Pipa
spiral berfungsi untuk mensirkulasikan panas dari air panas ke sludge sampai suhu yang diinginkan. Pipa
spiral ini menggunakan bahan pipa besi dengan Ø 0,75 inchi sepanjang 12 m serta
digulung spiral dengan ukuran panjang 66 cm dan diameter spiral 35 cm.
Jarak/gang antar pipa sebesar 10 cm sehingga jumlah lingkar pipa sebanyak 6
buah. Tujuan pembuatan pipa spiral adalah memperbesar volume air panas yang
masuk ke dalam digester sehingga
perpindahan panas dari air ke sludge dapat
berlangsung lebih optimal.
Gambar 3.5 Sketsa
Desain Outlet pit
Gambar 3.6
Sketsa Desain Boiler
3.5.6 Outlet
Gas
Outlet gas dibuat dengan dua percabangan
di mana salah satu percabangan disambung menggunakan pipa plastik dan terhubung
langsung dengan manometer, sedangkan pada percabangan yang lain dipasang sebuah
kran yang berfungsi menahan bio gas di dalam digester sebelum dialirkan untuk pengujian nyala dengan kompor bio
gas. Pipa plastik yang terhubung dengan manometer memiliki luas permukaan
sebesar 1 cm2 sehingga dapat dengan mudah diketahui bahwa setiap
kenaikan 1 cm skala manometer maka tekanan yang terjadi di dalam digester sebesar 1gram/cm2.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Perancangan
Prototipe reaktor
bio gas yang tampak pada Gambar 4.1 ini dirancang untuk memberikan kondisi digester mendekati keadaan di dalam
lambung ruminansia dalam segi suhu dan derajat keasaman dengan teknologi
sederhana dan murah serta diharapkan mampu memberikan keluaran produksi bio gas
yang optimal bagi keperluan rumah tangga dan industri kecil.
Gambar 4.1 Foto
Prototipe Reaktor Bio Gas Tampak Depan
Prototipe yang telah dirancang memiliki beberapa
komponen utama yaitu Digester, inlet
tank, outlet pit, boiler, pipa spiral dan outlet gas. Inlet tank berfungsi
sebagai celah pemasukan sludge.
Bagian atas dibuat berukuran lebih lebar daripada bagian bawah untuk
mempermudah operator memasukkan sludge
ke dalam digester.
Sludge yang dimasukkan melalui inlet tank (Gambar 4.2a) mengalir ke dalam digester dan selanjutnya terakumulasi sampai digester penuh terisi sludge.
Pengisian digester sampai penuh ini
dilakukan agar tidak ada udara yang tertinggal di dalam digester, sehingga proses fermentasi anaerob akan berlangsung
dengan sempurna.
Sesaat
setelah digester terisi penuh maka
proses fermentasi anaerobik segera menghasilkan bio gas yang karena perbedaan
berat jenis maka gas akan naik ke
permukaan sludge dan terkumpul di
bagian atas digester. Akumulasi gas
di bagian atas digester akan
menghasilkan tekanan sehingga sludge terdesak
keluar melalui outlet pit (Gambar
4.2b).
Hasil
percobaan pendahuluan menunjukkan bahwa gas yang terakumulasi sebagian besar
adalah karbondioksida (CO2) yang terperangkap di dalam sludge sebelum dimasukkan dalam reaktor
sehingga gas yang terkumpul tidak memiliki daya bakar. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Gracelon dan Clark (tanpa tahun), bahwa pada saat pemasukan sludge pertama kali akan segera
menghasilkan gas namun sebagian besar adalah CO2 dan amoniak sebagai
hasil fermentasi aerobik di luar digester.
Oleh karena itu gas harus dikuras dengan membuka keran pengeluaran gas sampai
tekanan pada manometer pada skala 0. Langkah ini juga berguna untuk
menghilangkan kotoran yang menyumbat outlet
gas agar gas dapat dikeluarkan dengan mudah selanjutnya.
Gas
yang dihasilkan terkumpul di dalam digester,
sehingga dapat dikatakan digester
juga berfungsi sebagai penampung gas sebelum dialirkan untuk pemakaian lebih
lanjut. Desain ini menyebabkan siklus produksi menjadi lebih singkat karena
semakin besar bio gas yang terproduksi maka volume sludge akan semakin berkurang sehingga bio gas yang terproduksi
akan semakin berkurang pula. Selain itu apabila permukaan sludge sejajar dengan lubang inlet
maka bio gas akan menerobos keluar melalui lubang inlet tersebut sehingga tekanan gas akan tetap.
Usaha
untuk meningkatkan dan menjaga suhu dilakukan dengan memanaskan air yang
ditampung dalam boiler, selanjutnya
air panas akan mengalir ke dalam digester
melalui pipa spiral (Gambar 4.3) untuk menghangatkan sludge, sedangkan untuk meningkatkan suhu air panas maka panas dari
kompor diperangkap dengan menutup bagian atas boiler, kemudian apabila suhu sludge mencapai kisaran yang diinginkan
maka penutup boiler dibuka untuk
menurunkan suhu air panas.
Pengukuran
suhu dilakukan dengan membuat celah pemasukan kawat thermocouple yaitu sebuah pipa besi dengan salah satu ujung berada
di bagian atas digester sedangkan
ujung yang lain berada di dasar digester
(Gambar 4.4). Selanjutnya kawat thermocouple
dimasukkan melalui pipa ini sehingga didapat suhu sludge di dalam digester
tanpa menyebabkan kebocoran gas.
(a) (b)
(a) Inlet tank; (b) Outlet pit
Gambar 4.2 Foto Inlet Tank dan Outlet Pit.
Gambar 4.3 pipa
spiral
Lubang pengeluaran gas (outlet gas) terdiri atas dua buah lubang yang menyerupai huruf Y
(Gambar 4.5). Lubang pertama langsung terhubung dengan manometer sehingga
tekanan gas yang terjadi dapat diukur secara berkelanjutan, sedangkan lubang
yang lain dipasang kran yang berfungsi menahan gas di dalam digester sebelum dialirkan untuk
pemakaian.
Lubang
pengeluaran gas ini harus bebas terhadap hambatan berupa padatan atau cairan
yang melekat pada mulut lubang karena dapat menghambat aliran gas menuju
manometer maupun pada saat pemakaian gas. Setiap pengurasan gas pertama kali
lubang pengeluaran ini harus dibersihkan dengan menghembuskan udara melalui
salah satu mulut outlet gas.
(a) (b)
(a)
Celah pengukuran suhu (tanda panah); (b) Cara pengukuran suhu
Gambar 4.4 Celah
Pengukuran Temperatur Digester dan
Cara Pengukuran Temperatur
Gambar 4.5 outlet gas
4.2 Uji Fungsional
Reaktor bio gas pada dasarnya memiliki persyaratan
mutlak untuk menunjang fermentasi anaerobik secara optimal. Persyaratan
tersebut adalah tidak ada kebocoran cairan dan gas dari dalam digester, harus memiliki ruang yang
cukup bagi sludge sebagai bahan baku
dan gas yang akan dihasilkan, memungkinkan gas mengalir keluar digester dengan
mudah tanpa terkontaminasi dengan gas lain, tidak mengandung zat-zat kimia yang
dapat membunuh bakteri-bakteri penghasil metan.
4.2.1 Kebocoran
Cairan
Untuk
menguji kebocoran cairan yang terjadi di dalam digester, operator mengisi digester
dengan air sampai penuh, kemudian diamati selama 24 jam. Setiap titik kebocoran
diberi tanda yang berguna untuk perbaikan reaktor bio gas.
Pada
saat pengujian diketahui bahwa terjadi kebocoran pada sambungan inlet dan digester serta pada sambungan pipa spiral bagian luar dan dalam.
Kebocoran ini diatasi dengan memberikan lem silikon pada setiap sambungan yang
mengalami kebocoran. Penggunaan lem silikon ini karena sifatnya yang kuat,
lentur serta kedap air. Selain itu lem silikon yang telah mengeras dapat
dilepas dengan mudah melalui pemotongan apabila reaktor bio gas akan dibongkar.
Setelah
setiap titik kebocoran yang terjadi diberi lem silikon, ternyata setelah 24 jam
volume air dalam digester tidak
berubah. Hal ini menandakan tidak terjadi kebocoran cairan dalam digester sehingga pengujian kebocoran
dianggap cukup sesuai dengan perancangan dan dapat dilanjutkan dengan pengujian
kebocoran gas.
4.2.2 Kebocoran
Gas
Pengujian
kebocoran gas dilakukan segera setelah pengujian kebocoran cairan selesai. Digester yang terisi penuh oleh air
diberi tekanan melalui outlet gas
sehingga air akan tertekan dan menciptakan rongga di dalam digester. Pemberian gas dilanjutkan sampai batas air berada sedikit
di atas lubang inlet, kemudian tekanan yang terjadi dicatat dan diamati selama
24 jam.
Hasil
pengamatan setelah 24 jam ternyata tidak terjadi perubahan tekanan udara di
dalam digester sehingga pengujian
kebocoran gas dinyatakan sesuai dengan perancangan.
4.2.3 Kinerja
Boiler dan Pipa Spiral
Pengujian
kinerja boiler dilakukan dengan
memanaskan air dalam boiler sekaligus melakukan pemeriksaan apabila terjadi
kebocoran pada boiler. Setiap
kebocoran yang terjadi harus ditambal sampai boiler benar-benar bebas dari kebocoran air. Selanjutnya dilakukan
pengujian terhadap transfer panas dari boiler
ke pipa spiral. Pengujian ini dilakukan dengan mengukur suhu air dalam boiler sampai didapat suhu air maksimal
serta mengukur suhu air dalam digester pada saat yang sama. Apabila suhu air
dalam digester dapat ditingkatkan
maka hasil pengujian dinyatakan sesuai dengan perancangan. Berdasarkan hasil
pengujian transfer panas dari boiler ke pipa spiral dapat berjalan dengan baik,
hal ini ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Suhu Air Dalam Boiler dan Suhu Air Dalam Digester
No.
|
Waktu
(menit)
|
Suhu air dalam
boiler
(oC)
|
Suhu air dalam digester
(oC)
|
1.
|
0
|
26,4
|
26,1
|
2.
|
15
|
73,2
|
32,3
|
3.
|
30
|
94,8
|
42,6
|
4.
|
45
|
98,5
|
47,4
|
5.
|
60
|
98,8
|
49,6
|
(Sumber:
data primer)
4.3 Uji
Elementer
Setelah
uji fungsional selesai maka dilakukan uji elementer untuk mengetahui kemampuan
reaktor bio gas dapat berfungsi sesuai dengan perancangan apabila menggunakan
bahan yang sesungguhnya.
Uji
elementer ini terdiri atas pengujian kinerja reaktor dalam menghasilkan bio gas
dan pengujian kinerja boiler serta pipa spiral dalam menghangatkan sludge di dalam digester.
4.3.1 Kinerja
Digester
Untuk
menguji kinerja digester dalam
menghasilkan bio gas digunakan dua unit prototipe reaktor bio gas dengan desain
yang sama, selanjutnya dilakukan pengisian sludge
untuk masing-masing perlakuan seperti pada Tabel 3.1. Untuk tekanan bio gas
dilakukan pengamatan satu hari sekali selama 6 hari setiap pukul 13.00 WIB,
sedangkan temperatur sludge dan
temperatur ruang diamati 5 jam sehari
yaitu pukul 08.00-13.00 WIB selama 6 hari.
Sebelum
dimasukkan ke dalam reaktor, kotoran sapi diencerkan dengan perbandingan volume
kotoran sapi dan air 2 : 1, kemudian dilakukan pengadukan hingga tersuspensi
merata. Hal ini dilakukan agar sludge
dapat mengalir secara sempurna di dalam digester serta memudahkan bio gas yang
dihasilkan terkumpul di permukaan sludge.
Untuk sludge yang mendapat perlakuan
pH terlebih dahulu dilakukan penambahan baking
soda terhadap air sebagai bahan
pengencer sebelum dicampurkan dengan kotoran sapi.
Rata-rata
pH kotoran sapi sebelum penambahan baking
soda adalah sebesar 5,3 sehingga untuk mendapatkan sludge dengan pH 6 maka diperlukan penambahan baking soda sebanyak 0,9 gram untuk setiap liter sludge, sedangkan untuk mendapatkan pH 7
diperlukan penambahan baking soda sebanyak 1,9 gram untuk setiap liter sludge.
Pengisian
reaktor memerlukan bahan baku sludge
sebanyak 200 liter dengan perbandingan volume kotoran sapi dan air 2:1,
sehingga volume kotoran sapi yang diperlukan sebesar 133 liter dan volume air
sebesar 67 liter. Karena berat jenis air adalah 1 gram/cm3 dan
berdasarkan percobaan pendahuluan diketahui rata-rata berat jenis kotoran sapi
sebesar 1,375 gram/cm3 berarti dalam 200 liter sludge terdapat 67 Kg air dan 182,875 Kg kotoran sapi. Menurut
Sosroamidjojo (1975) rata-rata berat kotoran sapi per ekor per hari sebanyak 27
kg, maka untuk pengisian awal diperlukan bahan baku kotoran dari 8 ekor sapi.
Hasil
pengamatan harian untuk setiap perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Berdasarkan data harian tekanan
bio gas yang terkumpul, dibuat grafik perubahan tekanan harian sebagaimana
Gambar 4.6.
|
Gambar 4.6
Grafik perubahan tekanan harian bio gas tiap perlakuan
Pengukuran
volume bio gas yang dihasilkan dilakukan dengan menampung sludge yang terbuang melalui outlet
pit kemudian diukur volumenya, hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa volume
bio gas yang dihasilkan sama dengan volume sludge
yang keluar dari digester. Data
volume harian biogas dicatat dan dibuat grafik seperti tampak pada Gambar 4.7
untuk mengetahui tingkat produksi bio gas tiap perlakuan.
|
Gambar 4.7
Grafik Tingkat Produksi Harian Bio Gas Tiap Perlakuan
Pada
Gambar 4.5 diketahui bahwa prototipe reaktor bio gas dapat memproduksi bio gas
sesuai dengan perancangan. Namun patut disadari bahwa produksi bio gas dapat
lebih ditingkatkan secara signifikan apabila bio gas yang dihasilkan dialirkan
pada sebuah penampung bio gas sehingga sludge
dalam digester tidak banyak
terbuang karena tekanan bio gas.
Dari
hasil penelitian diketahui bahwa prototipe reaktor bio gas dapat memproduksi
maksimal 112,1 liter bio gas dalam 6 hari dengan volume sludge 200 liter, sehingga dapat diasumsikan setiap liter sludge menghasilkan 0,6 liter bio gas.
Apabila produksi bio gas akan ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan rumah tangga
harian yaitu 2,8 m3 maka diperlukan sebuah digester dengan volume sebesar 4,7 m3. Apabila
dikorelasikan dengan pernyataan Wilson (1977),
untuk menghasilkan bio gas sebesar 2,8 m3 dibutuhkan volume digester sebesar 17 m3, maka
reaktor bio gas hasil penelitian ini lebih memungkinkan untuk diaplikasikan
untuk skala rumah tangga dan industri kecil.
Setelah
gas terkumpul dalam digester langkah
selanjutnya adalah uji nyala bio gas dengan mengalirkannya pada kompor bio gas
seperti pada Gambar 4.6. Berdasarkan hasil uji nyala terlihat bahwa gas yang
dihasilkan merupakan bio gas. Hal ini dibuktikan oleh gas yang dapat terbakar
dengan mudah dan nyala api yang dihasilkan berwarna biru yang menandakan bio
gas yang dihasilkan memiliki kandungan gas metan yang cukup tinggi. Namun
sesekali nyala api diselingi warna merah yang diketahui berasal dari karbon
yang terkandung dalam bio gas.
Hal
ini sesuai dengan pernyataan Koottatep, dkk. (tanpa tahun), bahwa bio gas
mengandung 50-70% CH4 dan CO2 sebanyak 30-50%.
Kemungkinan karbon yang menghasilkan nyala merah berasal dari CO2 yang
terkandung dalam bio gas.
Pada
saat uji elementer diketahui bahwa kinerja outlet
pit tidak sesuai dengan perancangan karena lubang keluaran terlalu kecil,
maka pada saat sludge mendapat
tekanan besar dari bio gas maka sebagian sludge
keluar melalui inlet tank. Hal
ini dapat merugikan karena sludge terbuang
sebelum menghasilkan bio gas, selain itu inlet
tank akan dipenuhi oleh sludge sehingga
digester tidak bisa diberi penambahan
sludge baru untuk menggantikan sludge lama ataupun sludge yang telah terbuang. Seharusnya lubang keluaran outlet pit disesuaikan dengan lubang inlet tank sehingga memperlancar aliran sludge.
Gambar 4.8 Uji
Nyala Bio Gas
4.3.2 Kinerja
Boiler
Kinerja
boiler diuji dengan mengamati
kemampuan boiler dan pipa spiral
dalam meningkatkan suhu sludge dalam digester. Pengamatan dilakukan dengan
menyalakan boiler mulai pukul 08.00 hingga pukul 13.00 WIB selama 6 hari sedangkan untuk perlakuan
kontrol diamati tanpa menyalakan boiler.
Data yang didapat disajikan pada lampiran 2.
Berdasarkan
hasil pengamatan diketahui bahwa peningkatan suhu sludge hingga 30oC membutuhkan waktu rata-rata 2,5 jam,
sedangkan untuk suhu 40oC tidak dapat dicapai karena boiler dan pipa spiral hanya mampu
meningkatkan suhu sludge hingga 38,7oC.
Keadaan ini terjadi karena volume pipa spiral hanya sebesar 18,79x10-6
m3 sedangkan volume digester
sebesar 0,2 m3. Hal ini dapat diatasi apabila diameter pipa spiral
diperbesar dengan menggunakan pipa besi
Ø 1 inchi sehingga volume air panas bertambah besar pula.
4.4 Uji
Ergonomi
Uji ergonomi pada penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui kenyamanan dan rasa aman operator dalam mengoperasikan prototipe
reaktor bio gas serta mengetahui persyaratan keselamatan kerja yang diperlukan
dalam mengoperasikan reaktor bio gas.
Pengujian
dilakukan dengan melibatkan beberapa mahasiswa untuk mengoperasikan reaktor bio
gas. Secara umum cara pengoperasian reaktor dapat dipahami dengan mudah oleh
operator. Pengadukan dan pemasukan sludge
dalam digester dalam jumlah besar
hanya dilakukan pada pengoperasian pertama reaktor bio gas. Pengisian
selanjutnya tidak memerlukan terlalu banyak sludge karena fungsinya hanya untuk
menggantikan sludge lama dan yang
terbuang secara berkala sehingga jam kerja operator tidak terlalu lama.
Berdasarkan
wawancara dengan operator diketahui bahwa kesulitan terbesar terletak pada
pengadukan sludge dan pemasukan sludge melalui inlet tank karena pengadukan sludge
dilakukan secara manual dengan pengaduk kayu sehingga memerlukan waktu yang
cukup lama untuk membuat kotoran sapi tersuspensi secara merata dengan air dan
dapat mengakibatkan rasa pegal pada tangan operator apabila pengadukan
dilakukan pada sludge dengan jumlah
yang besar. Untuk pemasukan sludge,
kesulitan terjadi karena letak mulut inlet
cukup tinggi sehingga untuk memasukkan sludge
sebanyak 15 liter memerlukan dua orang operator untuk mengangkat bak yang
berisi sludge. Hasil wawancara
disajikan pada Lampiran 6.
Pada
saat memasukkan sludge ke dalam digester, operator harus dilengkapi
dengan sarung tangan karet untuk menghindari penyakit apabila kulit terkena sludge. Setelah memasukkan sludge operator harus mencuci tangan
dan kaki dengan sabun antiseptik. Kran pengeluaran gas harus tertutup rapat
pada saat tidak digunakan. Hal ini untuk menghindari kebakaran karena gas metan
memiliki daya bakar yang cukup tinggi apabila terkena api.
Secara
umum reaktor bio gas dapat berfungsi dengan memuaskan dan layak untuk
berproduksi, namun tidak menutup kemungkinan kinerja reaktor dapat lebih
ditingkatkan dengan membenahi beberapa bagian yang dirasa masih memiliki
kelemahan.
4.5 Analisis
biaya
Prototipe reaktor
bio gas diharapkan dapat digunakan oleh rumah tangga pedesaan dan industri
kecil. Karena itu perlu dilakukan analisis biaya penggunaan reaktor ini. Untuk
perhitungan analisis biaya penggunaan reaktor bio gas maka beberapa hal pokok
yang digunakan sebagai acuan untuk keperluan tersebut adalah seperti berikut.
a. Harga pokok alat : Rp.
1.200.000,-
b. Umur pakai : 2 tahun.
c. Harga jual setelah 5 tahun : 10%
harga pokok alat = Rp. 120.000,-
d. Bunga modal : 11%
per tahun tunggal.
e. Produksi gas
per hari : 15,88 lt (A1B1); 17,35 lt
(A1B2); 18,03 lt (A2B1); 18,68 lt
(A2B2).
f. Biaya baking soda : Rp. 1800,-/minggu (pH 6);
Rp. 3800/minggu (pH7).
g. Operator (2
orang) : @ Rp. 781,25,- /jam
=
Rp. 300.000,-/tahun.
h. Jam kerja per
tahun : 192 jam.
Biaya per satuan kerja untuk memproduksi bio gas
menggunakan prototipe reaktor bio gas diketahui untuk variasi perlakuan variasi
perlakuan suhu 30oC dan pH 6 (A1B1), suhu 30oC dan pH 7 (A1B2), suhu 40oC dan pH
6 (A2B1) dan suhu 40oC dan pH 7 (A2B2) berturut-turut sebanyak Rp. 156,-; Rp. 158;
Rp. 137; Rp. 147,-.
Ketersediaan
bahan bakar untuk pemenuhan kebutuhan manusia merupakan sebuah komponen utama permasalahan yang harus
segera ditangani secara tepat dan memiliki kemampuan penyediaan energi dalam
jangka waktu yang tidak terbatas. Pemanfaatan bio gas sebagai energi alternatif
selalu lebih menguntungkan mengingat bahan baku yang selalu tersedia selama
masih terdapat bio massa dalam jumlah yang cukup di bumi ini.
Pengembangan
prototipe reaktor bio gas ini ke arah
penggunaan praktis dalam skala rumah tangga dan industri kecil akan menciptakan
sebuah peluang yang sangat besar bagi kemajuan mikro dan makro ekonomi
Indonesia mengingat krisis energi fosil mengakibatkan harga minyak mentah dunia
melonjak mencapai taraf yang tidak mampu dicapai oleh rumah tangga menengah ke
bawah maupun industri kecil yang memiliki potensi sangat besar untuk berkembang
di Indonesia.
Tabel 4.2
Biaya Pemakaian Prototipe Reaktor Bio Gas
Komponen Biaya
|
Biaya (Rp.)
|
|||
A1B1
|
A1B2
|
A2B1
|
A2B2
|
|
a) Biaya Tetap
Nilai penyusutan
Nilai investasi
Pemeliharaan (R&M)
Total
b) Biaya Operasional
Tenaga
kerja
Biaya
baking soda
Total
|
540.000
72.600
41.472
654.072
150.000
86.400
236.400
|
540.000
72.600
41.472
654.072
150.000
182.400
332.400
|
540.000
72.600
41.472
654.072
150.000
86.400
236.400
|
540.000
72.600
41.472
654.072
150.000
182.400
332.400
|
Total Biaya Pengoperasian (per tahun)
|
890.472
|
986.472
|
890.472
|
986.472
|
c) Biaya per Satuan Kerja
|
156
|
158
|
137
|
147
|
Sumber:
Data primer.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Prototipe
reaktor bio gas yang telah dibuat menggunakan kotoran sapi sebagai bahan baku
dengan variasi perlakuan temperatur digester dan derajat keasaman (pH) sludge. Dalam mengoperasikan reaktor bio
gas ini diperlukan dua orang operator. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1.
Kapasitas
produksi bio gas untuk variasi perlakuan variasi perlakuan suhu 30oC
dan pH 6 (A1B1), suhu 30oC
dan pH 7 (A1B2), suhu 40oC dan pH 6 (A2B1) dan suhu 40oC
dan pH 7 (A2B2) berturut-turut besarnya
15,88; 17,35; 18,03; 18,68 liter bio gas per hari, sedangkan kapasitas produksi
bio gas dengan perlakuan kontrol sebesar 14,3 liter per hari. Sehingga dapat
diketahui produksi bio gas dengan pengaturan temperatur digester dan derajat keasaman sludge
lebih besar dari pada tanpa perlakuan (kontrol).
2.
Apabila
produksi bio gas akan ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan rumah tangga harian
yaitu 2,8 m3 maka diperlukan sebuah digester dengan volume sebesar 4,7 m3. Dengan demikian
reaktor bio gas hasil penelitian ini lebih memungkinkan untuk diaplikasikan
untuk skala rumah tangga dan industri kecil.
3.
Hasil
uji fungsional menunjukkan prototipe reaktor bio gas mampu berfungsi
sebagaimana perancangan dan desain yang diinginkan. Digester bebas dari kebocoran cairan dan gas, boiler dan pipa spiral mampu menaikkan suhu digester yang dipenuhi air sampai 49,6oC dalam 60 menit.
4.
Hasil
uji elementer menunjukkan prototipe reaktor bio gas mampu menghasilkan bio gas
apabila diaplikasikan dengan bahan yang sesungguhnya (limbah sapi).
5.
Hasil
uji ergonomika menunjukkan bahwa kemudahan terletak pada jam kerja operator
yang tidak terlalu lama dan kemudahan pemahaman operasional alat. Sedangkan
kesulitan operator terjadi karena letak mulut inlet tank terlalu tinggi dan
pengadukan sludge secara manual
menyebabkan keletihan dan rasa pegal pada operator.
6.
Kinerja
prototipe reaktor bio gas memiliki kelemahan pada outlet pit yang terlalu kecil sehingga sebagian sludge
keluar melalui inlet tank saat mendapat tekanan dari bio gas, volume
pipa spiral terlalu kecil sehingga hanya mampu meningkatkan suhu sludge sampai
38,7oC, material yang digunakan dalam pembuatan reaktor bio gas
tidak tahan terhadap korosi sehingga
umur pakai reaktor relatif singkat.
7.
Dengan
prototipe reaktor bio gas ini maka bio gas sebagai sumber energi alternatif
bagi rumah tangga dan industri kecil dapat dikembangkan dengan penyempurnaan
kinerja reaktor bio gas selanjutnya.
5.2 Saran
1.
Penyempurnaan
reaktor bio gas perlu dilakukan lebih lanjut dengan memperhatikan faktor
material pembangun reaktor, perbandingan besar lubang inlet tank dan outlet pit,
perbandingan volume pipa spiral dan volume digester
serta penyempurnaan sistem pemanasan boiler.
2.
Perlu
diperhatikan kenyamanan operator dalam memasukkan sludge ke dalam digester
sehingga operator tidak perlu mengangkat bak terlalu tinggi saat pemasukan sludge, selain itu operator harus
dilengkapi dengan perlengkapan keselamatan kerja seperti masker, sarung tangan
karet dan sepatu karet.
3.
Pengembangan
prototipe reaktor bio gas ke arah aplikasi secara nyata harus memperhatikan
kemudahan pengoperasian dan perawatan serta mempertimbangan kondisi sosial
ekonomi masyarakat sehingga reaktor bio gas mampu berdaya guna lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Arora, S. P. (1989). Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Cooney, C.L. (1983). Bioreactors: Design and Operation.
Nature Publishing Co. New York .
Gracelon, J., Clark, J. (tanpa tahun). Waste Digester Design. University of Florida Civil Engineering
(www.ce.ufl.edu). Florida .
Judoamidjojo, M., Darwis, A. A. dan Sa’id, E. G.
(1992). Teknologi Fermentasi. CV
Rajawali. Jakarta .
Koottatep, S., Ompont, M., Hwa dan J. Tay. (tanpa
tahun). Bio-gas: GP Option for Community
Development. Asian Productivity Organization (www.apo-tokyo.org). Tokyo .
Prescot, S.C. dan C.G. Dunn. (1959). Industrial Microbiology. McGrawHill Book
Co. New York .
Sahidu, S. (1983). Kotoran Ternak Sebagai Sumber Energi. Dewaruci Press. Jakarta.
Salim, N. (2005). Indonesia Menyongsong
Protokol Kyoto. Koran Tempo. Jakarta .
Smith, John E. (1995). Bioteknologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta .
Sosroamidjojo, S. 1975. Ternak Potong dan Kerja. CV. Yasaguna. Jakarta .
Srivastava,
A. K., Goering C. E dan R. P. Rohrbach. (1993). Engineering Principles of
Agriculture Machines. ASAE Textbook Number 6, American Society of
Agricultural Engineers.
Tillman A.D. (1976). Animal Nutrition. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Wagito. (1986). Suatu Tinjauan Tentang Alat Dan
Mesin Pertanian Di Indonesia. Laboratorium Mekanisasi Pertanian Jurusan
Teknologi Pertanian Universitas Jember. Jember.
Wilson, GD. (1977). Handbook
of Solid Waste Management. Van Nostrand Reihold Co. New York .
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 2. Data Uji Elementer
Data produksi harian bio gas pada tiap perlakuan
Umur isian
|
Perlakuan
|
Suhu gas
|
Tekanan gas
|
Volume gas
|
(hari)
|
(oC)
|
(gram.cm-2)
|
(liter)
|
|
1
|
Kontrol
|
31,5
|
5,4
|
28,8
|
A1B1
|
32,4
|
6,2
|
32,2
|
|
A1B2
|
34,2
|
5,9
|
30,7
|
|
A2B1
|
31,6
|
6,8
|
35,4
|
|
A2B2
|
34,1
|
7,5
|
39
|
|
2
|
Kontrol
|
30,6
|
8,4
|
43,7
|
A1B1
|
31,8
|
9,3
|
48,4
|
|
A1B2
|
33,6
|
8,6
|
44,7
|
|
A2B1
|
31,8
|
10,2
|
53
|
|
A2B2
|
34,6
|
12,3
|
63,9
|
|
3
|
Kontrol
|
30,8
|
11,2
|
58,2
|
A1B1
|
32,1
|
11,9
|
61,9
|
|
A1B2
|
33,6
|
12,5
|
65
|
|
A2B1
|
31,7
|
13,6
|
70,7
|
|
A2B2
|
33,5
|
15,2
|
79
|
|
4
|
Kontrol
|
31,2
|
12,3
|
63,9
|
A1B1
|
31,2
|
16,3
|
84,8
|
|
A1B2
|
34,3
|
15,7
|
81,6
|
|
A2B1
|
32,2
|
16,6
|
86,3
|
|
A2B2
|
33,4
|
18,1
|
94,1
|
|
5
|
Kontrol
|
30,4
|
15,6
|
81,1
|
A1B1
|
30,9
|
18
|
93,6
|
|
A1B2
|
34
|
18,2
|
94,6
|
|
A2B1
|
32,2
|
19,2
|
99,8
|
|
A2B2
|
34,2
|
20,2
|
105
|
|
6
|
Kontrol
|
30,6
|
16,3
|
84,76
|
A1B1
|
32,2
|
18,4
|
95,7
|
|
A1B2
|
33,6
|
20
|
104,1
|
|
A2B1
|
31,6
|
20,8
|
108,2
|
|
A2B2
|
34,4
|
21,6
|
112,1
|
Keterangan :
- A1 = Temperatur 30oC
A2 =
Temperatur 40oC
B1 =
pH 6
B2 =
pH 7
-
Pengukuran tekanan dan volume dilakukan setiap hari pada
pukul 13.00 WIB
Grafik perubahan tekanan harian tiap perlakuan
Lampiran 3. Data Volume Bio Gas dan Selisih
Produksi Harian
Kontrol
Umur Isian
|
Volume
|
Selisih produksi
|
(hari)
|
(liter)
|
(liter)
|
0
|
0
|
0
|
1
|
28,8
|
28,8
|
2
|
43,7
|
14,9
|
3
|
58,2
|
14,5
|
4
|
63,9
|
5,7
|
5
|
81,1
|
17,2
|
6
|
84,76
|
3,66
|
|
rata-rata
|
14,13
|
A1B1
Umur Isian
|
Volume
|
Selisih produksi
|
(hari)
|
(liter)
|
(liter)
|
0
|
0
|
0
|
1
|
32,2
|
32,2
|
2
|
48,4
|
16,2
|
3
|
61,9
|
13,5
|
4
|
84,8
|
22,5
|
5
|
93,6
|
8,8
|
6
|
95,7
|
2,1
|
|
rata-rata
|
15,88
|
A1B2
Umur Isian
|
Volume
|
Selisih produksi
|
(hari)
|
(liter)
|
(liter)
|
0
|
0
|
0
|
1
|
30,7
|
30,7
|
2
|
44,7
|
14
|
3
|
65
|
20,3
|
4
|
81,6
|
16,6
|
5
|
94,6
|
13
|
6
|
104,1
|
9,5
|
|
rata-rata
|
17,35
|
A2B1
Umur Isian
|
Volume
|
Selisih produksi
|
(hari)
|
(liter)
|
(liter)
|
0
|
0
|
0
|
1
|
35,4
|
35,4
|
2
|
53
|
17,6
|
3
|
70,7
|
17,7
|
4
|
86,3
|
15,6
|
5
|
99,8
|
13,5
|
6
|
108,2
|
8,4
|
|
rata-rata
|
18,03
|
A2B2
Umur Isian
|
Volume
|
Selisih produksi
|
(hari)
|
(liter)
|
(liter)
|
0
|
0
|
0
|
1
|
39
|
39
|
2
|
63,9
|
24,9
|
3
|
79
|
15,1
|
4
|
94,1
|
15,1
|
5
|
105
|
10,9
|
6
|
112,1
|
7,1
|
|
rata-rata
|
18,68
|
Grafik lengkung produksi harian bio gas setiap perlakuan.
Lampiran 4. Data
Harian Temperatur Digester dan
Temperatur Ruang
Kontrol
Hari
|
Jam
|
Temperatur Ruang
|
Temperatur Digester
|
1
|
08.00
|
25.0
|
24.7
|
09.00
|
27.1
|
26.3
|
|
10.00
|
29.6
|
28.1
|
|
11.00
|
30.2
|
29.3
|
|
12.00
|
30.0
|
28.7
|
|
13.00
|
29.6
|
28.4
|
|
2
|
08.00
|
25.8
|
25.2
|
09.00
|
27.2
|
26.1
|
|
10.00
|
29.4
|
28.5
|
|
11.00
|
30.6
|
29.0
|
|
12.00
|
31.5
|
29.8
|
|
13.00
|
29.7
|
29.6
|
|
3
|
08.00
|
25.6
|
24.7
|
09.00
|
26.2
|
24.9
|
|
10.00
|
26.8
|
25.5
|
|
11.00
|
28.3
|
26.8
|
|
12.00
|
29.4
|
27.7
|
|
13.00
|
29.1
|
28.0
|
|
4
|
08.00
|
25.7
|
24.4
|
09.00
|
26.2
|
25.1
|
|
10.00
|
27.4
|
25.8
|
|
11.00
|
29.3
|
27.3
|
|
12.00
|
29.0
|
27.9
|
|
13.00
|
28.7
|
27.1
|
|
5
|
08.00
|
26.3
|
25.8
|
09.00
|
27.9
|
26.3
|
|
10.00
|
29.6
|
27.1
|
|
11.00
|
31.4
|
28.6
|
|
12.00
|
31.4
|
29.3
|
|
13.00
|
30.0
|
29.4
|
|
6
|
08.00
|
27.0
|
26.1
|
09.00
|
28.2
|
27.5
|
|
10.00
|
29.6
|
27.9
|
|
11.00
|
30.7
|
28.6
|
|
12.00
|
31.2
|
28.9
|
|
13.00
|
30.4
|
28.5
|
A1B1
Hari
|
Jam
|
Temperatur Ruang
|
Temperatur Digester
|
1
|
08.00
|
26.3
|
25.4
|
09.00
|
28.7
|
28.6
|
|
10.00
|
28.7
|
29.0
|
|
11.00
|
29.3
|
29.4
|
|
12.00
|
29.6
|
30.1
|
|
13.00
|
29.7
|
30.7
|
|
2
|
08.00
|
25,5
|
26.2
|
09.00
|
26,7
|
28.4
|
|
10.00
|
28.3
|
29.7
|
|
11.00
|
29.1
|
30.3
|
|
12.00
|
29.4
|
30.0
|
|
13.00
|
30.2
|
29.6
|
|
3
|
08.00
|
25.9
|
25.2
|
09.00
|
27.1
|
27.3
|
|
10.00
|
29.4
|
28.1
|
|
11.00
|
29.5
|
29.6
|
|
12.00
|
30.4
|
30.1
|
|
13.00
|
29.8
|
30.3
|
|
4
|
08.00
|
26.5
|
26.2
|
09.00
|
28.7
|
29.5
|
|
10.00
|
29.6
|
29.7
|
|
11.00
|
30.4
|
30.5
|
|
12.00
|
29.8
|
30.1
|
|
13.00
|
29.2
|
29.8
|
|
5
|
08.00
|
25.6
|
24.7
|
09.00
|
28.1
|
29.8
|
|
10.00
|
28.8
|
30.4
|
|
11.00
|
30.7
|
31.2
|
|
12.00
|
30.6
|
31.6
|
|
13.00
|
29.3
|
30.8
|
|
6
|
08.00
|
25.8
|
25.6
|
09.00
|
27.9
|
28.7
|
|
10.00
|
29.6
|
29.4
|
|
11.00
|
31.4
|
30.8
|
|
12.00
|
31.2
|
31.4
|
|
13.00
|
30.7
|
30.9
|
A1B2
Hari
|
Jam
|
Temperatur Ruang
|
Temperatur Digester
|
1
|
08.00
|
25,5
|
25.3
|
09.00
|
28.7
|
29.2
|
|
10.00
|
29.4
|
33.6
|
|
11.00
|
30.7
|
35.4
|
|
12.00
|
30.6
|
37.2
|
|
13.00
|
29.3
|
38.0
|
|
2
|
08.00
|
25.8
|
25.5
|
09.00
|
27.3
|
28.7
|
|
10.00
|
28.7
|
34.4
|
|
11.00
|
30.4
|
37.1
|
|
12.00
|
31.5
|
38.6
|
|
13.00
|
30.7
|
38.1
|
|
3
|
08.00
|
25.8
|
25.4
|
09.00
|
26,7
|
29.3
|
|
10.00
|
29.3
|
32.2
|
|
11.00
|
30.4
|
36.2
|
|
12.00
|
30.2
|
37.7
|
|
13.00
|
29.8
|
38.4
|
|
4
|
08.00
|
26.2
|
25.4
|
09.00
|
27.5
|
27.9
|
|
10.00
|
29.0
|
31.3
|
|
11.00
|
30.3
|
36.4
|
|
12.00
|
31.2
|
38.3
|
|
13.00
|
30.1
|
38.1
|
|
5
|
08.00
|
25.6
|
25.2
|
09.00
|
27.2
|
28.4
|
|
10.00
|
29.2
|
33.8
|
|
11.00
|
29.3
|
38.2
|
|
12.00
|
30.7
|
38.4
|
|
13.00
|
31.0
|
38.7
|
|
6
|
08.00
|
26.2
|
25.5
|
09.00
|
27.9
|
28.7
|
|
10.00
|
29.2
|
32.9
|
|
11.00
|
29.8
|
35.4
|
|
12.00
|
29.0
|
38.2
|
|
13.00
|
28.4
|
38.3
|
A2B1
Hari
|
Jam
|
Temperatur Ruang
|
Temperatur Digester
|
1
|
08.00
|
26.8
|
25.4
|
09.00
|
27.1
|
28.3
|
|
10.00
|
28.3
|
29.3
|
|
11.00
|
29.2
|
30.2
|
|
12.00
|
31.5
|
29.7
|
|
13.00
|
29.7
|
30.3
|
|
2
|
08.00
|
25.6
|
25.6
|
09.00
|
27.3
|
28.6
|
|
10.00
|
28.1
|
29.1
|
|
11.00
|
29.0
|
30.4
|
|
12.00
|
30.2
|
30.1
|
|
13.00
|
30.0
|
29.7
|
|
3
|
08.00
|
26.2
|
25.3
|
09.00
|
27.8
|
28.8
|
|
10.00
|
29.3
|
29.4
|
|
11.00
|
29.7
|
29.8
|
|
12.00
|
30.8
|
30.3
|
|
13.00
|
30.9
|
30.1
|
|
4
|
08.00
|
25.6
|
25.9
|
09.00
|
26.7
|
29.0
|
|
10.00
|
28.3
|
30.2
|
|
11.00
|
29.9
|
31.1
|
|
12.00
|
30.2
|
30.4
|
|
13.00
|
29.8
|
29.6
|
|
5
|
08.00
|
26.7
|
25.4
|
09.00
|
28.5
|
28.8
|
|
10.00
|
29.1
|
29.8
|
|
11.00
|
29.3
|
30.5
|
|
12.00
|
30.2
|
30.2
|
|
13.00
|
31.2
|
29.8
|
|
6
|
08.00
|
25.9
|
26.2
|
09.00
|
26.9
|
28.4
|
|
10.00
|
28.0
|
29.2
|
|
11.00
|
29.2
|
29.8
|
|
12.00
|
29.1
|
30.4
|
|
13.00
|
30.2
|
30.9
|
A2B2
Hari
|
Jam
|
Temperatur Ruang
|
Temperatur Digester
|
1
|
08.00
|
25.6
|
26.3
|
09.00
|
27.2
|
29.4
|
|
10.00
|
29.6
|
31.3
|
|
11.00
|
29.6
|
33.2
|
|
12.00
|
31.0
|
36.2
|
|
13.00
|
30.0
|
38.1
|
|
2
|
08.00
|
25.8
|
26.1
|
09.00
|
26.2
|
28.4
|
|
10.00
|
27.1
|
29.8
|
|
11.00
|
29.0
|
33.4
|
|
12.00
|
29.1
|
36.2
|
|
13.00
|
28.2
|
38.3
|
|
3
|
08.00
|
25.7
|
26.3
|
09.00
|
26.0
|
29.6
|
|
10.00
|
27.2
|
33.1
|
|
11.00
|
29.3
|
35.0
|
|
12.00
|
30.0
|
36.8
|
|
13.00
|
31.2
|
37.9
|
|
4
|
08.00
|
25.8
|
26.1
|
09.00
|
26.2
|
29.2
|
|
10.00
|
27.4
|
31.3
|
|
11.00
|
29.1
|
35.1
|
|
12.00
|
30.1
|
37.3
|
|
13.00
|
31.0
|
38.2
|
|
5
|
08.00
|
25.9
|
25.5
|
09.00
|
26.3
|
29.2
|
|
10.00
|
27.5
|
32.9
|
|
11.00
|
29.1
|
33.8
|
|
12.00
|
30.0
|
35.4
|
|
13.00
|
30.1
|
38.2
|
|
6
|
08.00
|
25.7
|
24.8
|
09.00
|
27.0
|
28.3
|
|
10.00
|
28.1
|
30.1
|
|
11.00
|
29.2
|
34.1
|
|
12.00
|
30.2
|
36.2
|
|
13.00
|
30.1
|
38.0
|
Lampiran 5. Perhitungan Analisis Biaya Penggunaan
Prototipe Reaktor Bio Gas
1) komponen perhitungan biaya prototipe
reaktor bio gas.
a. Harga pokok alat : Rp.
1.200.000,-
b. Umur pakai : 2 tahun.
c. Harga jual setelah 5 tahun : 10%
harga pokok alat = Rp. 120.000,-
d. Bunga modal : 11%
per tahun tunggal.
e. Produksi gas
per hari : 15,88 lt (A1B1); 17,35 lt
(A1B2); 18,03 lt (A2B1); 18,68 lt
(A2B2).
f. Produksi
gas per tahun : 5716,8 lt (A1B1); 6246
lt (A1B2); 6490,8 lt (A2B1); 6724,8
lt (A2B2).
g. Biaya baking soda : Rp. 1800,-/minggu (pH6)
Rp.
3800/minggu (pH7).
h. Operator (2 orang) : @ Rp. 781,25,- /jam
=
Rp. 300.000,-/tahun.
i. Jam kerja per tahun : 192 jam.
Dengan asumsi dan pertimbangan
faktor-faktor tersebut di atas, perhitungan biaya dapat dijelaskan sebagai
berikut.
a.
Biaya
tetap
(1) nilai penyusutan (D) =
(2) nilai investasi (I) =
= Rp. 72.600,-
(3)
pemeliharaan (R&M) =
0,00018 x Rp.1.200.000 x 192
= Rp.
41.472,-
Total (1), (2) dan (3) adalah biaya tetap
prototipe reaktor bio gas hasil rancangan ini berarti sebesar Rp. 654.072,-
b.
Biaya
operasional variasi perlakuan A1B1 dan A2B1:
(1) tenaga kerja =
(48 hr/th x 4 jam x Rp. 781,25/jam) x 2 orang
= Rp. 150.000,-
per tahun
(2) baking soda =
(0,9 gr x 200 lt x Rp. 10/gr) x 48
= Rp. 86.400,-
per tahun.
Total (1), (2) = Rp. 236.400,- per tahun
Dengan
demikian total biaya yang harus dikeluarkan ,-
c. - Biaya per satuan kerja (A1B1)
=
= Rp.
156,-/lt
- Biaya per satuan kerja (A2B1)
=
= Rp.
137,-/lt
d.
Biaya
operasional variasi perlakuan A1B2 dan A2B2:
(1) tenaga kerja =
(48 hr/th x 4 jam x Rp. 781,25/jam) x 2 orang
= Rp. 150.000,-
per tahun
(2) baking soda =
(1,9 gr x 200 lt x Rp. 10/gr) x 48
= Rp. 182.400,-
per tahun.
Total (1), (2) = Rp. 332.400,- per tahun
Dengan demikian total biaya yang harus
dikeluarkan Rp. 986.472,-
e. - Biaya per satuan kerja (A1B2)
=
= Rp.
158,-/lt
- Biaya per satuan kerja (A2B2)
=
= Rp.
147,-/lt
Lampiran 6. Hasil Wawancara Mengenai Kenyamanan Prototipe Reaktor Bio Gas
1. Teguh Widyatno
Bagian reaktor
|
Hasil wawancara
|
- Inlet tank
- Digester
- Outlet pit
- Boiler
- Umum
|
Posisi terlalu tinggi sehingga menyulitkan
pengisian sludge.
Konstruksi sudah bagus karena terbukti mampu
memproduksi bio gas dengan relatif cepat namun untuk saluran pembilasan digester letaknya terlalu tersembunyi
sehingga menyulitkan operator dalam melakukan pembilasan.
Terlalu sempit sehingga sebagian sludge keluar melalui inlet tank.
Desain sudah cukup bagus sehingga tidak
membahayakan operator namun perlu dikaji kembali volume pipa spiral yang
optimal untuk meningkatkan suhu digester
seperti perancangan.
Karena dimensinya tidak terlalu besar maka
sangat mudah ditempatkan di tempat sempit namun sebaiknya diberi roda untuk
memudahkan transportasi reaktor bio gas apabila diperlukan.
|
2. Firmansyah
Bagian reaktor
|
Hasil wawancara
|
- Digester
- Outlet pit
- Boiler
- Umum
|
Mampu menghasilkan bio gas dengan cepat dan
kandungan metan cukup tinggi, namun lebih baik jika posisi digester dibuat vertikal dan diberi
penampung gas.
Outlet pit sering tersumbat sehingga memerlukan
perbaikan lebih lanjut.
Volume pipa spiral perlu diperbesar agar mampu
mencapai suhu yang diinginkan.
Bahan pembuat reaktor sangat mudah didapat dan
biaya pembuatan murah namun tidak tahan terhadap karat.
|
3. Tries Wahyu B P.
Bagian reaktor
|
Hasil wawancara
|
- Inlet tank
- Digester
- Outlet pit
- Boiler
- Manometer
- Umum
|
Posisi inlet
tank lebih baik bila rata dengan permukaan tanah sehingga memudahkan
pemasukan sludge.
Kemampuan menghasilkan bio gas sangat bagus
namun terjadi kesulitan dalam mengukur volume gas yang dihasilkan. Lubang
pembilasan digester sulit
dijangkau.
Lubang terlalu kecil sehingga sering tersumbat.
Pipa spiral kurang mampu meningkatkan suhu sludge secara merata sehingga perlu
diperhitungkan rasio volumenya.
Manometer yang digunakan terlalu sederhana sehingga
memerlukan pipa plastik yang cukup panjang untuk mengukur tekanan yang
terjadi.
Pengoperasian reaktor mudah dan cukup efisien
|
Lampiran 1.
Desain Prototipe Reaktor Bio Gas Limbah Sapi.
a. Gambar Tampak Depan
b. Gambar Tampak Belakang
c. Gambar Tampak Samping Kiri
Keterangan
gambar:
(1) inlet tank; (5) pipa spiral;
(2) digester; (6) outlet
pit;
(3) boiler; (7)
lubang pembilasan.
(4) outlet gas;
0 komentar:
Post a Comment