Sifat Fisik dan Kimia Secara Aktual dan Potensial Dalam Rangka Penilaian Kelas Kesesuaian Untuk Tanaman Karet
di Desa Tanjung Serang Kecamatan Kayu Agung
Kabupaten Ogan
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Lahan merupakan
sumber daya alam yang sangat penting untuk pengembangan usaha pertanian,
terutama untuk memenuhi kebutuhan sandang dan pangan. Permasalahan dalam
penggunaan lahan sifatnya umum di seluruh dunia, baik di negara sedang
berkembang, terutama akan menjadi menonjol bersama dengan terjadinya
peningkatan jumlah penduduk dan proses industrialisasi. Meningkatnya kebutuhan
dan persaingan dalam penggunaan lahan baik untuk keperluan produksi pertanian
maupun untuk keperluan lainnya memerlukan pemikiran yang seksama dalam
mengambil keputusan yang paling menguntungkan dari sumberdaya lahan yang
terbatas. Disamping itu perlu juga melakukan tindakan konservasi untuk
penggunaan yang berkelanjutan (Rahman, 1995).
Lahan kering di Indonesia pada
umumnya adalah Aluvial yang tersebar luas di daerah Sumatera, Kalimantan ,
Sulawesi dan Irian Jaya. Aluvial sering
dijumpai dari dataran rendah disepanjang aliran sungai, rawa air tawar, pasang
surut teras sungai, sampai daerah dengan ketinggian mencapai 1000 meter diatas
permukaan laut, sepanjang lembah-lembah aliran sungai di pegunungan. Bila draenase air sempurna maka tanah ini
sangat produktif (Hakim et al.,
1986).
Evaluasi
sumber daya lahan merupakan proses untuk menduga potensi suatu lahan untuk
berbagai penggunaan. Kerangka dasar
evaluasi sumber daya lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan
untuk penggunaan tertentu dengan sifat sumber daya yang ada pada lahan tersebut
(Sitorus, 1998).
Menurut Hardjowigeno et al,. (1999), bahwa hasil evaluasi
lahan tersebut digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan
tata guna lahan yang rasional sehingga tanah dapat digunakan secara optimal.
Untuk
dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh, salah satu masukan yang
diperlukan adalah tersedianya informasi aktual mengenai faktor fisik lingkungan
yang meliputi sifat-sifat dan potensial lahan. Keterangan tersebut dapat
diperoleh antara lain melalui kegiatan survai tanah yang diikuti analisa
laboratorium dan evaluasi sumberdaya lahan.
Salah satu penggunaan lahan adalah untuk
tanaman karet (Hevea brasilliensis
Muell. Arg.). Tanaman karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang
memiliki peranan penting dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Indonesia
merupakan negara dengan perkebunan karet terluas dunia. Luas areal karet di
Indonesia telah mencapai 3.262.291 hektar. Dari total areal perkebunan karet di
Indonesia tersebut 84,5% diantaranya merupakan kebun milik rakyat, 8,4% milik
swasta dan hanya 7,1% yang merupakan milik negara ( Setiawan et al, 2007).
Menurut
Setiawan (2007), rendahnya produktivitas karet alam Indonesia disebabkan
sebagian besar atau lebih 84% perkebunan karet yang ada merupakan perkebunan
karet rakyat yang tidak dikelola secara propesional.
Berdasarkan
permasalahan dan potensi yang ada maka perlu dilakukan suatu kegiatan untuk
mengetahui kualitas sifat fisik dan kimia tanah serta menduga potensi lahan tersebut
agar dapat dimanfaatkan sebagai lahan pengembangan tanaman karet di sekitar
areal Desa Tanjung Serang Kecamatan Kayu Agung Kabupaten Ogan Komering Ilir.
B. Tujuan
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai sifat fisik dan
kimia secara aktual dan potensial dalam rangka penilaian kelas kesesuaian untuk
tanaman karet di Desa Tanjung Serang Kecamatan Kayu Agung Kabupaten Ogan
Komering Ilir.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lahan Kering
Menurut Biro Pusat Statistik (2000), sekitar 58,5%
dari luas daratan Indonesia (111,4 juta hektar) merupakan lahan kering. Lahan kering adalah lahan yang dapat
digunakan untuk usaha pertanian dan membutuhkan air dalam jumlah yang terbatas. Sebagian besar lahan kering bergantung pada
hujan untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman.
Sifat
fisik tanah pada lahan kering kurang baik, yaitu berstruktur padat, kelembapan
lapisan tanah atas (top soil) maupun
lapisan tanah bawah (sub soil)
rendah, sirkulasi udara agak terhambat, dan kemampuan tanah untuk menyimpan air
relatif rendah (Mahadelswara, 2004).
Menurut Semaoen et al. (1991) dalam Guritno et al. (1997), ciri utama yang menonjol
di lahan kering adalah terbatasnya air, makin menurunnya produktifitas lahan,
tingginya variabilitas kesuburan tanah dan macam spesies tanaman yang ditanam
serta aspek sosial, ekonomi dan budaya. Sedangkan Dudung (1991) dalam Guritno et al. (1997) berpendapat bahwa keadaan
lahan kering umumnya adalah lahan tadah hujan yang lebih peka terhadap erosi, terutama
jika keadaan tanah miring dan tidak tertutup vegetasi.(www.google.com).
Lahan kering sebagian besar
terdiri dari tanah-tanah ultisol, inceptisol/aluvial, alfisol, dan oksisol,
namun tetap berpotensi untuk dikembangakan sebagai lahan yang produktif dengan
pemilihan teknologi dan jenis komoditi yang sesuai (Mahadelswara, 2004).
Alluvial merupakan tanah yang berkembang
dari bahan alluvium muda (recen), mempunyai susunan berlapis atau kadar
C-organik tidak teratur dengan kadar fraksi pasir kurang dari 60% pada
kedalaman antara 25 – 100cm dari permukaan tanah mineral (Pusat Penelitian
Tanah, 1993). Tanah aluvial
hanya meliputi lahan yang sering atau baru saja mengalami banjir, atau
merupakan hasil endapan bahan-bahan koluvial akibat angkutan dari daerah di
atasnya. (www.google.com)
Tanah Aluvial dengan warna kelabu
kekuningan (disebut Aluvial Kelabu Kekuningan) berkembang di daerah dengan
tingkat drainasi yang baik. Tanah Aluvial Kelabu Kekuningan pada umumnya
mempunyai masalah dengan kekurangan air. (www.google.com).
B. Survei
dan Evaluasi Lahan
Survai
adalah uraian keseluruhan dari aktifitas dan proses, termasuk didalamnya adalah
perumusan tujuan prosedur perencanaan, komplikasi data dan ekstraksi informasi
dalam bentuk peta, laporan dan sebagainya (Abdullah, 1993).
Menurut
Siswomartono (1989), survai tanah merupakan istilah umum untuk penyelidikan
tanah sistematik dilapangan, di laboratorium, deskripsi klasifikasi, pemetaan
jenis tanah, penafsiran (interpretasi) tanah menurut kesesuaian tanah bagi
tanaman rumput, pohon serta perilaku tanah dibawah pemakaian atau perlakuan
untuk produktivitasnya dalam pengelolaan yang berbeda-beda.
Survai
tanah dilakukan untuk menentukan tingkat kemampuan lahan secara keseluruhan,
sebagai bahan pemetaan tanah dalam hubungan dengan penentuan klasifikasi tanah.
Lahan-lahan yang telah disurvai digolongkan dala kelas-kelas yang sesuai dengan
kemampuannya, berdasarkan dengan faktor-faktor yang bersifat menghambat dalam
pemanfaatannya lahan tersebut terutama untuk bidang pertanian.
Faktor-faktor
yang menunjang adalah data-data mengenai sifat fisik, kimia dan biologi tanah
termasuk bentuk wilayah, iklim dan lain-lain secara keseluruhan baik sampai
sangat baik. Faktor-faktor penghambat
seperti sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang jelek, keadaan iklim
yang tidak sesuai, bentuk wilayah berlereng, dan berbukit-bukit, sering terjadi
genangan air serta salinitas yang tinggi.
Setelah
melakukan kegiatan survai dan pemetaan sumber daya lahan di lapangan, kegiatan
selanjutnya adalah mengevaluiasi lahan.
Evaluasi lahan pada dasarnya merupakan proses untuk menduga potensi
sumber daya lahan untuk berbagai penggunaan.
Adapun kerangka yang mendasar dari evaluasi sumber daya lahan adalah
membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu
dengan sifat sumber daya yang ada pada lahan tersebut (Sitorus, 1983).
Menurut
CSR/FAO (1983), bahwa dalam evaluasi lahan sifat-sifat lingkungan fisik dan
kimia suatu wilayah dirincikan dalam kualitas lahan dan setiap kualitas lahan
dapat terdiri dari satu karakteristik lahan, yang umumnya memiliki hubungan
satu sama lainnya. Karakteristik lahan
adalah sifat-sifat tanah yang dapat diukur atau diduga. Kualitas lahan adalah sifat tanah yang
kompleks dan berperan pada penggunaan lahan yang spesifik.
C. Klasifikasi dan Penilaian Kesesuaian
Lahan
Menurut
Seta (1991), klasifikasi kesesuaian lahan merupakan kegiatan pengelompokan
lahan kedalam satuan-satuan khusus menurut kemampuannya untuk digunakan sebagai
penunjang produksi pertanian secara lestari. Menurut Sitorus (1985),
klasifikasi lahan adalah sebagai pengaturan satuan-satuan kedalam berbagai
kategori berdasarkan sifat-sifat lahan atau keadaannya dalam berbagai
penggunaan.
Klasifikasi
lahan yang bersifat kualitatif umumnya didasarkan atas sifat fisik lahan yang
hanya didukung oleh keterangan tentang ekonomi.
Klasifikasi lahan yang bersifat kualitatif mencakup masukan yang banyak
tentang informasi-informasi sosial, ekonomi dan lingkungan (FAO, 1976).
Menurut
Rahim (1991), untuk memperoleh informasi apakah lahan yang akan atau sedang
dimanfaatkan mempunyai kemampuan tertentu, yang berarti bahwa lahan tersebut
memiliki potensi dan kendala tertentu sehingga diperlukan evaluasi kemampuan
lahan (land capability classification)
atau evaluasi kesesuaian lahan.
Sistem
klasifikasi kesesuaian lahan menurut CSR/FAO (1983), terdiri dari empat
kategori yang merupakan tingkat generalisasi yang bersifat menurun yaitu :
1. Ordo
kesesuaian lahan (order) : Menunjukkan jenis atau macam kesesuaian
lahan secara umum.
2. Kelas
kesesuaian lahan (kelas) : Menunjukkan tingkat kesesuaian lahan dalam
ordo.
3. Sub-Kelas
kesesuaian lahan : Menunjukkan jenis pembatas atau macam
perbaikan yang diperlukan dalam kelas.
4. Satuan
kesesuaian lahan : Menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang
diperlukan untuk pengelolaan dalam sub-kelas.
Kesesuaian
lahan dalam tingkat ordo menunjukkan apakan lahan sesuai atau tidak sesuai
untuk penggunaan tertentu. Ordo
kesesuaian lahan dibagi dua :
1. Ordo S : Sesuai
(Suitable), yakni lahan yang dapat
digunakan untuk penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau dengan sedikit
resiko kerusakan terhadap sumber daya alam.
2. Ordo N : Tidak
sesuai (Not Suitable), yakni lahan
yang mempunyai pembatas sehingga mencagah suatu penggunaan secara lestari.
Kesesuaian lahan pada tingkat
kelas menunjukkan bagian lebih lanjut dari ordo dan menggambarkan
tingkat-tingkat kesesuaian dari ordo.
Kelas kesesuaian lahan dibagi lima :
1. Kelas S1 : Sangat
sesuai (Highly Suitable), yaitu lahan tanpa atau mempunyai faktor pembatas, tetapi
tidak berpengaruh terhadap produksi tanaman.
2. Kelas S2 : Cukup
sesuai (Moderatly Suitable), yaitu
lahan yang mempunyai faktor pembatas yang agak serius untuk suatu penggunaan
lestari. Faktor pembatas tersebut akan mengurangi produksi tanaman.
3. Kelas S3 : Sesuai
Marginal (Marginally Suitable), yaitu
lahan yang mempunyai faktor pembatas sangat berat untuk suatu penggunaan yang
lestari.
4. Kelas N1 : Tidak
sesuai sekarang (Currently Not Suitable),
yaitu lahan mempunyai faktor pembatas sangat berat, tetapi masih memungkinkan
untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan
sekarang.
5. Kelas N2 : Tidak
sesuai permanen (Permanetly Not Suitabel),
yaitu lahan yang mempunyai faktor pembatas yang sangat berat sehingga tidak
mungkin untuk digunakan bagi suatu penggunaan lestari.
Menurut
Sitorus (1985), pengelompokkan kedalam sub kelas kesesuaian lahan untuk tanaman
pangan pada tanah mineral ada 13 faktor, sedangkan untuk tanah bergambut dan
gambut ada 15 faktor, yaitu : 1) kedalaman efektif, 2) kelas butir tanah pada
daerah perakaran, 3) air yang tersedia, 4) singkapan batuan permukaan, 5)
kesuburan tanah, 6) reaksi tanah (pH), 7) toksisitas, 8) topografi, 9)
erodibilitas, 10) iklim, 11) kelas drainase, 12) banjir dan genangan, 13)
salinitas, 14) tingkat dekomposisi bahan organik, 15) kedalaman gambut.
Menurut
Rahman (1995), sifat lahan ditentukan dengan memetakan satuan-satuan lahan
dengan kesamaan sifat fisik. Penilaian kesesuaian lahan merupakan suatu
pendekatan yang penting dalam mengarahkan penelitian atau evaluasi lebih lanjut
bagi usaha-usaha pengembangan selanjutnya.
D. Faktor Pembatas Kesesuaian Lahan
Menurut CSR/FAO (1983) dan Pusat Pnelitian Tanah dan Agroklimat (2000),
ada beberapa faktor yang menjadi pembatas dengan simbolnya dalam menentukan
kelas kesesuaian lahan, antara lain :
rezim temperatur (t), ketersediaan
air (w), kondisi perakaran (r), faktor unsur hara (f), ketersediaan unsur hara (n), topografi (s), salinitas (x) dan
bahaya banjir (F).
1. Rezim Temperatur (t)
Faktor
iklim terutama suhu adalah faktor alam yang tidak dapat diubah dan juga
diperbaiki dalam peningkatan kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan
pertanian disuatu daerah (Rahman, 1995)
Menurut
Bunting (1981), temperatur adalah faktor utama yang mempengaruhi tahap
perkembangan tanaman dan panjang periode tanaman mulai dari penanaman sampai
dengan panen. Untuk daratan rendah di
Indonesia rata-rata temperatur harian dari 20oC dan bukan merupakan faktor
yang nyata dalam batas pertumbuhan yang tersedia.
2. Ketersediaan Air (w)
Ketersediaan
air tanah bagi pertumbuhan tanaman ditentukan oleh faktor iklim (khususnya
curah hujan), tanaman dan tanah. Air diperlukan oleh tumbuhan untuk
memenuhi kebutuhan proses metabolisme (Hakim
et al., 1986).
Curah
hujan merupakan unsur yang sangat besar pengaruhnya terhadap ketersediaan air
dalam tanah. Unsur-unsur ini sangat
berpengaruh pula terhadap pola tanam bila tidak ada sumber air yang tersedia. Tetapi tidak semua hujan yang jatuh pada
permukaan tanah adalah efektif. Hal ini ditentukan oleh intensitas curah
hujan, sifat tanah, jenis tanaman yang ditanam dan topografi.
3. Kondisi Perakaran (r)
a.
Drainase
Menurut
CSR/FAO (1983), drainase tanah merupakan kecepatan perpindahan air tanah baik
berupa aliran permjukaan maupun perembesan
air kedalam tanah. Keadaan drainase adalah tanda dari kondisi basah dan
kering tanah tersebut, drainase tanah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu topografi, tekstur, permeabilitas dan ketersediaan air yang berasal dari
curah hujan.
Tingkat
drainase tanah alami dipengaruhi oleh kecepatan perkolasi air melalui tanah,
aerasi dan bagian tanaman-tanaman yang khusus.
Komposisi udara dalam tanah tergantung pada aerasi. Pada drainase tanah yang baik, tanah memiliki
kelembaban dan kandungan karbon dioksida lebih tinggi dari atmosfir.
Kondisi
drainase yang terbatas didalam tanah dan drainase yang sangat jelek atau pada
kondisi yang tergenang maka kandungan oksigen akan menurun dan kecepatan difusi
ke akar tanaman terbatas. Pada tanah
yang drainasenya sangat tinggi maka kehilangan unsur hara melalui pencucian
juga akan meningkat (Bunting, 1981), sedangkan menurut Hakim at al (1986), tujuan drainase tanah
adalah untuk menurunkan muka air tanah sehingga dapat meningkatkan kedalaman
ekfetif perakaran.
b. Tekstur
Tanah
Menurut
Hakim et al (1986), tekstur tanah
merupakan perbandingan relatif antara fraksi debu, liat, dan pasir yang
dinyatakan dalam persen. Tekstur tanah
mempunyai pengaruh yang penting terhadap kemampuan tanah dalam menahan air,
laju infiltrasi, perkolasi, dan peredaran udara didalam tanah. Dengan demikian maka secara tidak langsung
tekstur tanah juga dapat mempengaruhi perkembangan perakaran dan pertumbuhan
tanaman serta efisien dalam pemupukan.
Tekstur
tanah menunjukkan kasar halusnya tanah, maka dari itu berdasarkan atas
perbandingan banyaknya butir-butir, debu dan liat, maka tanah dikelompokkan
kedalam beberapa macam kelas tekstur (Hardjowigeno, 1995).
c. Kedalaman
Efektif
Kedalaman
efektif adalah dalamnya akar tanaman yang dapat menembus lapisan tanah dimana
perakaran dapat tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa adanya hambatan atau
pembatas. Kedalaman efektif merupakan
kedalaman sampai kerikil, padas dan kropos (Hardjowigeno, 1993).
Kedalaman
efektif merupakan faktor pembatas yang tidak dapat diberikan input. Dan kedalaman efektif suatu tanah tidak
sesuai dengan tanaman yang akan dibudidayakan, maka lahan tersebut tidak dapat
digunakan untuk tanaman yang dibudidayakan.
d. Ketebalan
Gambut
Tanah
gambut merupakan tanah yang tersusun dari bahan tanah organik dengan ketebalan
minimal 40 cm atau 60 cm, tergantung bobot jenis (BD) dan tingkat dekomposisi
bahan organiknya (Soil Survey Staff,
1994).
Tanah-tanah
gambut terbentuk dari endapan bahan organik yang terutama berasal dari sisa
jaringan tumbuhan pada masa lampau.
Menurut Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 1994) tingkat dekomposisi
bahan organik dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu fibrik, hemik, dan
saprik.
- Fibrik : merupakan gambut yang mempunyai tingkat
dekomposisi awal, dengan lebih dari tiga perempat bagian volumenya (75%) masih
berupa serat.
- Hemik : merupakan gambut yang mempunyai tingkat
dekomposisi tengahan, sebagian bahan organiknya sudah benar-benar lapuk, dan
sebagian lagi masih berupa serat.
Kandungan serat pada tingkat dekomposisi hemik adalah antara 17-75%
volumenya.
- Saprik : merupakan gambut tingkat dekomposisinya sudah
lanjut dan bahan- bahan kasar/seratnya tinggal sedikit yaitu kurang dari 17% volumenya.
Dalam
pemanfaatan lahan gambut, perlu diperhatikan faktor ketebalan gambut. Identifikasi dan pengelompokan ketebalan
gambut dibagi menjadi 4 kelas yaitu : 1) gambut dangkal (50 - < 100 cm), 2)
gambut sedang (100 - < 200 cm), 3) gambut dalam (200 - < 300 cm), dan
gambut sangat dalam (> 300 cm). Tanah
dengan ketebalan lapisan gambut 0 – 50 cm dikelompokkan sebagai tanah mineral
bergambut (Soil Survey Staff, 1994).
4. Daya Menahan Unsur Hara (f)
a. Reaksi Tanah (pH)
Reaksi
tanah (pH) adalah gambaran diagnostik dari nilai yang khusus atau konsentrasi
ion H. Tanah dikatakan masam, jika pH
nya kecil dari 7, netral jika sama dengan 7 dan basa jika pHnya diatas 7. Jika konsentrasi ion H dalam tanah naik maka
pH tanah turun dan jika ion H dalam tanah turun maka pH tanah akan naik
(Soegiman, 1982).
Faktor
kemasaman tanah digunakan sebagai salah satu faktor pembatas kesesuaian lahan, karena
kemasaman tanah merupakan satu faktor yang berpengaruh terhadap ketersediaan
unsur hara bagi tanaman. Kemasaan tanah merupakan perwujudan dari proses
hancuran iklim dan faktor kimiawi yang berpengaruh terhadap proses pembentukan
tanah (Hakim at al., 1986).
Menurut
Hardjowigeno (1985), pH tanah penting untuk menentukan mudah tidaknya unsur
hara diserap tanaman, menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun dan
dapat mempengaruhi perkembangan mikroorganisme. Pada umumnya unsur hara mudah
diserap akar tanaman pada pH netral.
b. Kapasitas
Tukar Kation (KTK).
Kapasitas
tukar kation (KTK) adalah kemampuan koloid tanah untuk menyerap dan
mempertukarkan kation. Kapasitas tukar kation dari berbagai tanah sangat
beragam, bahkan tanah yang sejenis dapat berada dalam kapasitas tukar kation
(Hakim at al., 1986).
Kapasitas
tukar kation merupakan sifat kimia yang erat hubungannya dengan kesuburan
tanah. Tanah-tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara
lebih baik dari pada tanah dengan KTK rendah. Hal ini disebabkan karena
unsur-unsur hara yang terdapat dalam kompleks jerapan koloid tersebut tidak
hilang tercuci oleh air (Hardjowigeno, 1987).
5. Ketersediaan Unsur Hara (n)
Menurut CRS/FAO (1983), ada beberapa faktor
yang mempengaruhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman, yaitu 1) jumlah hara yang
terdapat di dalam tanah, 2) bentuk hara tersedia, dan ukuran kemampuan tanah
menyediakan hara bagi tanaman 3) kemampuan sistem vegetasi tanah untuk
mensuplai hara selama periode akhir dari tanaman penutup.
Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan
unsur hara didalam tanah. Unsur hara
makro dan mikro harus berada dalam keadaan seimbang. Sisa tanaman juga akan menambah ketersediaan
unsur hara bagi tanaman. Keberadaan
bahan organik di dalam tanah akan menunjang aktivitas mikroorganisme tanah,
sehingga tanah akan menjadi subur dan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman
akan menjadi tersedia. Dengan demikian,
maka tanaman akan dapat tumbuh dengan baik (Hardjowigeno, 1987).
- Salinitas (x)
Salinitas adalah tingkat
keracunan tanah yang disebabkan karena tingginya kadar garam terlarut dalam
tanah yang dipengaruhi oleh pasang surut dan intrusi air laut. Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan
tanaman dapat berpengaruh secara langsung atau tidak langsung. Pengaruh langsung terhadap petumbuhan tanaman
diakibatkan oleh tingginya konsentrasi garam yang terdapat pada tanah terutama
garam NaCl dan karena tingginya potensial osmotik larut tanah. Sedangkan pengaruh tidak langsung adalah
karena pengaruh buruknya terhadap sifat fisika dan kimia tanah (Departemen
Pertanian, 1997).
Menurut Sitorus (1985),
salinitas ditunjukkan oleh daya hantar listrik (DHL) ekstrak tanah dalam
mili-mhos/cm pada 25 oC. Salinitas
diukur pada lapisan tanah 30 cm teratas, atau air tanah yang ada pada kedalaman
30 cm. Pengaruh salinitas terhadap
tanaman dapat diabaikan jika DHL kurang dari 4 mmhos/cm, sedangkan DHL 16
mmhos/cm adalah bersifat merusak.
7.
Topografi (s)
Menurut Hakim at al., (1986), bahwa topografi sangat
mempengaruhi kondisi drainase dan permukaan air. Akumulasi bahan organik biasanya terjadi jika
keadaan drainase tanah jelek, sehingga tanah yang kekurangan oksigen pada
kondisi ini akan mengawetkan bahan organik, terutama jika air tergenang. Pada daerah yang kemiringannya besar sering
terjadi erosi tanah secara terus menerus sehingga subsoil akan muncul kepermukaan tanah. Akibatnya tanah-tanah pada kemiringan yang
besar akan memiliki solum yang tipis, kandungan bahan organik yang rendah bila
dibandingkan dengan tanah-tanah bergelombang dan datar.
Topografi mempengaruhi
perkembangan pembentukan propil tanah yaitu jumlah curah hujan terabsorpsi dan
penyimpanan dalam tanah, tingkat perpindahan tanah bagian atas oleh erosi dan
juga gerakan bahan-bahan dalam suspensi atau larutan dari suatu tempat ketempat
lain. Faktor topografi yang di nilai adalah
tingkat kecuraman lereng, karena terdapatnya perbedaan penting dalam
syarat-syarat pengelolaan tanah untuk tanaman tertentu pada tingkat kecuraman
yang berbeda (Darmawijaya, 1990).
E. Botani Tanaman Karet
Menurut
Tim Penulis Penebar Swadaya (1992), sistematika botani tanaman karet adalah
sebagai berikut :
Divisi : Spermathophyta
Sub
divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis Muell. Arg
Tanaman
karet merupakan tanaman tahunan daerah tropika dan mempunyai daya adaptasi yang
baik dari segi tanah maupun iklim.
Tanaman ini dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah didaerah tropika dan
mempunyai adaptasi yang tinggi pada lingkungan yang bervariasi (Lasminingsih
dan Effendi, 1985).
Daerah pertanaman utama tanaman
karet di Indonesia adalah Sumatera, Jawa dan Kalimantan yang terletak pada zona
6 0 LU dan 90 LS. Tanaman
karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada tanah-tanah vulkanis
muda atau vulkanis tua, aluvial dan bahkan tanah gambut (Setyamidjaja, 1993).
Ketinggian
tempat yang cocok bagi tanaman karet adalah 0 – 600 meter diatas permukaan
laut, dan yang paling baik berkisar antara 0 – 200 mdpl (Syarif, 1986). Mulai
ketinggian 200 mdpl, matang sadap akan tertunda selama 6 bulan setiap kenaikan 100 mdpl, karena
ketinggian tempat berpengaruh terhadap temperatur (Departemen Pertanian, 1997).
Tanaman
karet tumbuh baik bila syarat-syarat hidupnya mendukung terhadap pertumbuhan,
baik faktor luar maupun faktor dalam.
(Syarief, 1983) menyatakan bahwa curah hujan yang cukup tinggi antara
2.000 - 2.500 mm setahun disukai tanaman karet. Tanaman karet sangat toleran terhadap kemasaman tanah, tanaman ini akan
tumbuh baik pada kisaran pH 4,0 – 7,0.
Menurut Tim Penulis Penebar Swadaya (1992), suhu harian yang diinginkan
tanaman karet rata-rata 25 – 30o C. Apabila dalam jangka waktu
panjang suhu harian rata-rata kurang dari 20o C, maka tanaman karet
tidak cocok ditanam didaerah tersebut.
Tanaman
karet adalah tanaman yang paling toleran terhadap tanah pada tingkat kesuburan
tanah sangat rendah. Tanah-tanah yang kurang subur seperti Podsolik Merah
Kuning dengan bantuan pemupukan dan pengelolaan yang baik bisa dikembangkan
menjadi perkebunan karet. Selain jenis tanah Podsolik Merah Kuning, Latosol dan
Aluvial juga bisa dikembangkan untuk penanaman karet (Tim Penulis Penebar
Swadaya, 1992). Menurut Setyamidjaja (1993), tanah-tanah aluvial umumnya cukup
subur, tetapi sifat fisiknya terutama drainasenya kurang baik. Pembuatan
saluran-saluran drainase akan menolong memperbaiki keadaan tanah ini.
Tanaman karet mempunyai sistem perakaran
yang luas dengan kedalaman akar dapat mencapai 0 – 0,3 meter. Tanah yang ideal untuk tanaman karet adalah
dengan kedalaman lebih dari 1 meter, aerasi dan srtuktur yang baik dan tekstur
tanah harus terdiri 50 persen liat (Sys et
al., 1993).
Agar
tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan produksi yang optimal,
maka harus dipertimbangkan syarat-syarat lingkungan yang diinginkan tanaman
ini. Hal ini disebabkan karena
lingkungan yang cocok akan menunjang pertumbuhan disamping perawatan. Apabila tanaman karet ditanam pada lahan yang
tidak sesuai dengan habitat yang diinginkannya, maka pertumbuhan tanaman akan
terhambat.
III. PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian
ini dilaksanakan di Desa Tanjung Serang Kecamatan Kayu Agung Kabupaten Ogan
Komering Ilir. Analisis tanah dilakukan
di Laboratorium Kimia, Biologi, dan Kesuburan Tanah Jurusan Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya. Penelitian ini akan dilaksanakan pada
bulan November sampai Desember 2007.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini
antara lain : 1). Peta wilayah Kayu Agung 2). Sampel tanah, 3). Peta kerja
(foto citra) skala 1 : 100.000. Sedangkan alat-alat yang akan digunakan antara
lain: 1). GPS, 2). Meteran, 3). Bor belgie 4). Munsel Soil Color Charts, 5).
Pisau Lapangan, 6). Kantong Plastik, 7). Kompas, 8). Kamera Digital, 9). Ring
Sampel,10). Alat Tulis, 11). Alat-alat yang digunakan untuk analisis di
laboratorium.
C. Metode Penelitian
Metode
yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survai tingkat detail yang mengacu
pada peta kerja (foto udara) skala 1:100.000. Pengambilan contoh tanah
menggunakan sistem jalur atau grid. Luas lahan penelitian adalah 12 hektar
dimana jarak antara titik pengeboran 100 meter dengan 12 contoh tanah.
Pengeboran tanah dilakukan
dengan bor belgie hingga kedalaman 120 cm. contoh tanah komposit diambil pada
kedalaman 0–30 cm sebanyak 5 titik pewakil berdasarkan variasi Morfologi yang digunakan untuk analisis tanah di
laboratorium.
Faktor
pembatas yang menjadi kriteria penilaian adalah temperatur (suhu rata-rata
tahunan), ketersediaan air (bulan kering dan curah hujan), media perakaran
(draenase, tekstur, kedalaman efektif ), retensi hara (KTK, pH), hara
tersedia (N-total, P2O5,
K2O). Data karakteristik
lahan, kemudian dilakukan hasil penelitian dengan pedoman penetapan tingkat
kesesuaian lahan berdasarkan kriteria CSR/FAO (1983) dan Pusat Penelitian Tanah
dan Agroklimat (2000).
D. Cara Kerja
Prosedur
kerja yang dilakukan dalam penelitian ini secara garis besar dikelompokkan
menjadi beberapa tahap, yaitu : 1) sebelum pekerjaan lapangan; 2) Pekerjaan
lapangan; 3) Pengumpulan data; 4) Penyajian data dan penyusunan laporan dalam
bentuk skripsi.
1. Sebelum Pekerjaan Lapangan
a.
Studi pustakaan dan pengumpulan
data awal tentang lahan sekaligus membaca literatur-literatur yang berkaitan
dan mendukung dengan penelitian yang akan dilaksanakan.
b.
Persiapan alat dan bahan yang
diperlukan untuk kegiatan di lapangan.
c.
Pengadaan Peta lokasi.
2. Pekerjaan
Lapangan
a. Survai pendahuluan
Sebelum melakukan
survai utama, dilakukan survai pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui
kondisi umum lokasi penelitian, yang meliputi kegiatan :
1.
Mempelajari batas-batas areal yang akan dijadikan lokasi penelitian
2. Penentuan titik-titik
pengambilan contoh tanah
3. Melakukan
pengamatan penggunaan lahan disekitar lokasi penelitian.
b. Survai
utama
Setelah
dilakukan survai pendahuluan tahapan selanjutnya adalah survai utama yang
meliputi kegiatan :
1. Melakukan pengeboran tanah pada daerah
yang telah ditentukan
2. Pengamatan karakteristik lahan disekitar
areal penelitian
3. Menetapkan koordinat lintasan pada GPS
4. Pengambilan contoh tanah untuk di analisis
di laboratorium. Penentuan struktur dan konsistensi di lapangan dengan metode
perasa. Pengamatan kedalaman efektif dan warna tanah
3. Setelah Pekerjaan Lapangan
Kegiatan
yang dilakukan pada tahap ini meliputi:
a. Pengolahan data Primer berupa draenase dan
kedalaman efektif, serta data dari laboratorium berupa tekstur tanah, pH tanah, KTK, N-total, P2O5
tersedia, K2O tersedia, salinitas dan bahaya banjir.
b. Pengolahan iklim yang berupa curah hujan
dan suhu.
c. Analisis kesesuaian lahan dengan
menggunakan pencocokan (matching)
antara karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman berdasarkan
kerangka acuan dari CSR/FAO (1983) dan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat
(2000).
d. Penentuan kelas kesesuaian lahan pada tipe
lahan yang di survai.
e. Penulisan laporan.
4. Penyajian Data dan
Penyusunan Laporan
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk
tabel dan gambar, kemudian dijelaskan secara diskriptif karakteristik lahan
dikawasan hutan produksi kayu Agung dalam bentuk skripsi.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Lokasi
Penelitian
ini dilaksanakan di Desa Tanjung Serang yang memiliki bentangan alam yang cukup
luas sekitar 4.182,5 ha, dengan jumlah penduduk 2875 jiwa. Hamparan lahan yang
luas tersebut sebagian besar terdiri dari lahan kering, rawa lebak dan rawa
gambut. Masyarakat Desa Tanjumg Serang menggunakan lahan kering sebagai lahan
perkebunan, lahan rawa lebak sebagai lahan pertanian sedangkan lahan gambut
belum dimanfaatkan oleh masyarakat setempat.
Sumber
daya alam utama masyarakat Desa Tanjung Serang adalah di sektor pertanian,
sedangkan sumber daya alam yang lain adalah perikanan, peternakan dan
kehutanan. Perkebunan yang di usahakan oleh penduduk setempat antara lain
adalah karet dan kelapa. Tanaman penting yang diusahakan selain tanaman
perkebunan adalah padi dengan luas lahan sawah 849 ha yang diusahakan di lahan
rawa lebak, jagung, palawija sayuran dan buah-buahan.
Usaha
perikanan di daerah ini sangat potensial karena melimpahnya sumber daya air.
Sungai yang mengalir di manfaatkan oleh penduduk yang tinggal di sekitar daerah
aliran sungai untuk memelihara ikan dengan sistem keramba. Sedangkan usaha
peternakan meliputi pemeliharaan itik, ayam, sapi dan kambing yang diusahakan
secara konvensional.
B. Evaluasi Kesesuaian Lahan Aktual
Di Lokasi Penelitian
- Faktor-faktor
Lingkungan
a. Iklim
Data
iklim diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Kenten, selama 10
periode. Data yang dikumpulkan untuk data iklim ini adalah rerata curah hujan
bulanan dan rerata suhu udara tahunan selama sepuluh tahun terakhir (periode
1996–2005). Data iklim ini berfungsi sebagai salah satu faktor untuk menentukan
klasifikasi kesesuaian lahan bagi pertanian, dalam hal ini kesesuaian lahan
untuk tanaman karet. Untuk melihat kesesuain lahan dari faktor iklim pada
daerah penelitian dapat di lihat pada uraian berikut :
- Curah Hujan (w)
Berdasarkan data curah hujan selama 10 tahun (1996 – 2005), lokasi
penelitian memiliki rerata curah hujan pertahun 2363 mm. Berdasarkan kerangka
acuan CSR/FAO (1983) (Lampiran 1) untuk tanaman karet, menunjukkan bahwa curah
hujan pada lokasi penelitian tergolong kelas S2 (cukup sesuai).
Besarnya curah hujan tahunan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar
1.
Gambar 3. Rerata Curah Hujan Tahunan (mm)
- Bulan Kering dan Bulan Basah
Berdasarkan kerangka acuan CSR/FAO (1983), bulan kering tidak didapat dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir, sehingga dari data curah hujan dapat diketahui
bahwa bulan basah terjadi sepanjang tahun dan tidak terjadi bulan kering. Data
tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Curah Hujan Bulanan (mm)
3.
Suhu
Udara
Berdasarkan data temperatur selama 10 tahun (1996 – 2005), lokasi
penelitian memiliki rerata suhu udara 26,8 oC. Suhu dapat
dipengaruhi oleh ketinggian tempat dari permukaan laut dan dapat juga
dipengaruhi oleh distribusi hujan yang terdapat pada suatu daerah (Gambar 3).
Berdasarkan kerangka acuan CSR/FAO (1983) untuk tanaman karet lokasi penelitian
tergolong dalam kelas kesesuaian S1 (sangat sesuai).
Gambar 3. Rerata Suhu Udara Tahunan (oC)
b. Topografi
Lokasi
penelitian secara umum memiliki kemiringan lereng antara 0 – 8 % yang tergolong
datar sampai landai/berombak. Berdasarkan kerangka acuan CSR/FAO (1983), lokasi
penelitian tergolong kelas kesesuaian S1 (sangat sesuai) untuk
tanaman karet (Lampiran 1).
- Kondisi Perakaran (r)
a. Drainase Tanah
Berdasarkan
pengamatan langsung dilapangan, pada lokasi penelitian diperoleh kelas drainase
tanah yang sama yaitu memiliki kelas drainase baik (Lampiran 5). Berdasarkan
kerangka acuan CSR/FAO (1983) (Lampiran 1), kondisi ini tergolong kedalam kelas
kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) untuk tanaman karet.
b. Tekstur Tanah
Hasil
analisis di laboratorium terhadap lima contoh tanah menunjukkan bahwa tekstur
tanah pada lokasi penelitian adalah lempung liat berpasir. Berdasarkan kerangka acuan CSR/FAO (1983)
(Lampiran 1), tekstur tanah lempung liat berpasir (Lampiran 5) termasuk dalam
kelas kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) untuk tanaman karet.
Tekstur
tanah merupakan faktor pembatas bagi tanaman karet oleh karena itu tekstur
tanah perlu dipertimbangkan dala kelas kesesuaian lahan karena tekstur tanah
tergolong dalam kriteria lahan yang tidak dapat diperbaiki.
c. Kedalaman Perakaran
Kedalaman
efektif merupakan dalamnya lapisan tanah dimana akar tanaman dapat tumbuh
dengan baik dan bebas berkembang. Kedalaman efektif merupakan faktor pembatas
yang tidak dapat diperbaiki. Kedalaman efektif pada lokasi penelitian mempunyai
nilai rata-rata 170 cm (Lampiran 5). Berdasarkan kreteria kelas kesesuaian
lahan menurut CSR/FAO (1983) (Lampiran 1), kedalaman perakaran tergolong kelas
kesesuaian S2 (cukup sesuai) untuk tanaman karet.
3.
Bahaya Banjir (F)
Bahaya banjir merupakan sifat tanah atau lahan dengan cara memprediksi
lahan secara praktis atau kreteria pengelompikannya. Berdasarkan pengamatan
langsung, secara umum lokasi penelitian memiliki tingkat bahaya banjir tanpa
adanya bahaya banjir. Berdasarkan kreteria kesesuaian lahan menurut Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat (2000) tingkat bahaya banjir tergolong kelas
kesesuaian S1 (sangat sesuai) untuk tanaman karet.
4. Retensi Unsur Hara (f)
a. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Hasil analisis tanah di laboratorium menunjukkan bahwa pada lokasi
penelitian mempunyai nilai kapasitas tukar kation yang berkisar antara 8,70 –
14,14 Cmol(+)kg-1 yang tergolong rendah.
Tabel 1. Hasil
Analisis C- Organik, NPK, dan KTK di lokasi Penelitian.
Kode
|
C- Organik
( % )
|
N – Total
( % )
|
P2O5- Bray
( µg g-1 )
|
K2O
( Cmol(+) Kg-1 )
|
KTK
( Cmol(+) Kg-1 )
|
T3 L1
T6 L1
T8 L1
T9 L1
T10
L1
|
3,27
t
2,95
s
2,65
s
2,13
s
2,42
s
|
0,28
s
0,22
s
0,19
r
0,16
r
0,19
r
|
20,26
s
13,39
r
11,33
r
13,74
r
9,96 sr
|
0,16 r
0,16
r
0,07
sr
0,07
sr
0,16
r
|
8,70 r
9,79 r
2,62 r
14,14 r
8,70 r
|
Sumber : Laboratorium Kimia, Biologi dan Kesuburan Tanah FP UNSRI ( 2008)
Keterangan : sr : sangat rendah, r : rendah, s : sedang, t : tinggi.
Berdasarkan kerangka acuan CSR/FAO (1983) (Lampiran 1), lokasi penelitian
yang diwakili titik T3L1, T6L1, T8L1,
T9L1 dan T10L1 memiliki KTK tanah
rendah yang tergolong kelas kesesuaian S2 (cukup sesuai) untuk
tanaman karet.
Nilai kapasitas tukar kation (KTK) sangat dipengaruhi oleh tekstur tanah,
yaitu 1) semakin tinggi kadar liat tanah maka KTK semakin tinggi, 2) kadar
bahan organik, nilai KTK tanah dipengaruhi oleh tingginya kadar bahan organik,
semakin tinggi kadar bahan organik maka KTK tanah akan semakin tinggi,
pemupukan dan pengapuran. Agar dapat meningkatkan KTK menjadi S1
(sangat sesuai) maka perlu dilakukan penambahan bahan organik dan penambahan
kapur (Hakim et al, 1986).
b. Reaksi Tanah (pH)
Berdasarkan hasil analisis kesuburan tanah yang diperoleh di laboratorium,
lokasi penelitian memiliki pH tanah berkisar antara 4,71 – 4,96 yang tergolong
masam (Tabel 2). Berdasarkan kerangka acuan CSR/FAO (1983) (Lampiran 1), lokasi
penelitian yang diwakili titik T3L1, T6L1,
T8L1, T9L1 dan T10L1
tergolong kelas kesesuaian S1 (sangat sesuai) untuk tanaman karet.
Tabel 2. Hasil analisis pH dan Al-dd Tanah pada
Lokasi Penelitian.
Kode
|
pH
|
Al-dd ( Cmol (+) Kg-1 )
|
T3 L1
T6 L1
T8 L1
T9 L1
T10 L1
|
4,71 m
4,96 m
4,88 m
4,87 m
4,76 m
|
2,09
1,97
2,32
1,86
1,93
|
Sumber : Laboratorium Kimia, Biologi dan Kesuburan
Tanah FP UNSRI ( 2008)
Keterangan : m : masam.
5. Ketersediaan Unsur
Hara (n)
a. N-Total
Berdasarkan hasil analisis di laboratorium, didapat nilai N-Total yang
tergolong rendah sampai sedang, dengan kisaran 0,16 sampai 0,28 % (Tabel 1).
Berdasarkan kerangka acuan CSR/FAO (1983) (Lampiran1), lokasi penelitian yang
diwakili titik T3L1 dan T6L1 memiliki
N-total sedang yang tergolong kelas kesesuaian S1 (sangat
sesuai), untuk titik T8L1, T9L1 dan
T10L1 memiliki N-total rendah yang tergolong kelas
kesesuaian S2 (cukup sesuai) untuk tanaman karet.
Rendahnya nilai Nitrogen atau N pada lokasi penelitian dapat disebabkan
pengambilan sampel tanah yang dilakukan pada musim hujan, sehingga kemungkinan
unsur hara banyak yang tercuci. Penyebab lain dari rendahnya nilai unsur hara N
yaitu unsur hara N telah habis dipakai oleh mikroorganisme dan tanaman. Agar
dapat meningkatkan kelas kesesuian lahan S2 (cukup sesuai) menjadi S1
(sangat sesuai) pada lokasi penelitian perlu dilakukan penambahan N pada
tanaman.
b. P-Tersedia
kandungan posfor di lokasi penelitian tergolong sangat rendah sampai sedang
dengan kisaran 9,96 – 20,26 µg g-1(Tabel 1). Berdasarkan kerangka
acuan CSR/FAO (1983) (lampiran 1) untuk tanaman karet, lokasi penelitian yang
diwakili titik T3L1, T6L1, T8L1,
T9L1 dan T10L1 memiliki P- tersedia
sangat rendah hingga sedang, untuk T3L1 memiliki
P-tersedia sedang yang tergolong kelas kesesuaian S2 (cukup sesuai),
sedangkan titik T6L1, T8L1 dan T9L1
memiliki P-tersedia rendah yang tergolong kelas kesesuaian S3
(kurang sesuai) dan untuk titik T10L1 memiliki P-tersedia
sangat rendah yang tergolong kelas kesesuaian N (tidak sesuai) untuk tanaman
karet.
Rendahnya kandungan fosfot pada lokasi penelitian dapat disebabkan oleh
reaksi tanah yang tergolong masam pada lokasi penelitian, sehingga meningkatkan
aktifitas logam-logam Al dan Fe yang dapat mengikat P sehingga hanya sebagian P
yang tersedia dalam tanah. Untuk
meningkatkan kelas kesesuaian lahan pada lokasi penelitian menjadi kelas
kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) perlu dilakukan penambahan pupuk
P.
c. K- Tersedia
Berdasarkan
hasil analisis tanah di laboratorium, dapat dilihat nilai kandungan K2O
tersedia pada lokasi penelitian tergolong sangat rendah sampai rendah, dengan
kisaran 0,07 – 0,16 Cmol(+)Kg-1 (Tabel 1).
Berdasarkan kerangka acuan CSR/FAO (1983) (Lampiran 1), lokasi penelitian yang
diwakili titik T3L1, T6L1 dan T10L1
memiliki K2O tersedia rendah yang tergolong kelas kesesuaian S1 (sangat
sesuai), sedangkan titik T8L1 dan T9L1 memiliki
K2O tersedia sangat rendah yang tergolong kelas kesesuaian S2 (cukup
sesuai) untuk tanaman karet.
Rendahnya
nilai K2O dilokasi penelitian dapat disebabkan oleh sifat K yang
selalu mobile , sehingga unsur hara yang tersedia dalam jumlah yang sedikit
bagi tananaman dan dapat pula akibat dari pencucian oleh air hujan (hakim, et al. 1986).
Tabel 3. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Karet
No
|
Kode
|
Kelas kesesuaian
Lahan Aktual Karet
|
Faktor Pembatas
|
1
2
3
4
5
|
T3L1
T6L1
T8L1
T9L1
T10L1
|
S2-w2r3f1n2
S3-n2
S3-n2
S3-n2
N-n2
|
Kedalaman efektif, KTK, ketersediaan air dan ketersediaan unsur hara P
Ketersediaan unsur hara P
Ketersediaan unsur hara P
Ketersediaan unsur hara P
Ketersediaan unsur hara P
|
Tabel 4. Luas
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Karet.
No
|
Kelas Kesesuaian Lahan
|
Luas
|
|
Ha
|
%
|
||
1
2
3
|
S2-w2r3f1n2
S3-n2
N-n2
|
2
8
2
|
16,67
66,67
16,67
|
Total
|
12
|
100
|
C. Kesesuaian Lahan Potensial Untuk Tanaman Karet
Untuk menentukan tingkat kesesuaian lahan untuk
tanaman karet dilakukan pencocokan (matching)
antara sifat fisik dan kimia aktual dengan syarat tumbuh tanaman karet,
berdasarkan kerangka acuan CSR/FAO (1983) maka diperoleh kelas kesesuaian lahan
S2-w2r3f1n2 (cukup sesuai dengan faktor pembatas
ketersediaan air, kedalaman efektif, KTK dan ketersediaan P2O5)
pada titik pengamatan T3L1. Kelas Kesesuaian lahan S3-n2 (kurang sesuai
dengan faktor pembatas ketersediaan P2O5) pada titik pengamatan
T6L1, T8L1 dan T9L10.
Kelas kesesuaian lahan N-n2 (tidak sesuai dengan faktor pembatas
ketersediaan P2O5) pada titik pengamatan T10L1.
Kesesuaian
lahan potensial secara umum yaitu S2 (cukup sesuai) pada semua titik
pengamatan T3L1, T6L1, T8L1,
T9L1 dan T10L1. Kesesuain lahan S2
(cukup sesuai) hanya dengan faktor pembatas kedalaman efektif pada keseluruhan
titik pengamatan sedangkan kedalaman efektif merupakan faktor pembatas yang
tidak dapat diubah atau diperbaiki.
Untuk
mencapai kesesuaian lahan potensial diperlukan input atau pemasukan, usaha yang
dilakukan adalah dengan meningkatkan KTK
melalui penambahan bahan organik dan penambahan kapur, sedangkan untuk
meningkatkan ketersediaan unsur hara N-total, P-tersedia dilakukan pemupukan.
Tabel 5. Luas
Kesesuaian Lahan Potensial Tanaman Karet
No
|
Kelas Kesesuaian Lahan
|
Luas
|
|
Ha
|
%
|
||
1
|
S2-w2r3
(cukup sesuai dengan faktor pembatas ketersediaan air dan kedalaman efektif)
|
12
|
100
|
Luas
|
12
|
100
|
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil penelitian ini dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Secara umum, daerah penelitian
memiliki keadaan fisik dan kimia tanah sebagai berikut : tekstur tanah adalah
lempung liat berpasir, kelas drainase tanah baik, kedalaman efektif 170 cm,
kecuraman lereng datar (0 – 8 %), pH
tanah masam (4,71 – 4,96), N-total rendah sampai sedang (0,16 – 0,28%), P-tersedia sangat remdah sampai rendah
(9,96 – 20,26 µg g-1), K-tersedia sangat rendah sampai rendah (0,07
– 0,16 Cmol(+)Kg-1 ), serta KTK tanah rendah (8,70 – 14,14 Cmol(+)kg-1).
2.
Kelas kesesuaian lahan aktual
untuk tanaman karet yaitu S2 (cukup sesuai dengan faktor pembatas
kedalaman efektif, KTK, ketersediaan air dan ketersediaan unsur hara P2O5)
dengan luas 2 hektar. Kelas kesesuaian lahan aktual S3 (kurang sesuai
dengan faktor pembatas ketersediaan unsur hara P2O5)
dengan luas 8 hektar. Sedangkan kelas kesesuaian lahan aktual N (tidak sesuai
dengan faktor pembatas ketersediaan unsur hara P2O5)
dengan luas 2 hektar.
3.
Kelas kesesuaian lahan
potensial untuk tanaman karet secara umum S2 (cukup sesuai dengan
faktor pembatas ketersediaan air dan kedalaman efektif) dengan luas 12 hektar.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan
pada penelitian ini adalah :
1. Lokasi penelitian sesuai untuk
pengembangan tanaman karet.
2. Pemberian pupuk serta bahan organik sangat
penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman karet pada lokasi penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T.S. 1993.
Survai Tanah dan Evaluasi Lahan. Penebar
Swadaya.
Jakarta.
Bunting. 1981.
Assessment of The Effect on Yield of
Variation in Climate and Soil Characteristic for Twenty Crops Species. Center for Soil Research, Bogor . Indonesia .
CSR/FAO.
1983. Reconnaissance Land
Resource Surveys 1:250.000 Scale Atlas Format Procedures. Centra for Soil Research. Bogor .
Darmawijaya, I.M.
1980. Reconnaissance Land
Resource Surveys 1:250.000. Scale Atlas
Format Procedurs. Ministry of
Agriculture Government of Indonesia . UNDP and FAO.
Bogor . Indonesia . Skripsi S1. Universitas Sriwijaya. (tidak dipublikasikan).
Hakim, N.M.Y,. Nyakpa, A.M. Lubis, Nugroho.S.E. Saul.M.R, Diha, M.A, Hong,
G.B. dan H. H. Barley, 1986. Dasar-dasar
Ilmu Tanah. Universitas Lampung.
Lampung.
Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah.
Akademika Pressindo. Jakarta .
Hardjowigeno., Sarwono., Widiatmaka., Anang S. dan Yogaswara. 1999.
Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor . Bogor .
Lasminingsih, M., dan L. Effendi. 1985.
Adaptasi Tanaman Karet Pada Tanah Gambut. Balai Penelitian Perkebunan Sembawa. Palembang .
Mahadelswara, D.
2004. Pemanfaatan Lahan Kering di
Indonesia. Kanisius. Yogyakarta .
Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat Edisi Revisi. 2000. Kriteria Keadaan Lahan dan Komoditas Pertanian Badan
Penelitian dan Pembangunan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.
Rahman, D.J. 1995.
Pemetaan Kesesuain Lahan Untuk Arahan Pengembangan Pertanian di
Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Pusat Penelitian Tata Ruang Lembaga Penelitian
Universitas Sriwijaya. Palembang.
Seta, A.K. 1991.
Konservasi Sumber Daya Tanah dan Air.
Kalam Mulia. Jakarta.
Setiawan, H.D dan
Handoko,A. 2007. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. PT Agromedia Pustaka.
Yogyakarta.
Setyamidjaja, J.
1993. Karet. Budidaya dan
Pengelolaan. Kanisius. Yogyakarta.
Sitorus, S.R.P, 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit
Tarsito Bandung. Bandung.
Siswomartono, D. 1989.
Ensiklopedi Konservasi Sumber Daya Lahan. Erlangga.
Jakarta.
Soegiman. 1981. Dasar-dasar
Ilmu Tanah. Bharata Karya Aksara. Jakarta. Skripsi S1 Universitas Sriwijaya. (tidak
dipublikasikan).
Soil Survey Staff. 1994.
Keys to Soil Taxonomy. USDA. Sixth Edition. Soil Concervation Service, USDA, Washington D.C.
Syarif, H.I.
1983. Budidaya Karet. Politeknik Pertanian IPB. Bogor.
Syarief, K.S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.
Sys, C., E.V. Ranst., J.
Debaveye., F.
Beenart. 1993. Land Evaluation Part III. Crop Requirements Agricultural Publication,
General Administration For Development Cooperation Place du Champs de Mars , Belgium .
Tim Penulis Penebar Swadaya. 1992.
Karet. PT. Penebar Swadaya. Jakarta .
Tim Penebar Swadaya.
1998. Karet ”Strategi Pemasaran
Tahun 2000, Budidaya dan Pengelolaan”. Penebar Swadaya, Jakarta.
http//www.geogle.co.id.
(diakses tanggal 16-1- 2008).
Lampiran 1. Tingkat Kesesuaian Lahan Untuk
Tanaman Karet Berdasarkan Kualitas/Karakteristik Lahan.
Sumber : CSR/FAO (1983), Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat (2000).
Curah Hujan
Tahunan Selama 10 Tahun (1996 - 2005)
Tahun
|
Jumlah Curah Hujan Tahunan (mm)
|
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
|
2613
1652
2614
2873
2547
3261
2150
1781
2040
2099
|
Rerata
|
2363
|
Rerata Curah
Hujan Bulanan Selama 10 Tahun (1996 – 2005)
Bulan
|
Rerata curah hujan bulanan (mm)
|
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Okrober
November
Desember
|
245,4
213,0
265,2
270,3
171,4
110,0
98,3
83,6
101,8
233,7
278,4
291,8
|
Rerata
|
196,9
|
Bulan basah
|
12
|
Bulan kering
|
0
|
Tahun
|
Rerata
Suhu Tahunan (oC)
|
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
|
26,4
27,0
26,8
26,6
26,5
26,9
27,1
26,9
27,2
27,2
|
Rerata
|
26,8
|
Lampiran….. Data
Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah Lokasi Penelitian
Kode
|
Kelas Tekstur
|
Kelas Draenase
|
Kedalaman
Efektif (cm)
|
T3L1
T6L1
T8L1
T9L1
T10L1
|
Lempung Liat Berpasir
Lempung Liat Berpasir
Lempung Liat Berpasir
Lempung Liat Berpasir
Lempung Liat Berpasir
|
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
|
> 170
> 170
> 170
> 170
> 170
|
Kriteria penilaian sifat kimia tanah
Sifat
tanah
|
Sangat
|
Rendah
|
Sedang
|
Tinggi
|
Sangat
|
|
Rendah
|
|
|
|
Tinggi
|
N-Total (%)
|
<
0,10
|
0,10
- 0,20
|
0,21
- 0,50
|
0,51
- 0,75
|
>
0,75
|
P-Bray (µ g-2)
|
<
10,0
|
10,0
- 15,0
|
>15,0
- 25,0
|
>25,0
- 35,0
|
>
35,0
|
K-dd
|
>
0,10
|
0,10
- 0,30
|
>0,3
- 0,5
|
>0,5
- 1,0
|
>
1,00
|
(Cmol(+)Kg-1)
|
|
|
|
|
|
KTK
|
<
5,0
|
5,0
- 16,0
|
16,0
- 24,0
|
24,0
- 40,0
|
>
40,0
|
(Cmol(+)Kg-1)
|
|
|
|
|
|
C- Organik (%)
|
<1,0
|
1,0-2,0
|
2,01-3,0
|
3,01
- 5,0
|
>
5,0
|
|
|
pH
H2O
|
|
|
|
Sangat Masam
|
Masam
|
Agak
Masam
|
Netral
|
Agak
Basa
|
Basa
|
< 4,5
|
4,5 – 5,5
|
5,6 – 6,5
|
6,6 – 7,5
|
7,6 – 8,5
|
> 8,5
|
Sumber: Pusat Penelitian Tanah 2000.
Lampiran ….
Penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman karet pada titit T3L1
Karakteristik Lahan
|
Tingkat Kesesuaian
|
|||
Nilai
|
Kesesuaian Aktual
|
Input
|
Kesesuaian Potensial
|
|
t- (temperatur)
w- (ketersediaan
air)
1. bulan kering (75 mm)
2. curah hujan rata-rata (mm/tahun)
r- kondisi perakaran
1. kelas
drainase tanah
2. tekstur tanah
3. kedalaman
efektif (cm)
f- (retensi
unsur hara)
1. KTK
(Cmol(+)/kg)
2. pH
n- (ketersediaan unsur hara)
1. N- total (%)
2. P2O5 tersedia (ppm)
3. K2O (Cmol(+)/kg)
s- (lereng)
1. kecuraman
lereng (%)
2. bahaya banjir
|
26,8
0
2363
Baik
Lempung liat berpasir
170
8,70
4,71
0,28
20,26
0,16
0 - 8
Tanpa
|
S1
S1
S2
S1
S1
S2
S2
S1
S1
S2
S1
S1
S1
|
Kapur, BO
Pupuk
|
S1
S1
S2
S1
S1
S2
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
|
Penilaian Akhir
|
|
S2-w2r3f1n2
|
Kapur, BO, dan Pupuk
|
S2-w2r3
|
Lampiran ….
Penilaian Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Karet Pada Titit T6L1
Karakteristik Lahan
|
Tingkat Kesesuaian
|
|||
Nilai
|
Kesesuaian Aktual
|
Input
|
Kesesuaian Potensial
|
|
t- (temperatur)
w- (ketersediaan
air)
1. bulan kering (75 mm)
2. curah hujan rata-rata (mm/tahun)
r- kondisi perakaran
1. kelas drainase tanah
2. tekstur tanah
3. kedalaman efektif (cm)
f- (retensi unsur hara)
1. KTK (Cmol(+)/kg)
2. pH
n- (ketersediaan unsur hara)
1. N- total (%)
2. P2O5 tersedia (ppm)
3.K2O (Cmol(+)/kg)
s- (lereng)
1. kecuraman
lereng
2. bahaya banjir
|
26,8
0
2363
Baik
Lempung liat berpasir
170
9,79
4,96
0,22
13,39
0,07
0 - 8
Tanpa
|
S1
S1
S2
S1
S1
S2
S2
S1
S1
S3
S1
S1
S1
|
Kapur, BO
Pupuk
|
S1
S1
S2
S1
S1
S2
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
|
Penilaian Akhir
|
|
S3-n2
|
|
S2-w2r3
|
Lampiran 9. Penilaian Kesesuaian Lahan
Untuk Tanaman Karet Pada Titit T8L1
Karakteristik Lahan
|
Tingkat Kesesuaian
|
|||
Nilai
|
Kesesuaian Aktual
|
Input
|
Kesesuaian Potensial
|
|
t- (temperatur)
w- (ketersediaan
air)
1. bulan kering (75 mm)
2. curah hujan rata-rata (mm/tahun)
r- kondisi perakaran
1. kelas drainase tanah
2. tekstur tanah
3. kedalaman efektif (cm)
f- (retensi unsur hara)
1. KTK
(Cmol(+)/kg)
2. pH
n- (ketersediaan
unsur hara)
1. N- total (%)
2. P2O5 tersedia (ppm)
3.K2O (Cmol(+)/kg)
s- (lereng)
1. kecuraman
lereng
2. bahaya banjir
|
26,8
0
2363
Baik
Lempung liat berpasir
170
16,62
4,88
0,19
11,33
0,07
0 - 8
Tanpa
|
S1
S1
S1
S1
S1
S2
S2
S1
S2
S3
S2
S1
S1
|
Kapur, BO
Pupuk
Pupuk
Pupuk
|
S1
S1
S2
S1
S1
S2
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
|
Penilaian Akhir
|
|
S3-n2
|
Kapur, BO
dan Pupuk
|
S2-w2r3
|
Lampiran ….
Penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman karet pada titit T9L1
Karakteristik Lahan
|
Tingkat Kesesuaian
|
|||
Nilai
|
Kesesuaian Aktual
|
Input
|
Kesesuaian Potensial
|
|
t- (temperatur)
w- (ketersediaan
air)
1. bulan kering (75 mm)
2. curah hujan rata-rata (mm/tahun)
r- kondisi perakaran
1. kelas drainase tanah
2. tekstur tanah
3. kedalaman efektif (cm)
f- (retensi unsur hara)
1. KTK
(Cmol(+)/kg)
2. pH
n- (ketersediaan
unsur hara)
1. N- total (%)
2. P2O5 tersedia (ppm)
3.K2O (Cmol(+)/kg)
s- (lereng)
1. kecuraman
lereng
2. bahaya banjir
|
26,8
0
2363
Baik
Lempung liat berpasir
170
14,14
4,87
0,16
13,74
0,07
0 - 8
Tanpa
|
S1
S1
S2
S1
S1
S2
S2
S1
S2
S3
S2
S1
S1
|
Kapur, BO
Pupuk
Pupuk
Pupuk
|
S1
S1
S2
S1
S1
S2
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
|
Penilaian Akhir
|
|
S3-n2
|
Kapur, BO, dan Pupuk
|
S2-w2r3
|
Lampiran …. Penilaian
kesesuaian lahan untuk tanaman karet pada titit T10L1
Karakteristik Lahan
|
Tingkat Kesesuaian
|
|||
Nilai
|
Kesesuaian Aktual
|
Input
|
Kesesuaian potensial
|
|
t- (temperatur)
w- (ketersediaan
air)
1. bulan kering (75 mm)
2. curah hujan rata-rata (mm/tahun)
r- kondisi perakaran
1. kelas drainase tanah
2. tekstur tanah
3. kedalaman efektif (cm)
f- (retensi unsur hara)
1. KTK
(Cmol(+)/kg)
2. pH
n- (ketersediaan
unsur hara)
1. N- total (%)
2. P2O5 tersedia (ppm)
3. K2O (Cmol(+)/kg)
s- (lereng)
1. kecuraman lereng
2. bahaya banjir
|
Baik
Lempung liat berpasir
170
8,70
4,76
0,28
9,96
0,16
0 - 8
Tanpa
|
S1
S1
S2
S2
S1
S2
N
S1
S1
S1
|
Kapur, BO
Pupuk
Pupuk
|
S1
S1
S2
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
|
Penilaian Akhir
|
|
N-n2
|
Kapur, BO dan
Pupuk
|
S2-r3
|
Lamp
Satuan Peta Tanah
Peta Kesuburan Tanah (N-Total)
Peta Kesuburan Tanah (P Tersedia)
Peta Kesuburan Tanah (K Tersedia)
Peta Reaksi Tanah (pH)
Peta Kapasitas Tukar Kation
Peta Drainase Tanah
Peta Kedalaman Efektif Tanah
Peta Tekstur Tanah
Peta Kemiringan Lereng
Peta Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman
Karet
Peta Kesuaian Lahan Potensial Untuk Tanaman
Karet
0 komentar:
Post a Comment