Skripsi Tata Negara 3

Friday, March 16, 2012

Efisiensi Pelayanan dan Pengayoman Pada Masyarakat Serta Kemampuan Professional dan Kesejahteraan Aparat Sangat Diperhatikan
Dalam Menunjang Pelaksanaan Tugas.


BAB I

PENDAHULUAN


A.          Latar Belakang Masalah

Sebagaimana telah diamanatkan di dalam Garis – Garis Besar Haluan Negara 1999 – 2004 Bab IV huruf ke ( 3 ) tentang Aparatur Negara bahwa, dalam meningkatkan kualitas aparatur negara dengan memperbaiki kesejahteraan dan keprofesionalan serta memberlakukan system karir berdasarkan prestasi kerja dengan prinsip memberikan penghargaan dan sanksi, maka aparatur negara hendaknya dapat bersikap disiplin dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Kaitannya dengan hal tersebut di atas, maka pendayagunaan aparatur negara terus ditingkatkan terutama yang berkaitan dengan kualitas, efisiensi pelayanan dan pengayoman pada masyarakat serta kemampuan professional dan kesejahteraan aparat sangat di perhatikan dalam menunjang pelaksanaan tugas.
Undang – Undang Pokok Kepegawaian yaitu Undang – Undang No. 8  Tahun 1974 telah dirubah melalui UU No.43 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil, adalah suatu landasan hukum untuk menjamin pegawai negeri dan dapat di jadikan dasar untuk mengatur penyusunan aparatur negara yang baik dan benar. Penyusunan aparatur negara menuju kepada administrasi yang sempurna sangat bergantung kepada kualitas pegawai negeri dan mutu kerapian organisasi aparatur itu sendiri.                 
Dapat di ketahui bahwa kedudukan Pegawai Negeri Sipil adalah sangat penting dan menentukan. Berhasil tidaknya misi dari pemerintah tergantung dari aparatur negara karena pegawai negeri merupakan aparatut\r negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dalam mewujudkan cita-cita pembangunann  nasional.                 
Tujuan pembangunan nasional sebagaimana telah termaktub didalam Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan pembangunan tersebut dapat di capai dengan melalui pembangunan nasional yang direncanakan dengan terarah dan realitas serta dilaksanakan secara bertahap, bersungguh – sungguh.
Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, merata dan berkesinambungan antara materiil dan spirituil yang berdasarkan pada Pancasila di dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional terutama tergantung pada kesempurnaan pegawai negeri . Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional tersebut di atas diperlukan adanya pegawai negeri yang penuh kesetiaan dan ketaatan pada Pancasila  dan   Undang – Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna dan berhasil guna, berkualitas tinggi, mempunyai kesadaran tinggi akan akan tanggung jawabnya sebagai aparatur negara, abdi negara, serta abdi masyarakat. Untuk mewujudkan pegawai negeri sebagaimana tersebut di atas maka perlu adanya pembinaan dengan sebaik – baiknya atas dasar system karier dan system prestasi kerja.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             
Sistem karir adalah suatu sistem kepegawaian di mana suatu pengangkatan pertama di dasrkan atas kecakapan yang bersangkutan, sedangkan di dalam pengembangannya selanjutnya yang dapat menjadi pertimbangan adalah masa kerja, kesetiaan , pengabdian serta syarat – syarat objektif lainnya.
Adapun sistem prestasi kerja adalah sistem kepegawaian, dimana pengangkatan seseorang untuk menduduki suatu jabatan atau untuk kenaikan pangkat di dasrkan atas kecakapan dan prestasi kerja yang di capai oleh pegawai. Kecakapan tersebut harus dibuktikan dengan lulus dalam ujian dinas dan prestasidi buktikan secara nyata dan sistem prestasi kerja ini tidak memberikan penghargaan terhadap masa kerja.
            Pegawai negeri bukan saja unsur Aparat Negara tetapi juga merupakan Abdi Negara dan Abdi Masyarakat yang selalu hidup ditengah masyarakat dan bekerja untuk kepentingan masyarakat, oleh karena itu dalam pelaksanaan pembinaan pegawai negeri bukan saja di lihat dan diperlakukan sebagai Aparatur Negara, tetapi juga di lihat dan diperlakukan sebagai warga negara. Hal ini mengandung pengertian, bahwa dalam melaksanakan pembinaan hendaknya sejauh mungkin diusahakan adanya keserasian antara kepentingan dinas dan kepentingan pegawai negeri sebagai perorangan, dengan ketentuan bahwa apabila ada perbedaan antara kepentingan dinas dan kepentingan pegawai negeri sebagai perorangan , maka kepentingan dinaslah yang harus di utamakan.
Pengertian negara  yang bersih, kuat dan berwibawa yaitu aparatur yang seluruh tindakannya dapat di petanggung jawabkan, baik di lihat dari segi moral dan nilai – nilai luhur bangsa maupun dari segi peraturan perundang – undangan serta tidak mengutamakan orientasi kekuasaan yang ada dalam dirinya untuk melayani kepentingan umum dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional.
Tetapi kadang kenyataannnya, berdasarkan pada observasi mengenai pembangunan menunjukan bahwa hambatan pelaksanaan pembangunan terkadang justru muncul dari kalangan Aparatur Negara sendiri. Hal ini sebagaimana di ungkapkan oleh The Liang Gie adaalah sebagai berikut :
“ Dalam praktek, Pegawai Negeri Indonesia pada umumnya masih banyak kekurangan yaitu kurang mematuhi peraturan kedisiplinan pegawai, sehingga dapat menghambat kelancaran pemerintahan dan pembangunan nasional, antara lain  adalah masih adanya jiwa kepegawaian dengan berfikir mengikuti kebiasaan bagian, bukan terletak pada kesatuan yang harmonis melainkan kesatuan pada bagian – bagian tersendiri, mempunyai bentuk dan corak yang berbeda serta kurang menghargai ketepatan waktu “.
Jiwa kepegawaian yang mempunyai sifat seperti tersebut di atas akan berakibat negatif terhadap prestasi kerja pegawai negeri yang bersangkutan karena tidak adanya pengembangan pola pikir  kerja sama dan pemakaian kelengkapan peralatan dalam mendukung kelancaran tugas.
Berdasarkan pada hal tersebut, Pegawai Negeri Indonesia dipandang masih banyak kekurangan yaitu kurang adanya menghargai waktu, mengefisienkan tenaga dan kedisiplinan kerja.
Kaitannya dengan pembinaan pegawai sebagai mana telah ditegaskan didalam Garis Garis Besar Haluan Negara 1998 didalam bab VI mengenai Pembangunan Lima Tahun KeTujuh  terutama dalam bidang aparatur negara yaitu pada angka (9) huruf c, disebutkan antara lain pembangunan aparatur pemerintahan diarahkan pada peningkatan kualitas, efisien, dan efektif dalam seluruh jajaran administrasi pemerintahan.
Sedangkan pembinaan Pegawai Negeri Sipil diatur dalam pasal 12 ayat (2) UU No. 43 tahun 1999 sebagai berikut :
“Agar Pegawai Negeri Sipil dapat melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan berhasil guna, maka perlu diatur pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh yaitu suatu pengaturan pembinaan yang berlaku baik Pegawai Negeri Sipil pusat maupun Pegawai Negeri Sipil yang ada ditingkat daerah. Dengan demikian peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil pusat dengan sendirinya berlaku pula pada Pegawai Negeri yang ada ditingkat daerah, kecuali ditentukan lain oleh Undang Undang. Selain dari pada itu perlu dilaksanakan usaha penertiban dan pembinaan Aparatur Negara yang meliputi baik struktur, prosedur kerja, kepegawaian maupun sarana dan fasilitas kerja, sehingga keseluruhan Aparatur Negara baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah benar benar merupakan Aparatur yang ampuh, berwibawa, kuat, berdayaguna, penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang Undang 1945, Negara dan Pemerintah”
Terkait dengan pembinaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang Undang No.43 tahun 1999 tersebut, maka salah satu faktor yang dipandang sangat penting dan prinsipil dalam mewujudkan Aparatur Negara yang bersih dan berwibawa adalah masalah kedisiplinan para Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas pemerintahan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.
Dalam meningkatkan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil  tersebut, sebenarnya pemerintah telah memberikan suatu kebijaksanaan dengan di keluarkannya Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1999 yaitu tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparat pemerintah dan abdi masyarakat diharapkan selalu siap sedia menjalankan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya dengan baik, akan tetapi sering terjadi di dalam suatu instansi pemerintah pegawainya melakukan pelanggaran disiplin seperti datang terlambat, pulang sebelum waktunya, bekerja sambil ngobrol dan penyimpangan – penyimpangan lainnya yang menimbulkan kurang efektifnya pegawai yang bersangkutan.
Dengan adanya pelanggaran disiplin sebagaimana tersebut di atas, yang kesemuanya menunjukkan adanya pelanggaran terhadap disiplin kerja pegawai yang menimbulkan suatu pertanyaan yaitu apakah pelanggaran pelanggaran tersebut sudah sdemikian membudaya sehingga sulit untuk di adakan pembinaaan atau penertiban sebagaimana telah di atur dalam UU No. 43 Tahun 1999.
Kaitannya dengan kedisiplinan , Kejaksaan Negeri sebagai lembaga penegak hukum, maka kedisiplinan pegawai sangat penting untuk menciptakan pemerintah yang bersih dan berwibawa.
Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas , maka untuk mewujudkan aparatur Pemerintahan yang bersih dan berwibawa, kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil merupakan salah satu factor yang sangat menentukan, Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparat Pemerintah, abdi negara dan abdi masyarakat harus bisa menjadi suri tauladan terhadap masyarakat secara keseluruhan, sehingga masyarakat dapat percaya terhadap peran Pegawai Negeri Sipil.

B.           Pembatasan Masalah

Dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, tentunya di perlukan kedisiplinan para aparat pemerintah dan administrasi kepegawaian. Oleh karena itu di perlukan suatu perangkat peraturan yang dapat mendukung terciptanya kedisiplinan pegawai.
Kaitannya dengan hal tersebut, untuk membatasi masalah yang hendak di teliti dan mengingat terbatasnya waktu, tenaga, dan biaya pada diri penulis, maka penulis hanya melakukan penelitian di Kejaksaan Negeri Semarang khususnya mengenai pelasanaan UU No. 43 Tahun 1999.

C.          Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang tersebut di atas dan banyaknya permasalahan – permasalahan yang ada mengenai kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil , maka permasalahannya dapat penulis rumuskan sebagai berikut :
1.             Bagaimana pelaksanaan UU No.43 Tahun 1999 kaitannya dengan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Kejaksaan Negeri Semarang ?
2.             Apakah hambatan – hambatan yang timbul dalam meningkatkan kedisiplinan  Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang dan bagaimana cara mengatasinya ?
Tujuan Penelitian
Penelitian merupakan suatu proses dengan menggunakan metode ilmiah untuk dapat menemukan, mengembangkan serta menguji kebenaran ilmu pengetahuan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk :
3.             Mengetahui pelaksanaan UU No. 43 Tahun 1999 kaitannya dengan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang
2.       Mengetahui hambatan – hambatan yang timbul dalam meningkatkan kedisiplinan  Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang dan bagaiman cara mengatasinya.
D.           Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dalam penelitian  ini adalah :
1.             Secara teoritis
          Dalam penelitian ini di harapkan agar hasil penelitian nantinya dapat memberikan ataupun menambah pengetahuan terutama dalam hukum Administrasi Negara mengenai masalah – masalah yang berkaitan dengan UU No. 43 Tahun 1999.
2.             Secara Praktis
          Bagi Pegawai Negeri Sipil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau menambah pengetahuan tentang hal – hal yang berhubungan dengan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana di atur dalam UU No. 43 Tahun 1999.

E.           Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk lebih memudahkan pembahasan dalam penulisan ini serta mendapat - kan gambaran yang jelas mengenai apa yang akan dibahas pada setiap bab, maka sistematika penulisan ini disusun sebagai berikut :
BAB I             PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis kemukakan tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah , Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Sistematika Penulisan skripsi yang akan menguraikan semua bab atau materi skripsi yang di bahas.
BAB II            TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini menguraikan mengenai tinjauan pustaka atau landasan teori mengenai disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil yang memuat pengertian disiplin kerja, pengertian Pegawai Negeri Sipil, kemudian juga menguraikan tentang sanksi – sanksi dalam pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil yang memuat tingkat dan jenis hukuman disiplin, pejabat yang mempunyai wewenang menghukum, berlakunya putusan hukuman disiplin serta Badan Pertimbangan Kepegawaian kemudian juga mengulas tentang tinjauan terhadap bagian kepegawaian Kejaksaan Negeri Semarang yang terdiri dari tugas dan fungsi kejaksaan, susunan organisasi Kejaksaan Negeri.
BAB III          METODE PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai metode atau cara penelitian yang meliputi : tipe penelitian, spesifikasi penelitian, sumber data , metode pengumpulan data, metode analisa serta metode penyajian data.
BAB IV          HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini dibahas mengenai pelaksanaan UU No. 43 Tahun 1999 kaitannya dengan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang dan hambatan hambatan yang timbul dalam meningkatkan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Kejaksaan  Negeri.
BAB V            PENUTUP
Dalam bab ini di uraikan mengenai kesimpulan, yaitu menyimpulkan seluruh hasil pembahasan dari suatu penelitian yang merupakan hasil akhir dan sekaligus merupakan jawaban dari permasalahan yang ada.Di samping itu juga juga di sertakan saran – saran sebagai sumbangan pemikiran atau pendapat yang mungkin dapat bermanfaat dalam upaya meningkatkan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil .
Selain itu untuk mengetahui referensi yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini di sampaikan pula daftar pustaka serta lampiran – lampiran dalam mendukung kesempurnaan data.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.         DISIPLIN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL
1.             Pengertian Disiplin Kerja
Pengertian disiplin dapat dikonotasikan sebagai suatu hukuman, meskipun arti yang sesungguhnya tidaklah demikian. Disiplin berasal dari bahas alatin “Disciplina” yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat. jadi sifat disiplin berkaitan dengan pengembangan sikap yang layak terhadap pekerjaan.[1]
Di dalam buku Wawasan Kerja Aparatur Negara disebutkan bahwa yang dimaksud dengan disiplin adalah :
“Sikap mental yang tercermin dalam perbuatan, tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan-peraturan yang ditetapkan Pemerintah atau etik, norma serta kaidah yang berlaku dalam masyarakat”.[2]
Sedangkan menurut Sutopo Yuwono di dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Produksi, diungkapkan bahwa :
“Disiplin adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi keputusan yang telah ditetapkan.[3]
Selanjutnya Alfred R. Lateiner dan I.S. Levine telah memberikan definisi antara lain, disiplin merupakan suatu kekuatan yang selalu berkembang di tubuh para pekerja yang membuat mereka dapat mematuhi keputusan dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.[4]
Di samping beberapa pengertian mengenai disiplin pegawai tersebut di atas, A.S. Moenir mengemukakan bahwa :
“Disiplin adalah ketaatan yang sikapnya impersonal, tidak memakai perasan dan tidak memakai perhitungan pamrih atau kepentingan pribadi.[5]
Kaitannya dengan kedisiplinan, Astrid S. Susanto[6] juga mengemukakan sesuai dengan keadaan di dalam setiap organisasi, maka disiplin dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu :
a.              Disiplin yang bersifat positif.
b.             Disiplin yang bersifat negatif.
Merupakan tugas seorang pemimpin untuk mengusahakan terwujudnya suatu disiplin yang mempunyai sifat positif, dengan demikian dapat menghindarkan adanya disiplin yang bersifat negatif.
Disiplin positif merupakan suatu hasil pendidikan, kebiasaan atau tradisi dimana seseorang dapat menyesuaikan dirinya dengan keadaan, adapun disiplin negatif sebagai unsur di dalam sikap patuh yang disebabkan oleh adanya perasaan takut akan hukuman.
Adapun ukuran tingkat disiplin pegawai menurut I.S. Levine[7], adalah sebagai berikut :
“Apabila pegawai datang dengan teratur dan tepat waktu, apabila mereka berpakaian serba baik dan tepat pada pekerjaannya, apabila mereka mempergunakan bahan-bahan dan perlengkapan dengan hati-hati, apabila menghasilkan jumlah dan cara kerja yang ditentukan oleh kantor atau perusahaan, dan selesai pada waktunya.”
Berdasarkan pada pengertian tersebut di atas, maka tolak ukur pengertian kedisiplinan kerja pegawai adalah sebagai berikut :
1.    Kepatuhan terhadap jam-jam kerja.
2.    Kepatuhan terhadap instruksi dari atasan, serta pada peraturan dan tata tertib yang berlaku.
3.    Berpakaian yang baik pada tempat kerja dan menggunakan tanda pengenal instansi.
4.    Menggunakan dan memelihara bahan-bahan dan alat-alat perlengkapan kantor dengan penuh hati-hati.
5.    Bekerja dengan mengikuti cara-cara bekerja yang telah ditentukan.
            Selanjutnya untuk lebih memperjelas arti dan makna displin kerja, Alex S. Nitisemito[8] antara lain mengemukakan, bahwa kedisiplinan lebih dapat diartikan suatu sikap atau perilaku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan atau instansi yang bersangkutan baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
            Adapun menurut peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil sebagimana telah dimuat di dalam Bab II Pasal (2) UU No.43 Tahun 1999, ada beberapa keharusan yang harus dilaksanakan yaitu :
1.             Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, serta melaksanakan perintah-perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berhak.
2.             Melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya serta memebrikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat sesuai dengan bidang tugasnya.
3.             Menggunakan dan memelihara barang-barnag dinas dengan sebaik-baiknya.
4.             Bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil dan atasannya.
            Dengan demikian, maka disiplin kerja merupakan praktek secara nyata dari para pegawai terhadap perangkat peraturan yang teradapat dalam suatu organisasi. Dalam hal ini disiplin tidak hanya dalam bentuk ketaatan saja melainkan juga tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi, berdasarkan pada hal tersebut diharapkan efektifitas pegawai akan meningkat dan bersikap serta bertingkah laku disiplin.
            Kedisiplinan pegawai dapat ditegakkan apabila peraturan-peraturan yang telah ditetapkan itu dapat diatasi oleh sebagian besar pegawainya dalam kenyataan, bahwa dalam suatu instansi apabila sebagian besar pegawainya mentaati segala peraturan yang telah ditetapkan, maka disiplin pegawai sudah dapat ditegakkaan.
2.             Pengertian Pegawai Negeri Sipil
Di dalam Pasal 1 huruf (a) UU No.43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil adalah mereka atau seseorang yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam jabatannegeri atau disertahi tugas-tugas negeri lainnya yang ditetapkan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan serta digaji menurut peraturan yang berlaku.
   Berdasarkan pada ketentuan tersebut di atas, maka unsur-unsur yang harus dipenuhi agar seseorang dapat disebut sebagai pegawai negeri adalah :
a.              Memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
b.             Diangkat oleh pejabat yang berwenang.
c.              Diserahi tugas dalam jabatan negeri.
d.             Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
   Sedangkan menurut Pasal 2 ayat (2) UU No.43 Tahun 1999, maka Pegawai Negeri berdasar pada difinisi dalam pasal 1 huruf (a) terdiri dari :
a.              Pegawai Negeri Sipil, dan
b.             Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Kemudian di dalam Pasal 2 ayat (2) dinyatakan pula bahwa Pegawai Negeri Sipil terdiri dari :
a.              Pegawai Negeri Sipil Pusat,
b.             Pegawai Negeri Sipil Daerah,
c.              Pegawai Negeri Sipil lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
   Selanjutnya di dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) dari UU No. 43 Tahun 1999 ditegaskan bahwa :
a.              Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah :
-      Pegawai Negeri Sipil Pusat yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara, Instansi Vertikal di Daerah-daerah, dan Kepanitiaan Pengadilan.
-      Pegawai Negeri Sipil Pusat yang bekerja pada Perusahaan Bawahan.
-      Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan atau dipekerjakan pada Daerah Otonom.
-      Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang diperbantukan atau dipekerjakan pada badan lain, seperti Perusahaan Umum, Yayasan dan lain-lain.
b.             Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Otonom.
c.              Organisasi adalah suatu alat untuk mencapai tujuan, oleh sebab itu organisasi harus selalu disesuaikan dengan perkembangan tugas pokok dalam mencapai tujuan. Berkaitan dengan itu ada kemungkinan bahwa arti Pegawai Negeri Sipil akan berkembang di kemudian hari. Kemungkinan perkembangan ini harus diletakkan landasannya dalam undang-undang.
Didalam Penjelasan Pasal 2 dari UU No.43 Tahun 1999 dijelaskan bahwa, Pegawai Negeri adalah pelaksana peraturan perundang-undangan, oleh sebab itu Pegawai Negeri yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah wajib berusaha agar setiap peraturan perundang-undangan ditaati oleh mayarakat.
Berdasarkan pada pengertian tersebut, Pegawai Negeri mempunyai kewajiban untuk memberikan contoh yang baik dalam mentaati dan melaksanakan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan pada umumnya kepada Pegawai Negeri diberikan tugas kedinasan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Pada prinsipnya pemberian tugas kedinasan itu adalah merupakan kepercayaan dari atasan yang berwenang dengan harapan bahwa tugas itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dengan demikian maka, setiap Pegawai Negeri wajib melaksanakan tugas kedinasan yang telah dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab.
3.             Dasar Hukum Pelaksananan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
          Dalam rangka usaha memelihara kewibawaan Pegawai Negeri Sipil, serta untuk mewujudkan Pegawai Negeri sebagai Aparatur Pemerintah yang bersih dan berwibawa diperlukan adanya suatu perangkat Peraturan Disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan dan sanksi apabila suatu kewajiban tersebut tidak ditaati atau adanya suatu pelanggaran-pelanggaran dalam menjalankan tugas.
          Adapun yang menjadi dasar-dasar hukum pelaksanaan disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah sebagi berikut :
a.         Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaga Negara Tahun 1974 No 8, Tambahan Lembaran Negara No 3041).
b.         Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1974, tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam Usaha Swasta (Lembaran Negara Nomor 8 Tahun 1974, tambahan Lembaran Negara Nomor 3201).
c.         Keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 02 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Anggota Partai Politik.
d.        Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 1980 tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian.
e.         Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Nomor 23/SE/1980, tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Selain beberapa peraturan atau perangkat kebijaksanaan tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil tersebut di atas, masih ada peraturan perundang-undangan lain yang mengatur tentang kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil, peraturan tersebut adalah :
a.         Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil.
b.         Peraruran Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
c.         Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1974 tentang beberapa Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Sipil dalam Rangka Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan Hidup.
d.        Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
Dasar hukum pelaksanaan disiplin Pegawai Negeri tersebut di atas, diharapkan memberikan dukungan atau doorngan agar supaya Pegawai Negeri Sipil bisa melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Namun dasar hukum ini dirasa masih kurang tanpa didukung oleh sikap dan mental dari para pegawai itu sendiri, oleh karena itu diperlukan adanya pembinaan para Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana telah dijelaskan di dalam Penjelasan pasal 12 dari UU No. 43 tahun 1999 yaitu bahwa, agar Pegawai Negeri Sipil dapat melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan berhasil guna, maka perlu diatur pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh, yaitu suatu peraturan pembinaan yang berlaku baik bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil yang ada di Daerah. Dengan demikian peraturan perundnag-undangan yang berlaku di tingkat pusat akan berlaku di tingkat daerah, kecuali ditentukan lain.
Selain itu perlu dilaksanakan usaha penerbitan dan pembinaan Aparatur Negara yang meliputi baik struktur, prosedur kerja, fasilitas dan sarana untuk menunjang Aparatur Negara yang bersih dan berwibawa.


4.             Tanggung Jawab Pegawai Negeri Sipil
Berdasarkan pada sifat kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil tersebut, maka dapat diartikan bahwa sikap dan tindakan Pegawai Negeri Sipil di dlama dinas harus sesuai dengan sumpah dan jabatan, yaitu untuk memelihara penghargaan dan kepercayaan masyarakat kepada korps pegawai. Dengan melalaikan tugas dan kewajiban berarti mereka harus memberikan pertanggungan jawab atas tugas yang diberikan kepadanya.
Adapun pertanggungan jawab pegawai dapat dibedakan ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu :
1.           Pertanggungan Jawab Kepidanaan
Mengenai pertanggungan jawab pidana bagi pegawai, sebagian beaar diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu dalam buku II titel XXVIII – Pasal 413 - 437 mengenai kejahatan jabatan dan buku ke III Titel VIII – Pasal 2 552-559 mengenai pelanggaran jabatan.
Dalam kalangan administrasi, begitu pula dalam peraturan kepegawaian, seperti Undang-Undang Pensiun keduanya merupakan pelanggaran jabatan.
Pelanggaran jabatan ini tidak berarti pelanggaran dari peraturan jabatan, melainkan merupakan perbuatan pidana seperti yang disebut di dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hanya suatu perbuatan pidana yang termasuk dalam salah satu pasal tersebut adalah suatu pelanggaran jabatan. Suatu perbuatan lain, meskipun ada hubungannya dengan jabatan, tetapi tidak termasuk dalam salah satu pasal tersebut, tidak merupakan suatu pelanggaran jabatan.[9]
Selain hal tersebut di atas, didalam buku ke I Title 1 – Pasal 7 KUH Pidana juga disinggung mengenai kejahatan jabatan yang antara lain, bahwa aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang diluar Indonesia yang melakukan perbuatan pidana.
Kejahatan jabatan yang dimaksudkan di atas hanya dapat dilakukan oleh seorang yang mempunyai kedudukan (status) Pegawai Negeri. Unsur Pegawai Negeri di sini adalah mutlak, hal ini juga sama dengan pelanggaran jabatan yang dimaksudkan.
2.           Pertanggungan Jawab Keuangan / Keperdataan
Pertanggungan jawab keuangan atau keperdataan yang dimaksud di sini adalah tanggung jawab pegawai untuk kerugian yang dinilai dengan uang, yang ditimbulkan oleh pegawai tersebut dalam melakukan tugas baik kerugian itu ada pada pemerintah sendiri maupun ada pada pihak ketiga.[10]
Berdasarkan Pasal 74 I.C.W, mengenai masalah pertanggungan jawab keuangan dapat diperinci yaitu, semua Pegawai Negeri (bukan bendaharawan) yang dalma tugasnya selalu demikian, melakukan perbuatan melawan hukum atau mengabaikan tugas yang mereka harus lakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung merugikan negara, diharuskan mengganti kerugian itu.
Tuntutan ganti rugi tersebut, terhadap pegawai negeri yang terjadi karena perbuatan itu dalam sangkut pautnya dengan jabatan sebagai Pegawai Negeri atau hubungannya dengan negara, sehingga negara menderita kerugian.
Adapun tindakan-tindakan yang menyebabkan kerugian bagi Negara antara lain dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) kelompok, yaitu :
a.         Tindakan Perseorangan
       Tindakan ini dilakukan oleh Pegawai Negeri (ada dangkut pautnya dengan jabatan), yang menyebabkan negara menderita kerugian.
b.         Tindakan yang Menguntungkan Pihak Lain
       Tindakan ini pada umumnya tidak sengaja, sebab terjadi karena kelalaian / kekhilafan Pegawai Negeri yang bersangkutan di dalam melakukan tugas.
c.         Tindakan yang Membebani Negara secara Berlebihan
       Pengertian berlebihan di sini adalah apabila adanya dua / lebih pilihan untuk melakukan tindakan yang berakibat membebani anggaran belanja negara lebih mahal dari yang semetinya.
d.        Tindakan yang Merugikan Pihak Lain
       Yaitu suatu tindakan seorang Pegawai Negeri, sehingga pihak lain menderita kerugian dan menuntut ganti rugi kepada Negara.
e.         Tindakan yang Mempermudah Kemungkinan Timbulnya Tindakan Pegawai Lain
Suatu tindakan yang misalnya adalah pegawai negeri yang bertugas melakukan pengawasan / pemeriksaan, di mana karena kurang teliti, sehingga berakibat pegawai lain dapat melakukan kecurangan, korupsi, penggelapan dan lain sebagainya, sehingga dapat merugikan negara.[11]
3.           Pertanggungan Jawab Disiplin Administrasi
Tanggung jawab disipliner atau administratif adalah tanggung jawab Pegawai Negeri yang tidak memenuhi kewajiban di dalam dinasnya. Pejabat ditempatkan di bawah disiplin jabatan, pelanggaran jabatan dapat mengakibatkan hukuman jabatan, bahkan pemberhentian (dengan catatan “tidak terhormat”) dari jabatan.
Di dalam UU No.43 Tahun 1999, hal ini telah diatur di dalam Pasal 23 ayat (3) a, yaitu : Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan tidak dengan hormat, karena melanggar sumpah atau janji Pegawai Negeri Sipil atau Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan disiplin adalah suatu peraturan yang memuat keharusan, larangan dan sanksi, apabila keharusan tidak dilaksanakan atau larangan tersebut dilanggar, maka akan mendapat sanksi atau hukuman.[12]
B.     SANKSI-SANKSI DALAM PELANGGARAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
1.             Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin
Dalam rangka memelihara kewibawaan Pegawai Negeri Sipil, maka tindakan kepolisian sebagai penyidik terhadap Pegawai Negeri Sipil hendaknya dilakukan dengan tertib dan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalamkaitan ini apabila seornag Pegawai Negeri Sipil diperiksa, ditangkap dan atau ditahan sementara oleh pejabat yang berwajib karena disangka melakukan tindak pidana, maka pejabat yang berwajib tersebut secepat mungkin memberitahukan kepada atasan Pegawai Negeri yang bersangkutan.
   Adapun pengertian pelanggaran disiplin berdasarkan Pasal 1 huruf (a) UU No.43 Tahun 1943 adalah : setiap ucapan, tulisan atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar kedinasan.
   Kemudian menurut Pasal 1 huruf (c) dari undang-undang tersebut, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
   Selanjutnya dalam Pasal 6 UU No.43 Tahun 1999 disebutkan pula mengenai tingkat dan jenis hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil, adapun tingkat dan jenis hukuman disiplin tersebut adalah :
(1)        Hukuman Disiplin Ringan
Dalam tingkat hukuman disiplin ringan ini terdapat 3 (tiga) jenis hukuman yang terdiri dari :
a.         Teguran lesan,
b.        Teguran tertulis,
c.         Pernyataan tidak puas secara tertulis.
(2)        Hukuman Disiplin Sedang
Pada tingkat hukuman disiplin sedang ini juga terdapat 3 (tiga) jenis hukuman, yaitu :
a.         Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun,
b.        Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun,
c.         Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun.
(3)        Hukuman Disiplin Berat
Adapun pada tingkat disiplin berat ini terdapat atau ada 4 (empat) jenis hukuman yaitu :
a.         Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun,
b.        Pembebasan dari jabatan,
c.         Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil,
d.        Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.


2.             Pejabat yang Mempunyai Wewenang Menghukum
   Sebagaimana telah disampaikan di atas, Pegawai Negeri diangkat oleh Pejabat yang berwenang. Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang baik mengangkat maupun memberhentikan yang bersifat hukuman, menurut ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) huruf (a – e) Peraturan UU No.43 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :
a.         Presiden,
b.         Menteri dan Jaksa Agung,
c.         Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi atau Tinggi dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen.
d.        Gubernur Kepala Daerah Tingkat I,
e.         Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri.
   Kemudian yang disebut dengan Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan termasuk di dalamnya, kesekretariatan Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara dan kepentingan Pengadilan.[13]
3.             Berlakunya Putusan Hukuman Disiplin
   Menurut Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Nomor 21/SE/1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, pada angka Romawi VIII disebutkan bahwa hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada seorang Pegawai Negeri Sipil mulai berlaku sejak :
1.         Terhitung mulai tanggal disampaikannya kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, bagi jenis hukuman disiplin ringan.
2.         Terhitung mulai tanggal disampaikannya kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, bagi hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Presiden, Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, kecuali :
a.         Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil.
b.        Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
3.         Terhitung mulai tanggal keputusan hukuman disiplin ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menghukum, bagi jenis hukuman disiplin pembebasan dari jabatan.
4.         Hari ke 15 (lima belas) terhitung mulai tanggal penyampaian surat keputusan hukuman disiplin, kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan apabila tidak ada keberatan mengenai jenis hukuman disiplin :
a.         Penundaan kenaikan gaji,
b.         Penurunan gaji,
c.         Penundaan kenaikan pangkat,
d.        Penurunan panhkat,
e.         Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil.
f.          Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
5.         Terhitung mulai tanggal keputusan atas keberatan hukuman disiplin itu ditetapkan oleh atasan pejabat yang berwenang menghukum atau oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian, apabila ada keberatan atas hukuman disiplin yang dijatuhkan mengenai jenis hukuman disiplin :
a.         Penundaan kenaikan gaji,
b.         Penurunan gaji,
c.         Penundaan kenaikan pangkat,
d.        Penurunan pangkat,
e.         Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil,
f.          Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
6.         Hari ketiga puluh terhitung mulai tanggal yang ditentukan untuk menyampaikan keputusan hukuman disiplin tersebut, apabila Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu penyampaian keputusan hukuman disiplin.

BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN

Berdasarkan Pasal 23 ayat (02) UU No.43 Tahun 1999, disebutkan bahwa Badan Pertimbangan Kepegawaian yang dibentuk dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 1980, tertanggal 11 Desember 1980 adalah suatu Badan yang berkedudukan langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Kemudian dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, tentang Pokok-Pokok Kepegawaian disebutkan bahwa untuk menjalin kelancaran pembinaan Pegawai Negeri Sipil, dibentuk badan yang bertugas membantu Presiden dalam mengatur dan menyelenggarakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil.
Selanjutnya di dalam penjelasan Pasal tersebut disebutkan juga bahwa, tugas badan yang dibentuk adalah membantu Presiden dalam merencanakan, mengatur dan menyelenggarakan administrasi kepegawaian, pendidikan dan latihan jabatan, kesejahteraan menampung dan menyelesaikan masalah-masalah yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan kepegawaian.
Berkaitan dengan hal tersebut di dalam Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 143 Tahun 1998 tentang Badan Administrasi Kepegawaian Negara pada Bagian Ketiga Pasal 6-11 disebutkan antara lain, Sekretarian Utama adalah unsur utama pelaksanaan sebagian tugas dan fungsi BAKN di bidang administrasi umum, berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala.
Kemudian Sekretariat Utama mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi perencanaan dan pembinaan serta pelayanan administrasi untuk menunjang tugas pokok dan fungsi seluruh satuan organisasi di lingkungan BAKN.
Dalam pelaksanaan tugas tersebut, Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi yaitu :
a.         Pembinaan aparatur dan pelayanan administrasi di lingkungan BAKN.
b.         Koordinasi perencanaan program kerja BAKN.
c.         Menyelenggarakan dan mengelola kepegawaian.
d.        Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala.
Dengan demikian bidang pembinaan adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi BAKN, yang bertugas menyelenggarakan perencanaan, pembinaan, pengembangan sistem, pertimbangan huku, serta perumusan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
Adapun dalam peleksananya tugas bidang pembinaan menyelenggarakan fungsi :
1.         Menyiapkan rencana pembinaan dan pengembangan sistem kepegawaian.
2.         Menyiapkan pemberian pertimbangan, pengelolaan, dan penyusunan jabatan struktural dan fungsional.
3.         Menyiapkan rancangan peraturan dan petunjuk teknis hukum dan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
4.         Pemberian pertimbangan dan penetapan masalah kepegawaian, kedudukan hukum serta kewajiban dan hak pegawai.
5.         Menyiapkan perencanaan, koordinasi, penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan dan latihan di bidang kepegawaian dengan instansi pemerintah.
6.         Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala.
Badan Administrasi Kepegawaian yang selanjutnya disingkat BAKN, adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) mempunyai tugas pokok membantu Presiden dalam menyempurnakan, memelihara, membina, dan mengembangkan administrasi negara di bidang kepegawaian untuk menjamin kelancaran jalannya pemerintah yang bersih dan berwibawa dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Melihat hal-hal tersebut, maka Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sangat berat, apalagi di zaman seperti sekarang ini, bahwa Pegawai Negeri Sipil dituntut untuk dapat memberikan hal yang terbaik bagi masyarakat, maka badan tersebut harus dapat bermanfaat sebesar-besarnya dalam upaya membentu Presiden untuk menyelenggarakan pembinaan atau sebagai bagian pertimbangan Pegawai Negeri Sipil.
1.             Tugas Pokok Badan Pertimbangan Kepegawaian
   Adapun tugas pokok Badan Pertimbangan Kepegawaian sebagaimana telah dituangkan di dalam angka 2 (dua) Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 1980 adalah sebagai berikut :
a.         Memeriksa dan mengambil keputusan mengenai keberatan hukuman disiplin :
(1)          Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.
(2)          Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Golongan ruang IV / a ke bawah.
b.         Memberikan pertimbangan kepada Presiden mengenai usul menjatuhkan hukuman disiplin berupa :
(1)          Pemberhentian dengan hormat tidak ata permintaan sendiri, dan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV / b ke atas.
(2)          Pembebasan jabatan bagi pejabat eselon I yang diajukan oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen.


2.             Susunan Organisasi Badan Pertimbangan Kepegawaian
   Seperti lembaga atau organisasi lainnya, dan dalam rangka untuk mempermudah serta memperlancar kerja para pegawai, maka Badan Pertimbangan Kepegawaian ini mempunyai susunan organisasi kepegawaian.
   Kemudian sesuai dengan ketentuan angka 3 (tiga) Surat Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 1980, maka susunan organisasi Badan Pertimbangan Kepegawaian adalah sebagai berikut :
a.         Menteri Negara Penerbitan Aparatur Negara sebagai Ketua merangkap Anggota.
b.         Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara sebagai Sekretaris merangkap Anggota.
c.         Sekretaris Kabinet sebagai anggota.
d.        Direktur Jendral Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman sebagai anggota.
e.         Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan pada Kejaksaan Agung Republik Indonesia sebagai anggota.
f.          Direktur Jendral Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (Dirjen PUOD) pada Departemen Dalam Negeri sebagai anggota.
g.         Ketua Pengurus Pusat KORPRI sebagai anggota.



BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu proses yang panjang, yang berawal pada minat untuk mengetahui fenomena tertentu dan selanjutnya berkembang menjadi suatu gagasan, teori, konseptual dan lain lain.pemilihan metode penelitian yang dianggap relevan yang pada gilirannya melahirkan suatu gagasan dan teori baru, hal ini merupakan proses yang tidak ada hentinya. 17)
Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian hukum adalah suatu kegiatan ilmiah [14]yang didasarkanpada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan mempelajari satu atau beberapa jenis gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisa. Selain itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mencari suatu pemecahan atas permasalahan yang mungkin timbul dalam gejala hukum tersebut. 18)
Kemudian di dalam metodelogi penelitian hukum di uraikan mengenai penalaran – penalaran, dalil – dalil dan postulat – postulat serta preposisi yang menjadi latar belakang dari setiap langkah dalam suatu proses yang lazim di tempuh dalam kegiatan penelitian hukum kemudian dapat memberikan alternatif – alternatif serta membandingkan unsur – unsur didalam suatu rangkaian penelitian hukum.
Jadi, dalam suatu penelitian agar tujuan yang diinginkan dapat berhasil dengan baik, oleh karena itu diperlukan suatu metode. Sedangkan tujuan umum dari suatu penelitian adalah untuk memecah suatu permasalahan, dengan demikian langkah yang harus ditempuh relavan dengan permasalahan yang sudah dirumuskan, adapun metode penelitian dalam penulisan ini adalah sebagai berikut

A.           Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang menekankan pada peraturan-peraturan hukum, kaidah-kaidah hukum, pendapat para sarjana dan peraturan-peraturan yang terkait dengan penelitian.
B.      Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analisis, pangamatan obyek penelitian untuk memperoleh gambaran atau fakta-fakta yang dapat menjadi hasil penelitian.
C.      Sumber Data
Data merupakam hal yang penting dalam suatu penelitian, oleh karena itu untuk memperoleh data diperlukan beberapa sumber , yaitu :
1.             Data Primer
Diperoleh dari penelitian dan pengamatan langsung terhadap objek penelitian di lapangan.
2.             Data Sekunder
Diperoleh dari penelitian kepustakaan, misalnya dengan mempelajari literatur – literartur serta dokumen dokumen resmi yang ada di lapangan yang terkait dengan objek penelitian.
D.      Metode Pengumpulan Data
   Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan mempergunakan beberapa cara antara lain :
1.    Data Primer
Diperoleh dari penelitian langsung terhadap objek penelitian di lapangan dengan cara :
-            Wawancara , yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mewawancarai secara langsung para responden
-            Questioner, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang di bagikan kepada para pegawai Negeri Sipil atau responden yang bersangkutan.
2.         Data Sekunder
Diperoleh dari penelitian kepustakaan, misalnya dengan mempelajari literatur – literatur serta dokumen dokumen resmi yang ada di lapangan yang terkait dengan objek penelitian.
E.      Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu suatu metode analisa data dengan menjelaskan dan menjabarkan permasalahan yang diteliti kemudian menganalisa hasil penelitian yang ada di lapangan untuk dapat dirumuskan dalam suatu kesimpulan.
F.      Metode Penyajian Data.         
Data yang telah terkumpul kemudian di olah serta di susun secara sistematis, setelah itu akan disajikan atau di paparkan dalam bentuk skripsi. Pengolahan data merupakan wujud konkrit dari pengumpulan data yang telah di peroleh dan terkumpul tanpa di sajikan akan sia –sia dalam penelitian tersebut.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.           TINJAUAN TERHADAP BAGIAN KEPEGAWAIAN KEJAKSAAN NEGERI SEMARANG
1.             Tugas dan Fungsi Kejaksaan
Berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia No. KEP-035/J.A/3/1992, tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia, di dalam Pasal 1 dinyatakan bahwa, Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara terutama di bidang penuntutan dalam tata susunan kekuasaan badan-badan hukum dan keadilan.
Kemudian dalam Pasal 2 disebutkan bahwa, tugas pokok Kejaksaan adalah melaksanakan kekuasaan negara di bidang dan tugas-tugas lain berdasarkan pada peraturan perundang-undangan serta turut menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang hukum.
Adapun untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Kejaksaan mempunyai fungsi :
a.         Merumuskan kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijaksanaan teknis, pemberian bimbingan dan pembinaan serta pemberian perizinan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan umum yang telah ditetapkan oleh Presiden.
b.         Menyelenggarakan dan melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana, pembinaan manajemen, administrasi, organisasi dan ketatalaksanaan serta pengelolaan atas milik negara yang menjadi tanggung jawabnya.
c.         Melakukan kegiatan pelaksanaan penegakkan hukum baik secara preventif maupun represif yang berintikan keadilan di bidang pidana, melakukan dan atau turut menyelenggarakan intelijen yustisial di bidang ketertiban dan ketentraman umum, memberikan bantuan, pertimbangan, pelayanan, dan penegakkan hukum di bidang perdata dan tata usaha negara serta tindakan hukum dan tugas lain, untuk menjamin kepastian hukum kewibawaan pemerintah dan menyelamatkan kekayaan negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan umum yang telah ditetapkan oleh Presiden.
d.        Menempatkan seorang tersangka atau terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa atau tempat lain yang layak berdasarkan penetapan hakim karena tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri.
e.         Memberikan pertimbangan hukum kepada instansi pemerintah di pusat dan daerah dan turut menyusun peraturan perundang-undangan serta meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
f.          Menyelenggarakan koordinasi, bimbingan dan atau petunjuk teknis serta pengawasan baik atas pelaksanaan tugas pokoknya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan umum yang ditetapkan oleh Presiden (Pasal 3).
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut di atas, Kejaksaan dituntut mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran huku, mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan dan kesusilaan serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Untuk kepentingan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dalam pembangunan, Jaksa Agung dapat menugaskan petugas Kejaksaan pada lembaga negara, atau lembaga-lembaga lainnya yang ada di daerah. Kejaksaan di daerah terdiri dari :
1.         Kejaksaan Tinggi
Kejaksaan Tinggi adalah kejaksaan yang berkedudukan di Ibukota Propinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Propinsi yang bersangkutan, dipimpin oleh Kepala Kejaksaan Tinggi yang bertanggung jawab langsung kepada Jaksa Agung.
2.         KejaksaanNegeri
Kejaksaan Negeri adalah kejaksaan yang ada di daerah berkedudukan di Ibukota Kabupaten atau Kotamadia atau di Kota Administratif, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten, Kotamadia atau Kota Administratif (Pasal 689, Surat Keputusan Jaksa Agung RI No. 075 Tahun 1992).
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 689, Surat Keputusan Jaksa Agung No. 035/J.A/3/1992 tersebut di atas, Kejaksaan Negeri mempunyai fungsi :
1.         Merumuskan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, berupa pemberian bimbingan dan pembinaan serta pemberian perijinan sesuai dengan tugasnya.
2.         Menyelenggarakan dan melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana , pembinaan manajemen administrasi , organisasi, ketata laksanaan dan pengelolaan atas milik negara yang menjadi tanggung jawabnya.
3.         Melaksanakan dan mengendalikan pelaksanaan penegakan hukum baik preventif dan represif yang berintikan keadilan di bidang pidana, melakukan dan turut menyelenggarakan intelejen yustisial di bidang ketertiban dan ketentraman umum, memberikan bantuan, pertimbangan, pelayanan dan penegakan hukum di bidang perdata dan tata usaha negara serta tindakan hukum dan tugas- tugas lain untuk menjamin kepastian hukum, kewibawaan pemerintah dan menyelamatkan kekayaan negara berdasarkan peraturan perundang – undangan dan kebijaksanaan jaksa agung.
4.         Menempatkan seorang tersangka atau terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa atau tempat lain yang layak berdasarkan penetapan hakim karena tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri.
5.         Memberikan pertimbangan hukum kepada instasi pemerintah di aderah dan turut menyusun peraturan perundang – undangan serta meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
6.         Menyelenggarakan koordinasi, bimbingan dan atau petunjuk teknis serta pengawasan baik ke dalam maupun instasi terkait atas pelaksanaan tugas.
7.         Memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi dan melaksanakan tugas – tugas sesuai petunjukKepala Kejaksaan Negeri.

2.             Susunan  Organisasi Kejaksaan Negeri
Di dalam Pasal 691 dari Surat Keputusan Jaksa Agung No. 034 / J.A / 3 / 1992 di sebutkan bahwa pola organisasi dari Kejaksaan Negeri terdiri dari :
a.         Kejaksaan Negeri tipe A
b.         Kejaksaan Negeri tipe B
Hal tesebut di dasrkan pada kedudukan, beban tugas atau kekhususan suatu daerah.
Adapun Kejaksaan Negeri tipe A tersebut terdiri dari :
1.         Kepala Kejaksaan Negeri
2.         Sub Bagian Pembinaan
3.         Seksi Intelejen
4.         Seksi Tindak Pidana Umum
5.         Seksi Tindak Pidana Khusus
6.         Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara
7.         Pemeriksa
Kemudian dari sub bagian, seksi dan pemeriksa masing –masing di pimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian, Kepala Seksi dan Pemeriksa yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kejaksaan Negeri.
Berdasarkan susunan organisasi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri mempunyai tugas :        
1.         Memimpin dan mengendalikan Kejaksaan Negeri dalam melaksanakan tugas, wewenang dan fungsi kejaksaan di daerah hukumnya serta membina aparatur Kejaksaan di lingkungan Kejaksaan Negeri yang bersangkutan agar berdaya guna dan berhasil guna.
2.         Melakukan dan atau mengendalikan kebijaksanaan pelaksanaan penegakan hukum dan keadilan baik preventif dan represif yang menjadi tanggung jawabnya di daerah hukum Kejaksaan Negeri yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
3.         Melakukan penyelidikan, penyidikan, pra penuntutan, eksekusi dan tindakan hukum lain berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
4.         Melakukan dan mengkoordinasikan penanganan perkara pidana tertentu dengan instasi terkait meliputi penyelidikan, penyidikan dan melaksanakan tugas – tugas yustisial lain berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
5.          Melakukan pencegahan dan pelarangan terhadap orang yang terlibat dalam suatu perkara pidana untuk masuk di dalam atau di luar, meninggalkan wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia, peredaran barang cetakan yang dapat mengganggu ketertiban umum, penyalahgunaan dan atau penodaan agama serta pengawasan lairan kepercayaan yang dapat membahayakan ketertiban masyarakat dan negara berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
6.         Melakukan tindakan hukum di bidang perdata dan tata usaha negara, mewakili pemerintah dan negara di dalam dan di luar pegadilan sebagai usaha menelamatkan kekayaan negara baik di dalam maupun di luar negeri berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
7.         Membina dan melakukan kerjasama dengan instasi pemerintah dan organisasi lain di daerah hukumnya untuk memecahkan permasalahan yang timbul terutama yang menjadi tanggung jawabnya.
8.         Memberikan perijinan sesuai dengan bidang tugasnya dan melaksanakan tugas – tugas lain berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
9.         Memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi serta melaksanakan tugas –tugas lain sesuai dengan petunjuk Kepala Kejaksaan Tinggi.
Untuk melaksanakan pembinaan manajemen dan pengelolaan ketata usahaan kepegawaian, bagian pembinaan mempunyai fungsi :
1.         Melakukan organisasi, integrasi dan sinkronisasi serta membina kerja sama seluruh satuan kerja di lingkungan Kejaksaan Negeri di bidang administrasi.
2.         Melakukan pembinaan organisasi dan tata laksana urusan ketatausahaan dan mengelola keuangan, kepegawaian, perlengkapan, milik negara yang menjadi tanggung jawabnya.
3.         Melakukan pembinaan dan peningkatan kemampuan, ketrampilan dan integritas kepribadian aparat Kejaksaan di daerah hukumnya.
4.         Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala Kejaksaan Negeri serta melaksanakan tugas – tugas lain sesuai petunjuk Kepala Kejaksaan Negeri.
Berkaitan dengan peningkatan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil, maka dalam melaksanakan kegiatan suatu organisasi administrasi pemerintah pada umumnya, atasan mempunyai beban berat untuk melakukan pengawasan terhadap bawahannya, hal ini sebagaimana telah dirumuskan didalam pasal 411 Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 035 hal.46 Tahun 1997 tentang susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia yang menyatakan bahwa, Jaksa Agung Muda Pengawasan mempunyai tugas dan wewenang mekukan pengawasan atas pelaksanaan tugas rutin dan pembangunan semua unsur Kejaksaan agar berjalan sesuai dengan peraturan perundang –undangan, rencana kerja, program kerja Kejaksaan serta kebijaksanaan yang ditetapkan oleh jaksa Agung.
Untuk melaksanakan tugas dan wewenang, sebagai mana telah di maksud didalam pasal 412 dari Surat Keputusan tersebut, maka Jaksa Agung Muda pengawasan mempunyai fungsi :
a.         Merumuskan kebijaksanaan teknis pengawasan di lingkungan Kejaksaan.
b.         Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan pengamatan , penelitian, pengujian, penilaian, pemberian bimbingan, penertiban atas pelaksanaan tugas rutin dan pembangunan semua unsur Kejaksaan.
c.          Melaksanakan pengusutan,pemeriksaan laporan,pengaduan, penyimpangan, penyalah gunaan jabatan dan mengusulkan penindakan terhadap pegawai Kejaksaan yang terbukti melakukan melakukan tindakan pidana.
Berdasarkan susunan organisasi di Lembaga Kejaksaan Negeri serta berfungsinya sub bagian tersebut maka diharapkan dapat terwujud suatu kedisiplinan.

B.            Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 Kaitannya Dengan Kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang
Pada bagian ini di bahas mengenai hasil penelitian tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 di bagian Kepegawaian dan selanjutnya untuk pelaksanaan khususnya dilingkungan Kejaksaan telah diatur dalam petunjuk pelaksana No.001/6/1983 tentang ketentuan–ketentuan penyelenggaraan pengawasan Kejaksaan Republik Indonesia.
Adapun kegiatan – kegiatan pengawasan adalah sebagai berikut :
1.         Dilakukan pengamatan terhadap pelaksanaan tugas semua unsur serta setiap perilaku Pegawai Negeri Sipil.
2.         Mengadakan penelitian dengan cermat dan seksama terhadap pelaksanaan tugas semua unsur kebijaksanaan serta setiap perilaku pegaewai Kejaksaan.
3.         Dengan menguji dan menggunakan tolak ukur tertentu terhadap pelaksanaan tugas semua unsur Kejaksaan serta sikap perilaku pegawai Kejaksaan.
4.         Mengadakan Evaluasi semua kegiatan pelaksanaan tugas
5.         Mengadakan bimbingan yaitu dengan cara pengarahn, petunjuk dan penjelasan mengenai pelaksanaan tugas.
6.         Mengadakan penertiban yaitu kegiatan mengatur, menata dan memperbaiki serta menyempurnakan pelaksanaan tugas semua unsur Kejaksaan.
7.         Pengusutan yaitu suatu kegiatan untuk menyelidiki perbuatan pegae\wai Kejaksaan yang di duga melakukan kegiatan tercela.
8.         Mengadakan pemeriksaan mengungkap kebenaran perbuatan yang di duga menyimpang yang di tuang ke dalam Berita Acara Pemeriksaan ( BAP )
9.         Mengadakan suatu tindakan penjatuhan hukuman disiplin dan atau hukuman yang sesuai dengan perundang – undangan yang berlaku.
10.     Mengadakan kegiatan pengamatan dan pengecekan kembali pelaksanaan tindak lanjut pengawasan oleh semua unsur kejaksaan.
Kemudian berdasarkan hasil penelitian, bahwa pelaksanaan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang, di lakukan dengan cara atau sesuai dengan peraturan perundang –undangan yang berlaku yaitu dengan cara :
a.         Melakukan pengawasan melekat sebagai upaya pengawasan preventif, untuk mencegah hal – hal yang melanggar disiplin, yaitu dengan cara pengawasan secara langsung dari pimpinan yang berada di atasnya.
b.         Pengawasan fungsional yaitu suatu pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas secara fungsional baik intern maupun ekstern, yang dilaksanakan terhadap pelaksanaan tugas kepegawaian.
c.         Pengawasan yang di lakukan dengan cara melakukan inspeksi umum yaitu melaksanakan pemeriksaan semua bidang kerja yang telah di susun dalam tahun kerja.
d.        Inspeksi pimpinan yaitu inspeksi yang dilakukan oleh Jaksa Agung Muda, pengawasan terhdap tugas dari pimpinan kejaksaan.
e.         Melakukan inspeksi khusus yaitu melakukan pemeriksaan andai terjadi penyimpangan atau perbuatan – perbuatan tercela dari pegawai kejaksaan.
Pada prinsipnya Pengawasan Atasan Langsung yang di laksanakan dengan menjalankan pengawasan melekat merupakan fungsi manajemen seorang pimpinan yang harus dilakukan di samping perencanaan dan pelaksanaan.
Pengawasan melekat di maksudkan agar tujuan dan sasaran kegiatan administrasi pemerintahan dapat tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna serta dilaksanakan sesuai denagn bidang tugas masing – masing.
Dalam melakukan Pengawasan Melekat, Kejaksaan Negeri Semarang telah melakukan sesuai denagn aturan yang berlaku yaitu berdasarkan Instruksi Presiden No.15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, sedangkan petunjuk pelaksanaannya telah dikeluarkan Instruksi Presiden No.1 Tahun 1989.
Adapun sasaran pengawasan melekat berdasarkan pada Instruksi presiden tersebut adalah :
1.         Meningkatkan kedisiplinan pegawai serta prestasi kerja serta pencapaian pelaksanaan tugas.
2.         Menekan sekecil mungkin penyalah gunaan wewenang.
3.         Mengurangi kebocoran serta pemborosan keuangan negara dan segala bentuk penyimpangan lainnya.
4.         Mempercepat penyelesaian permasalahan dan meningkatkan pelayanan masyarakat.
5.         Mempercepat pengurusan kepegawaian sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Selain  daripada itu, pemeriksaan adalah salah satu cara atau bentuk pengawasan dengan jalan mengamati, mencatat, menyelidiki, dan menelaah secara cermat serta mengkaji segala informasi yang berkaitan dengan kedisiplinan pegawai negeri.
Sedangkan yang di maksud dengan pemeriksaan yang meliputi 3 ( tiga ) jenis kegiatan pemeriksaan yaitu :
1.         Pemeriksaan finansiil
       Adalah pemeriksaan yang ditujukan pada  masalah keuangan ,  yaitu antara lain untuk memperoleh kepastian bahwa semua bentuk transaksi keuangan sudah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga didapat suatu laporan yang wajar.
2.         Pemeriksaan Operasional
       Adalah pemeriksaan yang ditujukan kepada evaluasi terhadap semua bentuk program, dari pemeriksaan ini diharapkan adanya masukan demi tercapainya sasaran dari program tersebut.
3.         Pemeriksaan Program
       Yaitu pemeriksaan yang ditujukan untuk menilai suatu program secara keseluruhan, dalam hal ini dilihat dari segi efektivitasnya aturan yang sudah ada.
Untuk lebih meningkatkan kedisiplinan pegawai di lingkunagn Kejaksaan Negeri, absensi juga merupakan hal yang penting, oleh karena itu dalam pelaksanaan absensi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang di adakan dua kali yaitu pagi hari yang diadakan jam 07.00 WIB dan pada waktu siang hari yang dilakukan pada jam 14.00 WIB.
Dengan  diadakan absensi satu hari 2 ( dua ) kali ini diharapkan para pegawai dapat melaksanakan tugas dengan baik dan selalu siap ditempat, dengan itu pula kedisiplinan  pegawai akan terwujud.


C.      Hambatan – hambatan yang Ada Dalam Melaksanakan Kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bagian Kepegawaian Kejaksaan Negeri Semarang, maka hambatan – hambatan yang ada  dalam melaksanakan kedisiplinan pegawai adalah hal – hal yang bersifat teknis diantaranya adalah :
1.         Kurangnya sarana dan prasarana. Dengan suatu peralatan yang kurang memadaiakan dapat menghambat lancarnya kegiatan atau pegawai dalam melakukan pekerjaannya.
2.         Masih rendahnya kesadaran pegawai untuk berbuat dan bersikap disiplin dalam pelaksanaan tugas misalnya ketelambatan masuk kerja.
3.         Kurangnya perangkat peraturan kedisiplinan, misalnya kurang tegasnya pimpinan dalam menjatuhkan sanksi pada setiap pelanggaran kedisiplinan.
4.         Kurangnya sistem pengawasan, perangkat pengawasan dan upaya tindak lanjut yang kurang akan dapat membuka peluang pegawai untuk melakukan berbagai pelanggaran.
5.         Setiap pelanggaran disiplin pegawai selalu berkilah untuk dibina secara administratif.
Hal – hal tersebut di atas merupakan hambatan yang ada dalam melaksanakan  kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil yang ada di lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang. Dengan memahami arti pentingnya kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil dalam pembangunan, terutama pada lingkungan Kejaksaan, kiranya menjadi kewajiban Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan kedisiplinan yaitu melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab, dengan demikian kedisiplinan  Pegawai Negeri Sipil akan dapat tercapai.


BAB V
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan mengenai “ Tinjauan Pelaksanaan UU No.43 Tahun 1999 tentang Kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kejaksaan Tinggi Semarang” , maka dapat penulis simpulkan bahwa yang merupakan hasil akhir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.         Dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, di perlukan adanya Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat yang penuh rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas pemerintahan yang berdasarkan Pancasila dan Undang –Undang Dasar 1945. Untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih dan bebas dari unsur KKN ( Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ), kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil merupakan hal yang penting dan perlu mendapatkan perhatian yang cukup dalam pelaksanaannya.
2.         Hambatan – hambatan yang ada dalam pelaksanaan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang antara lain adalah kurangnya fasilitas serta sarana dan prasarana dalam pelaksanaan tugas, kurangnya sistem pengawasan dalam bekerja, sehingga dapat membuka peluang adanya penyimpangan atau pelanggaran disiplin kerja. Selain itu juga belum adanya perangkat hukum yang jelas dan tegas dalam pelanggaran kedisiplinan pegawai.
          Untuk meningkatkan pelaksanaan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Kejaksaan Negeri Semarang telah dilakukan beberapa pendekatan antara lain : pembinaan pegawai pada segi operasional, pengawasan secara langsung maupun secara fungsional dan hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai.
Adapun cara – cara tindak lanjut suatu pengawasan dilakukan dengan cara bimbingan atau pembinaan secara struktur organisatoris. Dengan demikian, adanya pengawasan diharapkan dapat mengurangi penyimpangan ataupun keteledoran dalam bekerja yang mungkin terkesan kaku dalam pelayanan masyarakat, banyak birokrasi dan lain sebagainya. Oleh karena itu diperlukan sifat dan sikap disiplin dalam jiwa pegawai.
B.            Saran –Saran
1.         Pembangunan aparatur pemerintahan diarahkan untuk menciptakan aparatur yang lebih efisien, bersih dan berwibawa serta mampu melaksanakan seluruh tugas umum dan pembangunan dengan sebaik – baiknya. Dalam hubungan ini kemampuan aparatur pemerintah serta sikap disiplin perlu ditingkatkan.
2.         Hendaknya ada pembinaan Pegawai Negeri Sipil dalam upaya peningkatan kedisiplinan sebab dengan melakukan pembinaan di harapkan dapat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku pegawai.
3.         Hendaknya ada sanksi yang tegas terhadap setiap pelanggar disiplin Pegawai Negeri Sipil.


DAFTAR PUSTAKA

Alex S. Niti Semito, Managemen Sumber Daya Manusia, Sasmito Bross, Jakarta 1980.
Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Bina Aksara, Jakarta , 1974.
S. Moenir, Pendekatan Manusia dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian, Gunung Agung, Jakarta , 1983.
I.S. Livine, Teknik Memimpin Pegawai dan Pekerja, Terjemahan oleh Imam Soedjono, Cemerlang, Jakarta, 1980.
I.G. Wursanto, Managemen Kepegawaian, Kanisius, Yogyakarta, 1989.
Murlita Wirsata, Dasar – Dasar Produksi, Karunika, Jakarta, 1988.
Musanef, Sistem Pemerintahan di Indonesia, Haji Mas Agung, Jakarta, 1989.
Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survai, LP3S, Jakarta, 1983.
Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1983.
Soeryono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Press, Jakarta, 1990.
Siti Soetami, Hukum Administrasi Negara II, Fak. Hukum UNDIP, Semarang, 1990.
The Liang Gie, Cara Bekerja Efisien, Karya Kencana, Yogyakarta, 1979.




[1] I.G. Wursanto, Managemen Kepegawaian. Kenisisus, Yogyakarta, 1989, hal. 108
[2] Wawasan Kerja Aparatur Negara, BP-7 Pusat, jakarta, 1993, hal. 24
[3] Nurlita Witarsa, Dasar-Dasar Produksi, Karunika, jakarta, 1988, hal. 102
[4] I.S. Livine Teknik Memimpin Pegawai dan Pekerja. Terjemahan oleh iral Soedjono, Cemerlang, Jakarta, 1980, hal 71
[5] A.S. Moenir, Pendekatan Manusia dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian, Gunung Agung, Jakarta, 1983, hal. 152.
[6] Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Bina Aksara, Jakarta, 1974, hal 305.
[7]  I.S. Levine, Op. City, hal. 72.
[8] Alex S. Nitisemito, Menegemen Sumber Saya Manusia, Sasmito Bross, Jakarta, 1980, hal. 260.
[9] Siti Soetami, Hukum Administrasi Negara II, Fak. hukum UNDIP, Semarnag, 1980, hal. 44.
[10] Siti Soetami, Ibid, hal. 45
[11] Siti Soetami, Ibid, hal. 48
[12] Siti Aoetami, Ibid, hal 49
[13] Siti Soetami, Op. cit, hal. 39
17   Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survai, LP3S, Jakarta, 1983, hal.8
18  Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1987 , hal.43

0 komentar:

Post a Comment

 

Pengikut

Copyright © ZONA SKRIPSI All Rights Reserved • Design by Dzignine
best suvaudi suvinfiniti suv