“Pengaruh
Kepemimpinan Terhadap Motivasi Karyawan Di PT Radio Swakarsa Megantara
Bandung
”
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan kepemimpinan, bagaimana tingkat
motivasi karyawan, dan sejauh mana pengaruh penerapan kepemimpinan terhadap motivasi
karyawan. Penelitian ini dilaksanakan di PT Radio Swakarsa Megantara Bandung.
Metode penelitian yang
digunakan adalah metode deskriptif analitis dan verifikatif. Data yang
digunakan adalah data primer dan sekunder yang dikumpulkan melalui wawancara,
kuesioner, observasi, studi kepustakaan, dan analisis dokumen. Sampel yang
diambil yaitu dari populasi karyawan PT Radio Swakarsa Megantara Bandung
sebanyak 36 orang. Teknik pengolahan data dan analisis yang digunakan
menggunakan korelasi Rank Spearman serta uji statistik t untuk menguji
hipotesis dengan tingkat keyakinan 95 %. Adapun koefisien determinasi digunakan
untuk mengetahui besarnya pengaruh kepemimpinan yang diterapkan terhadap
motivasi karyawan.
Berdasarkan hasil
penelitian terbukti bahwa kepemimpinan di PT Radio Swakarsa Megantara sudah
diterapkan dengan baik. Hal ini terlihat pada tanggapan positif responden untuk
setiap indikator dari sub variabel kepemimpinan. Tingkat motivasi karyawan pun
tergolong tinggi yang ditunjukkan oleh kriteria jawaban responden pada skor
19–24 dimana skor ini berada pada kategori Motivasi Tinggi dan tidak adanya
jawaban responden yang berada pada kategori Motivasi Sedang, Rendah, ataupun
Sangat Rendah. Dengan tingkat keyakinan
95 % dihasilkan nilai uji t sebesar 1,7669 yang berarti bahwa t hitung > t
table (1,7669 > 1,6883) sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh
yang rendah tapi pasti dari penerapan kepemimpinan terhadap motivasi karyawan
yaitu sebesar 8,41 %. Hal ini berarti bahwa 91,59 % motivasi karyawan
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
ABSTRACT
The objectives of this
research are to find out the implementation of leadership, the degree of
employee motivation, and the influence of leadership towards employee
motivation. This research is conducted at PT Radio Swakarsa Megantara Bandung.
This research used
descriptive analysis and verification method. All the data used consist of
primary and secondary data, which are collected from interviews,
questionnaires, observations, library research, and document analysis. 36
samples were taken from the population of PT Radio Swakarsa Megantara Bandung.
Rank Spearman correlation and statistical t-test are used for data processing
and data analysis to test the hypothesis with the confidence level of 95 %. The
determination coefficient is used to find out the influence of leadership
towards employee motivation.
The result of this
research shows that leadership at PT Radio Swakarsa Megantara Bandung has been
implemented properly. This thing can be seen from the positive responds of all
respondents for each of leadership’s sub-variables’ indicators. The degree of
employee motivation is also quite high which is shown by respondents’ answers
on 19 – 24 point of score where this score is included in the High Motivation
category and there is no respondent’s answer in the Medium, Low, or Very Low
Motivation category. With the confidence level of 95 %, the result of t-test
analysis is 1,7669 which means that t count > t table (1,7669 > 1,6883).
So it can be said that there is a moderate low association of leadership
towards employee motivation where the influence is 8,41 %. It means that 91,59
% of employee motivation is influenced by other factors.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1998 telah mengakibatkan
kemunduran yang signifikan pada dunia usaha. Hal ini bisa terlihat dari
banyaknya perusahaan, baik besar maupun kecil, yang terpaksa harus menutup
usahanya ataupun melakukan penciutan usaha untuk dapat bertahan hidup.
Perusahaan-perusahaan yang mau bertahan hidup tentunya harus melakukan
serangkaian strategi untuk bisa terus meningkatkan efektivitas dan
efisiensinya. Perusahaan harus bisa mengelola semua sumber daya yang ada dengan
baik.
Di antara semua sumber daya yang dimiliki perusahaan, terdapat satu sumber
daya yang paling penting dalam menentukan keberhasilan perusahaan, yaitu sumber
daya manusia. Hal ini bisa dimengerti karena material, mesin, dan metode tidak
dapat digerakkan tanpa adanya manusia.
Mengelola sumber daya manusia yang ada di suatu perusahaan tentunya
bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan karena sumber daya manusia sangat sulit
untuk diprediksi. Tiap-tiap individu memiliki keunikan tersendiri. Mereka
memiliki kebutuhan, ambisi, sikap, kehendak, tanggung jawab, serta potensi yang
berbeda-beda. Untuk menyatukan banyak individu dengan karakteristik yang
berbeda-beda dalam mencapai satu tujuan yang sama memerlukan peran seorang
pemimpin.
Seorang pemimpin harus dapat menciptakan hubungan kerja yang harmonis, baik
antara sesama karyawan, maupun antara atasan dengan bawahan. Menurut Gibson,
Ivancevich, Donnelly : kepemimpinan adalah suatu usaha untuk menggunakan suatu
pengaruh (yang non koersif) untuk memotivasi individu-individu untuk mencapai
suatu tujuan. (1997 : 272) Definisi kepemimpinan tersebut menyatakan secara
tidak langsung bahwa kepemimpinan menyangkut penggunaan pengaruh dan hubungan
interpersonal, pentingnya menjadi agen perubahan-mampu mempengaruhi perilaku
dan kinerja pengikut, dan yang terakhir memfokuskan dalam pencapaian tujuan.
Sedangkan Stephen P. Robbins memberikan definisi kepemimpinan sebagai :
suatu kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. (2001 :
314) Sumber dari pengaruh ini mungkin bersifat formal, sebagaimana pengaruh
yang dimiliki oleh suatu jabatan manajerial di suatu organisasi. Akan tetapi,
pengaruh formal tersebut bukanlah jaminan bahwa seseorang yang memilikinya akan
mampu memimpin dengan efektif. Di lain pihak, kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain, yang muncul di luar struktur formal organisasi, seringkali sama
pentingnya atau bahkan lebih penting dari pengaruh formal.
Pemimpin dan manajer adalah dua hal yang berbeda. Akan tetapi, seorang
pemimpin bisa merupakan seorang manajer dan bisa juga tidak. John Kotter dari
Sekolah Bisnis Harvard, menyatakan bahwa manajemen menyangkut hal mengatasi
kerumitan. Manajemen yang baik menghasilkan tata tertib dan konsistensi dengan
menyusun rencana-rencana formal, merancang struktur organisasi yang ketat, dan
memantau hasil lewat pembandingan dengan rencana. Kepemimpinan, sebaliknya,
menyangkut hal mengatasi perubahan. Pemimpin menetapkan arah dengan
mengembangkan suatu visi terhadap masa depan; kemudian mereka mempersekutukan
orang dengan mengkomunikasikan penglihatan ini dan mengilhami mereka untuk
mengatasi rintangan-rintangan. (Stephen P. Robbins, 2001:313)
Dalam dunia yang dinamis saat ini, suatu organisasi membutuhkan seorang
pemimpin untuk menentang status quo (keadaan tetap), untuk menciptakan suatu
misi terhadap masa depan, dan untuk menginspirasi anggota organisasi untuk
menginginkan pencapaian visi tersebut. Selain itu suatu organisasi juga
membutuhkan manajer untuk memformulasikan rencana-rencana yang mendetail,
menciptakan struktur organisasi yang efisien, dan mengawasi operasi harian.
Kepemimpinan yang bisa meningkatkan motivasi karyawan akan mampu
meningkatkan kinerja karyawan dan pada akhirnya perusahaan dapat menggunakan
sumber daya manusia yang dimilikinya seoptimal mungkin.
Motivasi adalah hasil dari interaksi antara individu dengan situasi. Setiap
individu memiliki pembangkit motivasi dasar dan tingkat motivasi yang
berbeda-beda, di dalam waktu yang berbeda pula. Adapun definisi motivasi itu
sendiri menurut Stephen P. Robbins adalah sebuah proses yang mempengaruhi
intensitas, arah, dan ketekunan berusaha individu ke arah pencapaian tujuan.
(2001:155)
PT Radio Swakarsa Megantara Bandung, sebagai stasiun radio untuk para
dewasa muda di Bandung, telah menyadari pentingnya mengelola semua sumber daya
yang ada dengan baik untuk bisa terus meningkatkan efektivitas dan
efisiensinya. PT Radio Swakarsa Megantara juga telah menyadari akan pentingnya
sumber daya manusia yang ada sebagai elemen terpenting perusahaan, maka untuk
mengelola sumber daya ini perusahaan telah memberikan perhatian khusus.
Berdasarkan wawancara informal pra-penelitian yang dilakukan penulis dengan
beberapa karyawan, beberapa karyawan mengharapkan pemimpin yang bisa
berperilaku supportif, yang mempercayai dan mendukung bawahan dalam ide dan
aktivitas sehari-hari. Sementara itu, karyawan lainnya mengharapkan pemimpin
yang bisa berperilaku direktif, yang akan memberi banyak pengarahan spesifik
mengenai cara penyelesaian tugas dan yang akan menetapkan standar definitive
penyelesaian tugas. Kesesuaian antara kepemimpinan yang diterapkan dengan apa
yang diharapkan bawahan menjadi suatu masalah yang harus diperhatikan karena
dapat meningkatkan atau mengurangi motivasi karyawan untuk mencapai tujuan
perusahaan
Dari latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti
pentingnya kepemimpinan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
motivasi karyawan, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang :
“Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Motivasi Karyawan Di PT Radio
Swakarsa Megantara Bandung”
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan
pada latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan
yang akan dibahas bersumber pada dua hal pokok, yaitu kepemimpinan dan motivasi
karyawan. Dari kedua hal pokok tersebut dapat diidentifikasikan permasalahan
sebagai berikut :
1.
Bagaimana
kepemimpinan yang diterapkan di PT Radio Swakarsa Megantara Bandung.
2.
Bagaimana
tingkat motivasi karyawan di PT Radio
Swakarsa Megantara Bandung.
3.
Berapa besar
pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi karyawan di PT Radio Swakarsa Megantara Bandung.
1.3 MAKSUD
DAN TUJUAN PENELITIAN
Maksud
dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi
yang berhubungan dengan kepemimpinan dan motivasi karyawan di PT Radio Swakarsa Megantara Bandung
untuk diolah, dianalisis, dan diinterpretasikan, yang hasilnya akan digunakan
untuk penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian
sarjana pada Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1.
Kepemimpinan
yang diterapkan di PT Radio Swakarsa
Megantara Bandung.
2.
Motivasi
karyawan di PT Radio Swakarsa Megantara
Bandung.
3.
Pengaruh
kepemimpinan terhadap motivasi karyawan di PT Radio Swakarsa Megantara Bandung.
1.4 KEGUNAAN
HASIL PENELITIAN
Hasil dari pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
1.
Bagi Perusahaan
Diharapkan
hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi
perusahaan berkaitan dengan kepemimpinan dalam pengaruhnya terhadap motivasi
kerja karyawan. Dari hasil penelitian ini akan diketahui pengaruh
variabel-variabel kepemimpinan terhadap tingkat motivasi karyawan.
2.
Bagi pihak-pihak lain
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk dipelajari sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan.
b. Dapat dijadikan sebagai dasar penelitian yang sama
pada obyek dan lingkup penelitian yang berbeda sehingga dapat memajukan
disiplin ilmu yang diteliti.
3.
Bagi penulis
Untuk menambah wawasan dan pemahaman ilmu pengetahuan dibidang Manajemen
Sumber Daya Manusia dan Perilaku Organisasi, khususnya dalam masalah yang
berkaitan dengan kepemimpinan dan pengaruhnya terhadap motivasi kerja karyawan.
1.5 Kerangka Pemikiran
Kepemimpinan sudah lama menjadi pusat perhatian para ahli manajemen. Tidak
dapat dipungkiri bahwa banyak kasus terjadi yang bisa menjadi bukti bahwa
masalah kepemimpinan mempunyai pengaruh besar dalam perjalanan suatu
organisasi. Seorang pemimpin dapat membawa suatu organisasi ke dalam
keberhasilan atau kehancuran. Pemimpin yang sukses mempunyai visi jauh ke depan
dan mampu mengantisipasi perubahan, mampu memanfaatkan kesempatan, mampu
mengkomunikasikan visi yang dimiliki untuk bisa memotivasi pengikut mereka
mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi, mampu mengoreksi kinerja yang
buruk, dan mampu mendorong organisasi ke arah sasarannya.
Kepemimpinan (leadership) menurut
Stephen P. Robbins (2001:314) adalah :
“Kemampuan mempengaruhi
suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan“
Sementara Ricky W. Griffin dan Ronald J. Ebert (2002:228) memberikan
definisi kepemimpinan sebagai berikut :
“Suatu proses untuk memotivasi orang lain untuk bekerja memenuhi
tujuan-tujuan yang spesifik.”
Bila berbicara mengenai kepemimpinan, maka terlebih dahulu harus membahas
teori-teori kepemimpinan. Teori mengenai gaya kepemimpinan terbagi ke dalam
empat kategori, yaitu Teori Sifat (Traits Theory), Teori Perilaku
Kepemimpinan ( Behavioral Theories of Leadership), Teori Kontingensi/Situasional
(Contingency/Situational Theory), dan Teori Neo-Karismatik
(Neocharismatic Theories)
Teori Kepemimpinan Kontingensi/Situasional adalah :
“Suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menganjurkan pemimpin untuk
memahami perilaku mereka, perilaku bawahan, dan situasi sebelum menggunakan
gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini menghendaki pemimpin untuk memiliki
kemampuan diagnosa dalam hubungan antara manusia.” (Gibson, Ivancevich,
Donnelly, 1997 : 280)
Teori-teori yang termasuk dalam Teori Kepemimpinan Kontingensi adalah Teori
Kepemimpinan Fiedler, Teori Situasional Hersey-Blanchard, Teori Pertukaran
Pemimpin-Anggota (Leader Member Exchange Theory), Teori Jalur Tujuan (Path
Goal Theory), dan Model Partisipasi-Pemimpin.
Salah satu teori kepemimpinan kontingensi yang banyak mendapat perhatian
adalah Teori Jalur Tujuan dari Robert House dan Martin Evans. Esensi dari teori Jalur Tujuan adalah bahwa
tugas pemimpin adalah membantu pengikut dalam mencapai tujuan-tujuan mereka dan
menyediakan pengarahan dan atau dukungan yang diperlukan untuk memastikan bahwa
tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan.
Kata ‘jalur-tujuan’ itu sendiri berasal dari kepercayaan bahwa pemimpin yang
efektif mengklarifikasikan jalur untuk membantu pengikut berangkat dari posisi
mereka ke arah pencapaian tujuan dan membuat perjalanan sepanjang jalur
tersebut menjadi lebih mudah dengan mengurangi rintangan. (Stephen P. Robbins,
2001 : 324)
Sehingga Stephen P. Robbins memberikan definisi mengenai Teori Jalur Tujuan
sebagai :
“Suatu teori dimana perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan sejauh
mereka pandang sebagai sumber dari kepuasan jangka pendek maupun kepuasan
jangka panjang.” (2001 : 324)
Sedangkan Moorhead dan Griffin mendefinisikan inti dari Teori Jalur Tujuan
sebagai berikut :
“Pemimpin yang efektif mengklarifikasikan jalur (perilaku) yang akan
mengarahkan kepada hasil yang diinginkan (tujuan)”. (Moorhead – Griffin, 1995 :
308)
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa, persepsi para
karyawan bahwa pemimpin membantu mereka mencapai tujuan yang bernilai
mempertinggi motivasi dan kepuasan kerja karyawan. (Greenberg – Baron, 1995 :
518)
Teori Jalur Tujuan memberikan gambaran mengenai empat perilaku kepemimpinan
yaitu direktif/instrumental, supportif, partisipatif, dan berorientasi
prestasi. Adapun definisi dari masing-masing perilaku kepemimpinan tersebut
adalah sebagai berikut :
o
Kepemimpinan
direktif yaitu suatu perilaku kepemimpinan dimana pemimpin memberitahukan
kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberikan petunjuk apa yang
harus dilakukan, dan menunjukkan kepada bawahan bagaimana melakukan tugas
dengan baik. Dengan kata lain kepemimpinan seperti ini memberikan pengarahan
spesifik mengenai cara–cara penyelesaian tugas, penetapan jadwal, peraturan,
dan standar definitif yang harus dipenuhi karyawan.
o
Kepemimpinan
supportif yaitu suatu perilaku kepemimpinan yang ramah, bersahabat, dan peduli
terhadap status serta kebutuhan bawahan.
o
Kepemimpinan
partisipatif yaitu suatu perilaku kepemimpinan dimana pemimpin melibatkan
bawahan dalam proses pengambilan keputusan, meminta saran dari bawahan,
mempertimbangkan saran-saran tersebut sebelum mengambil keputusan, dan bahkan
terkadang membiarkan bawahan mengambil keputusan sendiri.
o
Kepemimpinan berorientasi prestasi yaitu suatu
perilaku kepemimpinan dimana pemimpin membantu bawahan menetapkan tujuan yang
menantang, mendorong bawahan untuk menerima tanggung jawab dalam melaksanakan
tujuan tersebut, dan memberikan hadiah (reward) bagi pencapaian tujuan
Agar bawahan bersedia menyumbangkan tenaga dan ide-ide mereka bagi
tercapainya tujuan perusahaan, maka seorang pemimpin harus berusaha
melaksanakan fungsi kepemimpinannya dengan sebaik-baiknya untuk bisa
meningkatkan motivasi bawahannya.
Motif adalah daya gerak yang mendorong seseoranguntuk berbuat sesuatu.
Motivasi adalah kegiatan memberikan dorongan, membangkitkan motif atau daya
gerak kepada diri sendiri (motivasi intrinsic) atau kepada orang lain (motivasi
ekstrinsik) untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu tujuan atau
kepuasan.
Motivasi menurut Greeberg dan Baron (1995 : 126) adalah :
Seperangkat proses yang menggerakkan, memimpin,
dan memelihara perilaku manusia dalam pencapaian tujuan.”
Sedangkan menurut Moorhead dan Griffin (1995 : 78) motivasi adalah :
Seperangkat kekuatan yang memimpin orang-orang
untuk berperilaku tertentu.”
Berbicara tentang motivasi maka kita harus membahas tentang teori-teori
motivasi terlebih dahulu. Menurut Stephen P. Robbins teori motivasi terbagi ke
dalam dua kategori yaitu Teori-teori Awal Motivasi (Early Theories of
Motivation) dan Teori-teori Kontemporer Motivasi (Contemporary Theories
of Motivation). Yang termasuk ke dalam Teori-teori Awal Motivasi adalah
Teori Hierarki Kebutuhan Maslow, Teori X & Y McGregor, Teori Z dari William
Ouchi, dan Teori Dua Faktor dari Herzberg. Sedangkan yang termasuk ke dalam
Teori-teori Kontemporer Motivasi adalah Teori ERG dari Alderfer, Teori
Kebutuhan dari McClelland, Teori Evaluasi Kognitif, Teori Penetapan Tujuan
Edwin Locke, Teori Penguatan, Teori Keadilan dari Adam, dan Teori Pengharapan
dari Vroom. (2001:156)
Teori-teori Kontemporer Motivasi bukanlah teori-teori tentang motivasi yang
baru dikembangkan, melainkan teori-teori yang menggambarkan bentuk terkini dari
seni yang menjelaskan motivasi karyawan. (Stephen P. Robbins, 2001: 160) Salah
satu teori Kontemporer Motivasi yang banyak mendapat dukungan kuat dari
riset-riset akademik dan para manajer adalah Teori Penetapan Tujuan (Goal
Setting Theory), yaitu sebuah teori tentang motivasi yang berdasarkan
kepada observasi sederhana terhadap perilaku manusia bahwa orang-orang
bertindak berdasarkan tujuan. Manusia memiliki kapasitas tinggi untuk berpikir
dan menggunakan kapasitas tersebut saat memilih bagaimana mereka akan
bertingkah laku. Mereka memiliki kemampuan untuk mengkonseptualisasikan tujuan
jangka panjang dan mereka akan memilih cara-cara yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut. Teori ini juga menyebutkan beberapa faktor kritis dalam
proses penetapan tujuan yang akan membawa kepada kepuasan kerja yang tinggi,
yaitu bahwa tujuan tersebut bersifat spesifik, sulit akan tetapi dapat dicapai,
adanya partisipasi, adanya umpan balik (feedback), dan adanya evaluasi.
(Carrell, Jennings, Heavrin, 1997 :
172)
Kepemimpinan direktif memberikan pengarahan spesifik mengenai cara–cara
penyelesaian tugas, penetapan jadwal, peraturan, dan standar definitif yang
harus dipenuhi karyawan secara sepihak. Kepemimpinan seperti ini tidak akan
bisa memberikan motivasi yang tinggi kepada karyawan karena tidak memberikan
kesempatan kepada karyawan untuk turut terlibat dalam proses penetapan tujuan.
Kepemimpinan supportif yaitu suatu kepemimpinan yang ramah, bersahabat, dan
peduli terhadap status serta kebutuhan bawahan. Kepemimpinan seperti ini dapat
memberikan motivasi yang tinggi karena membangkitkan tekad dan usaha bawahan
untuk mencapai tujuan melalui perhatian terhadap setiap karyawan sebagai bagian
dari proses pencapaian tujuan.
Kepemimpinan partisipatif yaitu suatu kepemimpinan dimana pemimpin
berkonsultasi dengan bawahan mengenai masalah-masalah yang dihadapi dan
mempertimbangkan saran-saran mereka sebelum mengambil keputusan. Kepemimpinan
seperti ini dapat memberikan motivasi yang tinggi karena mampu membangkitkan
tekad dan usaha bawahan untuk mencapai tujuan melalui partisipasi bawahan dalam
proses penetapan tujuan.
Kepemimpinan berorientasi prestasi yaitu suatu kepemimpinan dimana pemimpin
menetapkan tujuan-tujuan yang menantang, dan menunjukkan keyakinan yang kuat
bahwa bawahan akan mencapai tujuan-tujuan tersebut. Kepemimpinan seperti ini
dapat memberikan motivasi yang tinggi karena
mampu membangkitkan tekad dan usaha bawahan untuk mencapai tujuan
melalui penetapan tujuan yang sulit dan menantang, namun dapat dicapai.
Dari penjelasan di atas, maka
kerangka pemikiran tersebut terangkum dalam bagan kerangka pemikiran berikut
ini :
Sumber : Robbins (2001:324) Sumber : Carrell,
Jennings,Heavrin ( 1997:172 )
Gambar
1.1 Bagan Kerangka Pemikiran
1.6 Hipotesis Penelitian
Mengacu pada latar belakang penelitian dan kerangka pemikiran yang telah
diuraikan penulis, maka hipotesis yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
“Kepemimpinan
berpengaruh terhadap tingkat motivasi karyawan di PT Radio Swakarsa Megantara
Bandung”
1.7
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kantor PT Radio
Swakarsa Megantara Bandung yang berkedudukan di Jl. Buah Batu No. 8.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Kepemimpinan
Mempertahankan karyawan berkualitas yang
diperlukan perusahaan untuk tetap berada di dalam perusahaan bukanlah hal yang
mudah. Perusahaan harus melakukan serangkaian cara untuk memelihara
karyawan-karyawan tersebut. Memotivasi karyawan untuk bekerja pada tingkat
terbaiknya dalam mencapai tujuan perusahaan juga bukanlah hal yang mudah.
Faktor kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan
karyawan untuk tetap tinggal dan bekerja dengan sebaik-baiknya di dalam suatu
perusahaan. Kepemimpinan di dalam suatu organisasi harus diterapkan dengan
hati-hati dan penuh pertimbangan agar mampu meningkatkan motivasi kerja
karyawan dan membuat karyawan enggan pergi ke perusahaan lain.
2.1.1 Pengertian
Kepemimpinan
Banyak definisi yang diberikan para ahli
mengenai kepemimpinan diantaranya :
●
Stephen P. Robbins (2001:314) :
“Leadership is the ability to influence a
group toward the achievement of goals”
Kepemimpinan adalah suatu kemampuan
mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan.
●
George R. Terry (Hersey,
Blanchard, & Johnson, 1996 : 90) :
“Leadership is the activity of
influencing people to strive willingly for group objectives.”
Kepemimpinan adalah suatu aktivitas
mempengaruhi orang-orang untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok dengan
sukarela.
●
Robert Tannenbaum, Irving R.
Weschler, Fred Massarik (Hersey, Blanchard, & Johnson, 1996 : 90) :
“Leadership is interpersonal influence exercised in a situation
and directed through the communication process, toward the attainment of a
specified goal or goals.”
Kepemimpinan adalah pengaruh
interpersonal yang dijalankan dalam suatu situasi dan ditunjukkan melalui
proses komunikasi, untuk menuju pencapaian dari suatu tujuan atau tujuan-tujuan
yang spesifik.
●
Moorhead, Griffin (1995 : 297)
:
“Leadership is both a process and a property. As a process,
leadership involves the use of non-coercive influence. As a property,
leadership is the set of characteristics attributed to someone who is perceived
to use influence successfully.”
Kepemimpinan adalah merupakan suatu
proses dan suatu sifat. Sebagai suatu proses, kepemimpinan meliputi penggunaan
pengaruh yang non-koersif. Sebagai suatu sifat, kepemimpinan adalah suatu set
karakteristik yang diatribusikan/dihubungkan kepada seseorang yang dirasa dapat
menggunakan pengaruh dengan baik.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut,
dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses untuk mempengaruhi
individu-individu lain di dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama pada
suatu situasi tertentu. Dengan demikian, proses kepemimpinan meliputi faktor
pemimpin, bawahan, dan situasi. Oleh karena itu seorang pemimpin harus
memperhatikan bawahan dan situasi yang dihadapi dalam menjalankan
kepemimpinannya.
2.1.2 Teori-teori
Kepemimpinan
Bila
berbicara mengenai kepemimpinan, maka terlebih dahulu harus membahas
teori-teori kepemimpinan. Stephen P. Robbins membagi teori mengenai
kepemimpinan ke dalam empat kategori, yaitu Teori Sifat (Traits Theory),
Teori Perilaku Kepemimpinan ( Behavioral Theories of Leadership), Teori
Kontingensi/Situasional (Contingency/Situational Theory), dan Teori
Neo-Karismatik (Neocharismatic Theories). (2001:314)
Untuk
lebih jelasnya, teori-teori tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
2.1.2.1 Teori Sifat (Trait Theories)
Teori
Sifat adalah teori yang mencari sifat-sifat atau ciri-ciri kepribadian,
sosial, fisik, atau intelektual yang membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Teori
ini menyebutkan setidaknya enam sifat dari seorang pemimpin yang membedakannya
dari bukan pemimpin yaitu ambisi dan energi, hasrat untuk memimpin, kejujuran
dan integritas, kepercayaan diri, kecerdasan, dan pengetahuan yang berhubungan
dengan pekerjaan.
2.1.2.2 Teori Perilaku Kepemimpinan ( Behavioral Theories of Leadership)
Teori
Perilaku Kepemimpinan adalah teori yang mengemukakan bahwa perilaku-perilaku
yang spesifik membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Teori-teori yang termasuk ke dalam teori
Perilaku Kepemimpinan adalah Studi Universitas Negeri Ohio (Ohio State
Studies), Telaah Universitas Michigan (University of Michigan Studies),
Geradi Manajerial Blake & Mouton (Blake
& Mouton Managerial Grid), dan Studi Skandinavia (Scandinavian
Studies).
Adapun
penjelasan dari teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
2.1.2.2.1
Studi Universitas Negeri
Ohio (Ohio State Studies)
Teori
ini membagi perilaku pemimpin ke dalam dua dimensi, yaitu :
1.
Struktur Awal (Initiating
Structure) : sejauh mana seorang pemimpin berkemungkinan mendefinisikan dan
menstruktur peran mereka dan peran bawahan dalam upaya mencapai tujuan.
2.
Pertimbangan (Consideration):
sejauh mana seorang pemimpin berkemungkinan memiliki hubungan pekerjaan yang
dicirikan saling percaya, menghargai gagasan bawahan, dan memperhatikan
perasaan mereka.
2.1.2.2.2
Telaah Universitas
Michigan (University of Michigan Studies)
Telaah
ini juga membagi perilaku pemimpin ke dalam dua dimensi yaitu :
1. Pemimpin berorientasi produksi (production oriented leader) :
pemimpin yang menekankan aspek teknis atau tugas dari pekerjaan.
2. Pemimpin berorientasi karyawan (employee oriented leader) :
pemimpin yang menekankan hubungan antar pribadi.
2.1.2.2.3
Geradi Manajerial Blake
& Mouton (Blake & Mouton Managerial Grid)
Adalah
suatu matriks sembilan-kali-sembilan yang membagankan delapan puluh satu gaya
kepemimpinan yang berlainan. Berdasarkan penemuan Blake dan Mouton, manajer
dijumpai paling baik kinerjanya pada gaya 9,9 dimana perhatiannya pada produksi
tinggi tetapi perhatiannya pada orang-orang (bawahan) juga tinggi, dibandingkan
dengan gaya 9,1 (tipe otoritas) atau gaya 1,9 (tipe country club atau
hura-hura)
2.1.2.2.4
Studi Skandinavia (Scandinavian
Studies)
Premis
dasar dari studi ini adalah bahwa dalam suatu dunia yang berubah, pemimpin yang
efektif akan menampakkan perilaku yang berorientasi perkembangan (development-oriented
behavior). Pemimpin yang berorientasi perkembangan tersebut adalah pemimpin
yang menghargai eksperimentasi, mengusahakan gagasan baru, dan menimbulkan
serta melaksanakan perubahan.
2.1.2.3 Teori Kontingensi/Situasional (Contingency/Situational Theory)
Teori
Kepemimpinan Kontingensi/Situasional adalah : “Suatu pendekatan terhadap
kepemimpinan yang menganjurkan pemimpin untuk memahami perilaku mereka,
perilaku bawahan, dan situasi sebelum menggunakan gaya kepemimpinan tertentu.
Pendekatan ini menghendaki pemimpin untuk memiliki kemampuan diagnosa dalam hubungan
antara manusia.” (Gibson, Ivancevich, Donnelly, 1997 : 280) Teori-teori
yang termasuk ke dalam teori Kepemimpinan kontingensi adalah Model Kontingensi
Fiedler (Fiedler Contingency Model), Teori Situasional
Hersey&Blanchard (Hersey and Blanchard’s Situational Theory), Teori
Pertukaran Pemimpin-Anggota (Leader-Member Exchange Theory), Teori Jalur
Tujuan Robert House (House’s Path Goal Theory), dan Model Partisipasi
Pemimpin Vroom dan Yetton (Vroom & Yetton’s Leader Participation Model).
Penjelasan
dari teori-teori kontingensi tersebut adalah sebagai berikut :
2.1.2.3.1
Model Kontingensi
Fiedler (Fiedler Contingency Model)
Adalah
suatu teori bahwa kelompok efektif bergantung pada padanan yang tepat antara
gaya interaksi dari si pemimpin dengan bawahannya serta sampai tingkat mana
situasi itu memberikan kendali dan pengaruh kepada si pemimpin. Fiedler
mengembangkan suatu instrumen, yang disebutnya LPC (Least Preferred
Coworker) yang bermaksud mengukur apakah seseorang itu berorientasi tugas
atau hubungan. Kemudian setelah gaya kepemimpinan dasar seorang individu
dinilai melalui LPC, Fiedler
mendefinisikan faktor-faktor hubungan pemimpin-anggota, struktur tugas, dan
kekuasaan jabatan sebagai faktor-faktor situasional utama yang menentukan
keefektifan kepemimpinan. Pada akhirnya faktor pemimpin dipadankan dengan
faktor situasi tersebut untuk menentukan apakah seorang pemimpin sebaiknya
berorientasi tugas atau berorientasi hubungan.
2.1.2.3.2
Teori Situasional Hersey
dan Blanchard (Hersey and Blanchard’s Situational Theory)
Adalah
suatu teori kemungkinan yang memusatkan perhatian pada kesiapan para
pengikut. Istilah kesiapan merujuk
kepada sejauh mana orang mempunyai kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan
suatu tugas tertentu. Empat tahap dari kesiapan pengikut adalah sebagai berikut
:
R1:
orang-orang baik yang tidak mampu maupun tidak bersedia mengambil tanggung
jawab untuk melakukan sesuatu. Mereka tidak kompeten atau tidak yakin.
R2:
orang-orang yang tidak mampu tetapi bersedia melakukan tugas pekerjaan yang
perlu. Mereka termotivasi tetapi dewasa ini kekurangan keterampilan yang
memadai.
R3:
orang-orang yang mampu tetapi tidak bersedia melakukan apa yang diinginkan
pemimpin.
R4:
orang-orang mampu dan bersedia melakukan apa yang diminta pada mereka.
Faktor
kesiapan pengikut kemudian dipadankan dengan factor kepemimpinan. Kepemimpinan
situasional ini menggunakan dua dimensi kepemimpinan yaitu perilaku tugas dan
hubungan, akan tetapi kemudian menggabung semua menjadi empat perilaku pemimpin
yang spesifik yaitu :
1. mengatakan (telling) dimana orientasi tugas tinggi dan
hubungan rendah.
2.
menjual (selling) dimana
orientasi tugas tinggi dan hubungan tinggi.
3.
berperan serta (participating)
dimana orientasi tugas rendah dan hubungan tinggi.
4.
mendelegasikan (delegating)
dimana orientasi tugas rendah dan hubungan rendah.
2.1.2.3.3
Teori Pertukaran
Pemimpin-Anggota (Leader-Member Exchange Theory)
Menurut
teori ini para pemimpin menciptakan kelompok-dalam dan kelompok-luar, dan
bawahan dengan status kelompok-dalam akan mempunyai penilaian kinerja yang
lebih tinggi, tingkat keluarnya karyawan yang lebih rendah, dan kepuasan yang
lebih besar bersama atasan mereka.
2.1.2.3.4
Teori Jalur Tujuan
Robert House (House’s Path Goal Theory)
Kata
‘jalur-tujuan’ berasal dari kepercayaan bahwa pemimpin yang efektif
mengklarifikasikan jalur untuk membantu pengikut berangkat dari posisi mereka
ke arah pencapaian tujuan dan membuat perjalanan sepanjang jalur tersebut
menjadi lebih mudah dengan mengurangi rintangan. Seperti dijelaskan oleh
Moorhead dan Griffin bahwa inti dari Teori Jalur Tujuan adalah: “Pemimpin
yang efektif mengklarifikasikan jalur (perilaku) yang akan mengarahkan kepada
hasil yang diinginkan (tujuan)”. (1995 : 308)
Teori
ini mengemukakan empat perilaku pemimpin yaitu : direktif, supportif,
partisipatif, dan berorientasi prestasi. Sehingga gambaran dari Teori Jalur
Tujuan menurut Moorhead dan Griffin (1995 : 308) adalah sebagai berikut :
|
|||||||
Faktor-faktor
Situasional
Karakteristik personal bawahan
Karakteristik Lingkungan
(locus of control, kemampuan
(Struktur tugas, system
yang dipersepsikan)
otoritas, kelompok kerja)
Gambar 2.1 Inti Teori Jalur
Tujuan
Penjelasan
mengenai perilaku kepemimpinan yang tercantum di atas adalah sebagai berikut :
1.
direktif/instrumental : suatu
perilaku kepemimpinan dimana pemimpin memberitahukan kepada bawahan apa yang
diharapkan dari mereka, memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan, dan
menunjukkan kepada bawahan bagaimana melakukan tugas dengan baik.
2.
supportif : suatu perilaku
kepemimpinan yang ramah, bersahabat, dan peduli terhadap status serta kebutuhan
bawahan.
3.
partisipatif
: suatu perilaku kepemimpinan dimana pemimpin melibatkan bawahan dalam
proses pengambilan keputusan, meminta saran dari bawahan, mempertimbangkan
saran-saran tersebut sebelum mengambil keputusan, dan bahkan terkadang
membiarkan bawahan mengambil keputusan sendiri.
4.
berorientasi prestasi : suatu perilaku
kepemimpinan dimana pemimpin membantu bawahan menetapkan tujuan yang menantang,
mendorong bawahan untuk menerima tanggung jawab dalam melaksanakan tujuan
tersebut, dan memberikan hadiah (reward) bagi pencapaian tujuan.
Teori
ini memfokuskan pada situasi dan perilaku pemimpin, jadi ada kemungkinan untuk
mengadaptasikan perilaku kepemimpinan terhadap suatu situasi. (Moorhead –
Griffin, 1995 : 307)
2.1.2.3.5
Model Partisipasi
Pemimpin Vroom dan Yetton (Vroom & Yetton’s Leader Participation Model)
Adalah
suatu teori kepemimpinan yang memberikan seperangkat aturan untuk menentukan
ragam dan banyaknya pengambilan keputusan partisipatif dalam situasi-situasi
yang berlainan.
2.1.2.4 Teori Neo-Karismatik (Neocharismatic Theories)
Teori
Neo-Karismatik adalah teori-teori kepemimpinan yang menekankan simbolisme, daya
tarik emosional, dan komitmen pengikut yang luar biasa. Teori-teori yang
trmasuk ke dalam teori ini adalah Teori Kepemimpinan Karismatik (Charismatic
Leadership), Teori Kepemimpinan Transaksional (Transactional
Leadership), Teori Kepemimpinan Transformasional (Transformational
Leadership), dan Teori Kepemimpinan Visioner (Visionary Leadership).
Uraian
dari teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
2.1.2.4.1
Teori Kepemimpinan
Karismatik (Charismatic Leadership)
Teori
yang menyatakan bahwa para pengikut membuat atribusi dari kemampuan
kepemimpinan yang heroik atau luar biasa bila mereka mengamati
perilaku-perilaku tertentu.
2.1.2.4.2
Teori Kepemimpinan
Transaksional (Transactional Leadership)
Suatu
teori yang menyatakan bahwa pemimpin memandu atau memotivasi pengikut mereka
dalam arah tujuan yang ditegakkan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas.
2.1.2.4.3
Teori Kepemimpinan
Transformasional (Transformational Leadership)
Suatu
teori yang menyatakan bahwa pemimpin memberikan pertimbangan dan rangsangan
intelektual yang diindividualkan dan yang memiliki kharisma.
2.1.2.4.4
Teori Kepemimpinan
Visioner (Visionary Leadership)
Suatu teori dimana pemimpin memiliki
kemampuan untuk menciptakan dan mengkomunikasikan visi yang realistis, dapat
dipercaya, dan menarik mengenai masa depan bagi suatu organisasi atau unit
organisasi, yang tumbuh dan menjadi semakin baik di masa sekarang.
2.2
Konsep Motivasi Karyawan
Karyawan
yang mau dan mampu bekerja dengan upaya terbaiknya adalah faktor terpenting
yang dimiliki suatu perusahaan. Untuk mendapatkan karyawan seperti itu,
perusahaan harus memahami kebutuhan dan kemampuan karyawan. Perusahaan harus
menciptakan lingkungan kerja yang kondusif yang bisa membuat karyawan
termotivasi. Motivasi kerja karyawan perlu mendapat perhatian khusus karena
dapat mempengaruhi turn over, absensi, keluhan, dan hal-hal lainnya yang
berkaitan dengan masalah sumber daya manusia.
2.2.1
Pengertian Motivasi Karyawan
Motivasi
menurut Stephen P. Robbins (2001 : 155) adalah :
“The
processes that account for an individual’s intensity, direction, and
persistence of effort toward attaining a goal.”
Motivasi
adalah proses-proses yang menyebabkan intensitas, arah, dan ketekunan berusaha
individual menuju pencapaian tujuan.
Sedangkan
menurut Moorhead dan Griffin (1995 : 78) :
“Motivation
is the set of forces that lead people to behave in particular ways.”
Motivasi
adalah seperangkat kekuatan yang memimpin orang-orang untuk berpeilaku
tertentu.
Motivasi
adalah suatu hal yang penting dalam suatu organisasi karena motivasi bersama
dengan kemampuan dan lingkungan mempengaruhi kinerja karyawan.
2.2.2
Teori-teori Motivasi Karyawan
Berbicara
tentang motivasi karyawan maka kita harus membahas teori-teori motivasi
terlebih dahulu. Adapun mengenai teori motivasi, Stephen P. Robbins membaginya
ke dalam dua kelompok yaitu : Teori Awal Motivasi dan Teori Kontemporer
Motivasi. Penjelasan dari kedua teori tersebut adalah sebagai berikut :
2.2.2.1 Teori Awal Motivasi (Early Theories of Motivation)
Yang
termasuk ke dalam teori awal motivasi adalah :
2.2.2.1.1
Teori Hierarki Kebutuhan
Maslow (Maslow’s Hierarchy of Needs Theory)
Teori
ini menyatakan bahwa ada suatu hierarki lima kebutuhan-physiologis, keamanan,
sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri. Apabila satu kebutuhan telah
dipuaskan maka kebutuhan berikutnya menjadi dominan.
2.2.2.1.2
Teori X dan Y Douglas
McGregor
Douglas
McGregor mengemukakan dua pandangan berbeda tentang manusia yang terbagi dalam
Teori X dan Teori Y.
1.
Teori X adalah : suatu
asumsi/pandangan bahwa karyawan tidak menyukai bekerja, malas, tidak menyukai
tanggung jawab, dan harus dipaksa untuk berprestasi.
2.
Teori Y adalah : suatu
asumsi/pandangan bahwa karyawan menyukai bekerja, kreatif, berusaha bertanggung
jawab, dan dapat menjalankan pengarahan diri (self direction)
2.2.2.1.3
Teori Dua Faktor Herzberg (Herzberg’s Two
Factors Theory)
Hasil
penelitian dari Frederick Herzberg dan Rekan pada akhir tahun 1950-an dan awal
1960-an berhasil menyimpulkan Teori Dua Faktor yang mengidentifikasikan adanya
:
1.
Faktor motivator (yaitu faktor yang mempengaruhi kepuasan).
Faktor ini adalah tampilan dari job content, termasuk tanggung jawab,
penghargaan, otonomi, dan pertumbuhan
2.
Faktor hygiene (yaitu faktor
yang mempengaruhi ketidakpuasan). Faktor ini adalah tampilan dari job context,
termasuk kebijakan perusahaan dan prakteknya, upah, benefit, dan kondisi kerja.
2.2.2.2 Teori Kontemporer Motivasi (Contemporary Theories of Motivation)
Teori-teori
Kontemporer Motivasi bukanlah teori-teori tentang motivasi yang baru
dikembangkan, melainkan teori-teori yang menggambarkan bentuk terkini dari seni
yang menjelaskan motivasi karyawan. Yang termasuk ke dalam teori kontemporer
motivasi adalah :
2.2.2.2.1
Teori ERG Alderfer (Alderfer’s
ERG Theory)
Teori
ini menyatakan bahwa terdapat tiga kebutuhan inti yaitu : existence (eksistensi),
relatedness (keterhubungan), dan growth (pertumbuhan). Eksistensi
mencakup butir-butir dimana dalam teori Hierarki Kebutuhan Maslow dianggap
sebagai kebutuhan physiologis dan keamanan. Keterhubungan segaris dengan
kebutuhan sosial dan penghargaan dari Maslow. Pertumbuhan mencakup komponen
intrinsic dari kategori penghargaan Maslow dan karakteristik-karakteristik yang
tercakup dalam aktualisasi diri.
Berbeda
dengan Teori Hierarki Kebutuhan Maslow, teori ini menyatakan bahwa dapat
beroperasi lebih dari satu kebutuhan dalam satu waktu, dan apabila kepuasan
dari suatu kebutuhan tingkat-lebih-tinggi tertahan, maka hasrat untuk memenuhi
kebutuhan tingkat-lebih-rendah meningkat.
2.2.2.2.2
Teori Kebutuhan
McClelland (McClelland’s Theory of Needs)
Teori
ini memfokuskan kepada tiga kebutuhan yaitu : kebutuhan akan prestasi (achievement
need), kebutuhan akan kekuasaan (power need), dan kebutuhan akan
afiliasi (affiliation need). Tingkat kepuasan seseorang bergantung
kepada kebutuhan yang dominan di dalam dirinya.
2.2.2.2.3
Teori Evaluasi Kognitif
(Cognitive Evaluation Theory)
Teori
ini mengemukakan bahwa diperkenalkannya ganjaran-ganjaran ekstrinsik, seperti
misalnya upah, untuk perilaku yang sebelumnya secara intrinsik telah diberi
hadiah cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan.
2.2.2.2.4
Teori Penetapan Tujuan
Edwin Locke (Goal Setting Theory)
Teori
ini didasarkan pada observasi sederhana mengenai perilaku manusia bahwa
orang-orang bertindak berdasarkan tujuan sehingga teori ini menyatakan bahwa
tujuan yang spesifik dan sulit, dengan pemberian umpan balik, menghantarkan
kepada kinerja yang lebih tinggi. Carrell, Jennings, Heavrin (1997 : 172)
menyatakan bahwa penetapan tujuan memberikan beberapa keuntungan yang berbeda
yaitu : mengatur perilaku, menyediakan tantangan, mengalokasikan sumber daya,
dan menyediakan struktur. Selain itu juga dinyatakan bahwa kinerja yang lebih
tinggi dan pencapaian tujuan lebih mungkin untuk terjadi bila tujuan bersifat
spesifik, tujuan bersifat sulit tetapi dapat dicapai, adanya partisipasi,
adanya umpan balik, dan adanya evaluasi.
2.2.2.2.5
Teori Penguatan (Reinforcement
Theory)
Teori
ini menyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya.
Akibat dari perilaku seseorang dalam satu situasi akan mempengaruhi perilaku
individu tersebut di masa yang akan datang pada situasi yang serupa. Perilaku
yang pernah mendapat konsekuensi positif cenderung akan diulangi sedangkan
perilaku yang menghasilkan konsekuensi negatif cenderung tidak akan diulangi.
2.2.2.2.6
Teori Keadilan (Equity
Theory)
Teori
ini didasarkan atas pendapat bahwa faktor utama dalam motivasi, prestasi, dan
kepuasan kerja adalah penilaian individu terhadap kewajaran (keadilan) imbalan
yang diterima. Teori ini menyatakan bahwa individu-individu membandingkan
masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan/keluaran orang-orang lain
dan kemudian berespons untuk menghapuskan setiap ketidakadilan.
2.2.2.2.7
Teori Pengharapan (Expectancy
Theory)
Victor
Vroom dalam teori ini menyatakan bahwa kuatnya kecenderungan untuk bertindak
dalam suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan suatu pengharapan bahwa
tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari
keluaran tersebut bagi individu itu. Teori ini memfokuskan pada tiga hubungan :
1.
Hubungan upaya – kinerja :
probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya
tertentu itu akan mendorong kinerja.
2.
Hubungan kinerja – ganjaran :
derajat sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada suatu tingkat
tertentu akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan.
3.
Hubungan ganjaran – tujuan
pribadi : derajat sejauh mana ganjaran-ganjaran organisasional memenuhi
tujuan-tujuan atau kebutuhan pribadi seorang individu dan daya tarik
ganjaran-ganjaran potensial tersebut untuk individu itu.
2.3
Pengaruh Kepemimpinan terhadap
Motivasi Karyawan
Kepemimpinan yang efektif adalah suatu
unsur yang amat esensial bagi kesuksesan suatu organisasi. Kepemimpinan yang
efektif dapat membuat suatu organisasi tumbuh, berhasil, dan mampu bersaing.
Tanpa hal ini, banyak organisasi tidak mampu bertahan. Kesadaran akan hal
inilah yang mendasari beberapa teori kepemimpinan modern yang disebut sebagai
teori kontingensi keefektifan pemimpin. Teori ini terdiri dari dua tema
pokok. Tema pertama yaitu bahwa tidak
ada satu gaya kepemimpinan yang terbaik. Tema kedua yaitu adanya masalah
keefektifan pemimpin, bahwa seorang pemimpin harus mengidentifikasikan
kondisi-kondisi dan faktor-faktor dalam diri mereka yang menentukan dan sampai
sejauh mana, akan mempertinggi kinerja dan kepuasan karyawan. (Greenberg-Baron,
1995:513)
Kepemimpinan tidak terdapat dalam suatu
lingkungan yang terisolir. Seorang pemimpin harus menggunakan pengaruhnya pada
sekelompok karyawan dalam situasi yang berubah-ubah. Strategi yang efektif
sangat mungkin untuk bervariasi dari situasi satu ke situasi lainnya. Seorang
pemimpin yang mampu menyesuaikan kepemimpinannya sesuai dengan faktor
kontingensi yang berlaku akan mampu meningkatkan motivasi karyawannya.
BAB III
OBJEK
DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah mengenai
kepemimpinan dan motivasi karyawan di PT Radio Swakarsa Megantara Bandung.
Karyawan PT Radio Swakarsa Megantara Bandung menjadi responden atas kuesioner
yang disebarkan. Di bawah ini akan diuraikan mengenai PT Radio Swakarsa
Megantara Bandung.
3.1.1
Sejarah Perusahaan
Radio Swakarsa Megantara didirikan pada
tahun 1979 dengan nama ‘MEGANTARA’, dan dengan callsign ‘MG’. Radio
Megantara pada saat itu masih merupakan radio di frekuensi AM. Radio Megantara
sampai dengan tahun 1981 bertempat di Gelanggang Remaja Jl. Merdeka Bandung.
Pada saat itu lagu-lagu yang disajikan adalah lagu-lagu umum, mulai dari
lagu-lagu daerah (seperti lagu Sunda, irama Jaipong, Batak, dan lain-lain),
lagu dangdut, pop, sampai lagu-lagu mancanegara berirama slow (berirama
lambat). Pemilihan lagu-lagu yang bersifat umum tersebut didasari oleh
kenyataan bahwa target audience perusahaan masih umum.
Pada tahun 1982 Radio Megantara pindah
ke Jl. Cihampelas Bandung, akan tetapi masih mengusung format yang sama. Mulai
tahun 1981 – 1984, Radio Megantara dimiliki oleh tiga orang, yaitu : H. Amrul,
Ny. Amrul (istri), dan Freddy Situmorang. Akan tetapi pada tahun 1984 – 1988,
Radio Megantara dimiliki oleh H. Amrul beserta istrinya, dan Yus Panggabean.
Tahun 1985
Radio Megantara pindah lagi ke Jl. Salendro 12A. Kali ini Radio Megantara
mengusung format acara yang berbeda. Lagu-lagu yang disajikan yaitu lagu-lagu
pop Indonesia dan mancanegara, tidak ada lagi lagu dangdut dan lagu daerah.
Pada tahun
1989 terjadi lagi perubahan kepemilikan, yaitu Radio Megantara hanya dimiliki
oleh H. Amrul beserta istri. Hal ini terus berlangsung hingga saat ini. Mulai
tahun 1989 itulah Radio Megantara berpindah frekuensi, dari frekuensi 126 AM
menjadi 101,25 FM.
Tahun
1990, Radio Megantara kembali berpindah kedudukan. Kali ini perusahaan pindah
ke Jl. Buah Batu No. 8 sampai saat ini. Nama radio inipun berubah menjadi
‘Radio MGT’.
Seiring
dengan perubahan nama perusahaan menjadi Radio MGT, radio ini juga melakukan
beberapa perbaikan dalam struktur organisasinya dengan maksud agar Radio MGT
bisa lebih bersaing dengan radio-radio swasta lainnya. Akan tetapi lagu-lagu
yang disajikan masih berupa lagu-lagu pop Indonesia dan mancanegara.
Sejak
tahun 1993 Radio MGT berubah menjadi radio ABG (Anak Baru Gede), artinya bahwa
target pendengar Radio MGT adalah remaja dengan kisaran usia 15 – 25 tahun.
Motto Radio ini berganti menjadi ‘FM-nya Anak Muda Bandung’. Perubahan ini
diikuti oleh perubahan acara. Lagu-lagu yang disajikan kebanyakan merupakan
lagu-lagu ‘Top 40’ untuk memenuhi keinginan dari pasar remaja.
Tahun
1999, pada saat menjelang abad milenium, Radio MGT hadir dengan semangat dan
slogan baru yaitu MGT The Colour Hits Station. Dengan atmosfir
baru ini, Radio MGT menyajikan berbagai warna program musik dan info. Pendengar
Radio MGT pun berubah bukan lagi remaja berusia 15 – 25 tahun tetapi 18 – 35
tahun atau kalangan eksekutif muda yang enerjik dan tidak mau ketinggalan isu
baik dalam maupun luar negeri. Lagu-lagu yang disajikan (yang disebut dengan
laras) menjadi lebih beraneka ragam, mulai dari lagu-lagu baru (Top 40) sampai
lagu lama. Aliran musik yang diusung pun lebih variatif, mulai dari pop dan
jazz hingga acid jazz, rock, alternatif, ska, dan sebagainya.
MGT
The Colour Hits Station adalah saluran radio
yang dinamis, enerjik, entertainment lover, dan sart dengan informasi
aktual. Penyediaan musik berkualitas untuk menyongsong milenium baru era kosmo,
warna, atensi, visi, dan program adalah sasaran kontinue yang terus menerus
ditingkatkan. Adanya kesadaran bahwa atmosfir kehidupan akan selalu berkembang,
maka Radio MGT telah mempersiapkan diri untuk berkompetisi di jalur format broadcasting
radio. Seluruh program dirncang untuk meniadakan kejenuhan dan menjadi spirit
untuk mendapatkan informasi dan hiburan. News, talkshow, atau sajian
musik terpilih adalah beberapa program yang diandalkan perusahaan dan diminat
oleh para pendengar (yang biasa disebut listeners). Berita-berita dalam
dan luar negeri mendapat porsi khusus, termasuk penyajian informasi dengan
mengundang narasumber, aktivitas reportase, public figure, atau
berinteraksi langsung dengan pendengar MGT. Di MGT, line business adalah
media yang tepat untuk pendengar potensial, pemasang iklan, dan bentuk-bentuk
kerja sama – kerja sama lainnya. MGT line business menyelenggarakan
event-event penting dan menarik, seperti BAM (Bursa Anak Muda), meet and
greet with artists, MGT Fashion, dan lain-lain. Kemudian slogan Radio MGT
pun berubah menjadi Radio Dewasa Muda Bandung, sebagai salah satu bentuk usaha
mempertajam segmentasi radio siaran di Bandung.
Hari jadi
MGT dihitung sejak tahun 1981, tepatnya pada tanggal 4 Desember 1981. Artinya hingga tahun 2004 ini Radio MGT telah
berdiri selama 23 tahun.
Pada
tanggal 3 Mei 2004, frekuensi siaran MGT 101,25 FM berubah menjadi 101,1 FM.
3.1.2
Struktur Organisasi PT
Radio Swakarsa Megantara Bandung
Struktur
organisasi PT Radio Swakarsa Megantara
Bandung terdiri dari :
1.
Penanggung jawab /
Direktur Utama
2.
Direktur
3.
Finance Manager
4.
General Affair Manager
5.
PR & Promotion
Manager
6.
Local Sales Manager
7.
Radio Program Manager
8.
Traffic Supervisor
9.
Music Director
10.
Radio Programmer
11.
Announcer
12.
Chief Production
13.
Operator
14.
Account Executive
15.
Finance Officer
16.
Front Office /
Receptionist
17.
Technician
18.
Security
19.
Driver
20.
Office Boy
Untuk
lebih jelasnya, bentuk struktur organisasi PT Radio Swakarsa Megantara dapat
dilihat pada daftar lampiran.
3.1.3
Uraian Tugas Jabatan di
PT Radio Swakarsa Megantara Bandung
●
Penanggung jawab / Direktur
Utama
1.
Bersama dengan direktur dan
Finance Manager memberikan pendapat mengenai tarif iklan yang ditawarkan kepada
advertising agency.
2.
Menandatangani kwitansi
penagihan atas jasa pemutaran yang telah dilaksanakan perusahaan.
3.
Menerima laporan keuangan dan
laporan aktivitas setiap bulannya dan mengevaluasinya.
4.
Melakukan pengawasan langsung
terhadap kondisi perusahaan berdasarkan laporan yang masuk.
5.
Menganalisa penyimpangan yang
terjadi dan mencari jalan keluarnya.
6.
Mengesahkan prosedur atau
revisi yang diajukan oleh Managing Director.
7.
Mengesahkan kenaikan upah dan
tunjangan-tunjangan lainnya.
●
Direktur
1.
Bersama para manager mencari
tenaga kerja yang dibutuhkan.
2.
Menandatangani persetujuan atau
pembatas order penyiaran iklan.
3.
Mengadakan negosiasi tarif
iklan dan jumlah atau discount untuk advertising agency.
4.
Mengkoordinir aktivitas
karyawan sehingga para karyawan dapat bekerja dengan baik, efektif, dan
efisien.
●
Finance Manager
1.
Melaksanakan pengadministrasian
keuangan dan mengatur sirkulasi keuangan dan melaksanakan pembukuan keluar
masuk uang sesuai kebijakan Direktur.
2.
Mengurus penggajian karyawan
dengan dasar perhitungan yang telah ditetapkan.
3.
Membuat invoice untuk
semua iklan yang habis masa tayangnya dan melaksanakan penagihan biaya iklan
klien terutama yang telah jatuh tempo.
4.
Menyusun anggaran belanja
bulanan atas dasar biaya operasional rutin serta usulan dari masing-masing divisi
yang kemudian diajukan kepada Direktur untuk mendapat persetujuan.
5.
Berhak menolak permintaan biaya
dari pihak manapun kecuali telah ada persetujuan dari Direktur baik secara
lisan ataupun tertulis.
6.
Menyusun anggaran pajak-pajak
perusahaan untuk kemudian diajukan kepada Direktur.
7.
Melakukan konsolidasi dengan
para manager.
8.
Berkewajiban menciptakan dan
mempertahankan iklim kerja tim yang kreatif dan profesional.
9.
Bertanggung jawab penuh kepada
Direktur.
●
General Affair Manager
1.
Mengawasi dan mengarahkan SDM
dibawahnya dalam melayani urusan dan kebutuhan yang menyangkut kelancaran
mekanisme perusahaan.
2.
Mengawasi pelaksanaan tata
tertib kerja yang berlaku atau yang telah ditetapkan.
3.
Melakukan pencatatan inventaris
perusahaan serta pengkontrolan kelayakannya untuk penentuan diperbaiki atau
diganti secara berkala per empat bulan sekali (up date).
4.
Melakukan pencatatan data
karyawan secara berkala per enam bulan sekali (up date).
5.
Berhak mengambil tindakan
peringatan, sanksi administratif dan skorsing terhadap setiap SDM (melalui
rekomendasi manager yang membawahi) bila melanggar aturan perusahaan serta
dapat melakukan PHK (melalui konsultasi dengan Manager dan Direktur).
6.
Menampung surat lamaran
pekerja, magang, dan PKL lalu mendistribusikannya kepada divisi yang membutuhkan.
7.
Berkewajiban menciptakan dan
menjaga iklim kerja tim yang kondusif.
8.
Membuat laporan kegiatan kerja
per bulan kepada Direktur.
9.
Bertanggung jawab langsung
kepada Direktur.
●
PR & Promotion Manager
1.
Membuat rencana kerja promosi
setiap kwartal.
2.
Melakukan promosi yang dianggap
perlu dalam meningkatkan image perusahaan.
3.
Menciptakan program promosi
yang menarik.
4.
Menciptakan ide promosi yang
memungkinkan bersinergi dengan marketing dan program.
5.
Membuat rencana kerja kwartal
program off air.
6.
Bekerja sama dengan Radio
Program Manager untuk melaksanakan kegiatan on air yang ada hubungannya
dengan kegiatan off air.
●
Local Sales Manager
1.
Menganalisa situasi pasar
tempat produk/jasa tersebut akan ditawarkan.
2.
Mengejar target pendapatan yang
ditetapkan oleh perusahaan.
3.
Membuat analisa prestasi kerja
bawahannya.
4.
Menciptakan ide beriklan yang
inovatif untuk ditawarkan kepada klien.
5.
Menjamin bahwa kontrak
penyiaran iklan tersebut benar-benar dilaksanakan.
6.
Berusaha untuk mencari
pelanggan baru demi kelangsungan dan perkembangan perusahaan.
7.
Menjual air time berupa program yang telah dibuat oleh
departemen program.
8.
Bertanggung jawab langsung
terhadap Direktur.
●
Radio Program Manager
1.
Bertanggung jawab terhadap
semua yang berkaitan dengan program siaran on air radio.
2.
Bertanggung jawab terhadap
produktivitas program on air dan off
air.
3.
Bertanggung jawab mengenai
pengadaan materi sesuai segmentasi radio.
4.
Bertanggung jawab terhadap
pemilihan penyiar.
5.
Bertugas memberikan pengarahan
kepada Announcer berkaitan dengan materi / format siaran dan lagu.
6.
Membuat jadwal siaran sesuai
dengan format yang telah disepakati.
7.
Membuat alur kerja sesuai
dengan mekanisme radio program.
8.
Bertugas menetapkan durasi
dan jumlah jam siar yang berkaitan
dengan program on air.
9.
Bertanggung jawab terhadap
inventaris perusahaan berkaitan dengan program.
10.
Bertanggung jawab terhadap
kemajuan suatu program radio.
11.
Bertanggung jawab langsung
terhadap Direktur.
3.2
Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan
untuk meneliti pengaruh kepemimpinan yang diterapkan terhadap motivasi
karyawan. Untuk tujuan tersebut, metode penelitian yang digunakan adalah metode
deskriptif analitis. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu obyek, suatu
set kondisi, suatu sistem pemikiran, maupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. (M.
Nazir, 1988 : 63)
3.2.1
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang
digunakan digolongkan sebagai penelitian survai yaitu penelitian yang mengambil
sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengambilan
data yang pokok. (Singarimbun, 1989 : 3)
3.2.2
Operasionalisasi
Variabel
Sesuai dengan judul
penelitian, yaitu : “Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Motivasi Karyawan Di PT
Radio Swakarsa Megantara Bandung”, maka terdapat dua variabel yang akan
diteliti, yaitu :
a.)
Kepemimpinan dengan menggunakan
indikator Teori Jalur-Tujuan (Path-Goal Theory) Robert House yang
selanjutnya disebut sebagai variabel independen (X)
b.)
Motivasi Karyawan yang diukur
dengan menggunakan indikator teori Penetapan Tujuan Edwin Locke yang
selanjutnya disebut sebagai variabel dependen (Y)
Untuk keperluan pengujian, variabel-variabel
yang diteliti dijabarkan terlebih dahulu sehingga diperoleh indikator-indikator
sebagai alat ukurnya. Adapun ukuran yang dipakai adalah ukuran ordinal. Ukuran
ordinal adalah angka yang diberikan, angka-angka tersebut mengandung pengertian
tingkatan. Ukuran ordinal ini digunakan untuk mengurutkan obyek dari angka yang
terrendah ke angka yang tertinggi atau sebaliknya. Ukuran ini tidak memberikan
nilai yang absolut terhadap obyek,
tetapi hanya memberikan urutan (ranking) saja. (Moch. Nazir, 1988 : 158)
Selanjutnya ditentukan operasionalisasi
variabelnya seperti yang tertera pada tabel operasionalisasi variabel berikut
ini :
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
VARIABEL
|
KONSEP
|
SUB
|
INDIKATOR
|
UKURAN
|
SKALA
|
No.
|
|
VARIABEL
|
VARIABEL
|
|
|
|
Kuesioner
|
Kepemimpinan
|
Kemampuan
|
Direktif
|
Top-down goals (penetapan
|
Tingkat
penetapan
|
Ordinal
|
1
|
|
mempengaruhi
|
|
tujuan
dari atas ke bawah)
|
tujuan
|
|
|
|
suatu
kelompok
|
|
Cara
penyelesaian
|
Tingkat
penetapan
|
Ordinal
|
2
|
|
ke
arah
|
|
tugas
|
Cara
|
|
|
|
pencapaian
|
|
Tenggat
waktu
|
Tingkat
penetapan
|
Ordinal
|
3
|
|
tujuan
|
|
|
tenggat
waktu
|
|
|
|
|
|
Standar
|
Tingkat
penetapan
|
Ordinal
|
4
|
|
|
|
penyelesaian
tugas
|
standar
|
|
|
|
|
Supportif
|
Ramah
|
Tingkat
|
Ordinal
|
5
|
|
|
|
|
keramahan
|
|
|
|
|
|
Peduli
|
Tingkat
|
Ordinal
|
6
|
|
|
|
|
kepedulian
|
|
|
|
|
|
Mendukung
|
Tingkat dukungan
|
Ordinal
|
7
|
|
|
|
|
terhadap
bawahan
|
|
|
|
|
Partisipatif
|
Konsultasi
|
Tingkat
konsultasi
|
Ordinal
|
8
|
|
|
|
|
dengan
bawahan
|
|
|
|
|
|
Menerima
saran
|
Tingkat penerimaan
|
Ordinal
|
9
|
|
|
|
|
terhadap
saran
|
|
|
|
|
|
Partisipasi
|
Tingkat
partisipasi
|
Ordinal
|
10
|
|
|
|
|
bawahan
|
|
|
|
|
|
Pendelegasian
wewenang
|
Tingkat
pendelegasian
|
Ordinal
|
11
|
|
|
|
|
wewenang
|
|
|
|
|
Berorientasi
|
Tujuan
menantang
|
Tingkat tantangan
|
Ordinal
|
12
|
|
|
prestasi
|
|
dari
tujuan
|
|
|
|
|
|
Pendelegasian
|
Tingkat pendelegasian
|
Ordinal
|
13
|
|
|
|
tanggung
jawab dan
|
tanggung
jawab dan
|
|
|
|
|
|
wewenang
|
wewenang
|
|
|
|
|
|
Reward
|
Tingkat pemberian
|
Ordinal
|
14
|
|
|
|
|
reward
|
|
|
Motivasi
|
Proses
yang
|
Penetapan
|
Tujuan
spesifik
|
Tingkat
kejelasan
|
Ordinal
|
1
|
Karyawan
|
mempengaruhi
|
tujuan
|
(specific
goals)
|
tujuan
|
|
|
|
intensitas,
arah,
|
|
Tujuan
yang sulit
|
Tingkat kesulitan
|
Ordinal
|
2
|
|
dan
ketekunan
|
|
(hard
goals)
|
tujuan
|
|
|
|
berusaha
|
|
Tujuan
yang bisa dicapai
|
Tingkat
pencapaian
|
Ordinal
|
3
|
|
individu ke arah
|
|
(attainable
goals)
|
tujuan
|
|
|
|
pencapaian
|
|
Partisipasi
|
Tingkat partisipasi
|
Ordinal
|
4
|
|
tujuan
|
|
|
bawahan
|
|
|
|
|
|
Umpan
balik
|
Tingkat
pemberian
|
Ordinal
|
5
|
|
|
|
|
umpan
balik
|
|
|
|
|
|
Evaluasi
kinerja
|
Tingkat
pemberian
|
Ordinal
|
6
|
|
|
|
|
evaluasi
|
|
|
3.2.3
Jenis dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah :
1.
Data primer adalah data utama
yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Melalui data ini, hal-hal
yang berkaitan dengan maksud dan tujuan penelitian, dan lain-lain akan
terjawab. Data primer diperoleh dari responden melalui kuesioner, wawancara berkaitan
dengan pertanyaan penelitian, serta observasi.
2.
Data sekunder adalah data yang
diperlukan sebagai pendukung data primer dan sumber informasi untuk berbagai
persoalan yang belum terungkap dalam data primer. Oleh karena itu, data
sekunder diperoleh melalui hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan
penelitian ini, serta berbagai dokumen lainnya untuk menganalisis data primer.
3.2.4
Metode Pengumpulan Data
Dalam
penelitian ini penulis melakukan pengumpulan data dengan metode sebagai berikut
:
1.
Studi Lapangan (Field Research), yaitu berhubungan
langsung dengan obyek penelitian dimana pada studi lapangan ini dilakukan
observasi dan wawancara dengan para karyawan tetap dan karyawan honorer di
perusahaan yang bersangkutan, termasuk penyebaran angket (kuesioner) dalam
bentuk pertanyaan tertutup yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
2.
Studi Kepustakaan (Library Research), yaitu berupa kegiatan
mempelajari dan mengkaji sejumlah literatur seperti buku-buku, jurnal, artikel,
serta majalah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Hal ini diharapkan
dapat memberikan data serta informasi yang bersifat teoritis mengenai
kepemimpinan dan motivasi karyawan yang nantinya akan digunakan sebagai
landasan teori dalam menunjang pelaksanaan penelitian.
3.2.4.1
Teknik Penarikan Sampel
Dengan
pertimbangan dari segi waktu dan biaya, maka metode pengambilan sampel yang
digunakan adalah pengambilan sampel secara acak sederhana (simple random sampling). Ida
Bagus Mantra dan Kasto menyatakan bahwa simple random sampling yaitu sampel yang diambil sedemikian rupa
sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. (Singarimbun, 1989 : 155)
Tes
statistik yang digunakan adalah tes statistik non parametrik, karena data yang
digunakan dalam bentuk skala ordinal (Siegel, 19:38). Dalam penelitian ini akan
ditetapkan sampel yang diambil dari jumlah keseluruhan karyawan PT Radio
Swakarsa Megantara Bandung yang berjumlah
40 orang yang akan menjadi
populasi dari penelitian ini.
Dari jumlah populasi tersebut, kemudian diambil sampel untuk mewakili seluruh populasi dengan menggunakan rumus Slovin (Husein Umar, 1999:108) sebagai berikut :
Dimana n
: ukuran / jumlah sampel yang dibutuhkan
N : jumlah populasi karyawan PT Radio Swakarsa
Megantara
e : tingkat signifikansi
Tingkat
signifikansi (taraf nyata) ditetapkan sebesar 5 % karena dinilai cukup untuk
mewakili hubungan antara variabel-variabel bebas dan variabel tidak bebas serta
merupakan tingkat signifikansi yang umum digunakan dalam penelitian ilmu-ilmu
sosial dengan tingkat keyakinan sebesar 95 %. Tingkat signifikansi menunjukkan
penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari data yang sebenarnya, sedangkan
tingkat keyakinan menunjukkan besarnya pengukur bahwa hasil yang diperoleh
memenuhi syarat ketelitian tadi. Alasan digunakannya taraf nyata yaitu agar
dapat mengetahui apakah hipotesis dapat diterima atau ditolak secara
signifikan.
Maka
jumlah sampel minimum yang diambil adalah :
=
= 36,3 36
3.2.4.2
Teknik Pengumpulan Data
Data
yang dikumpulkan untuk digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua
kelompok yaitu data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1.
Kuesioner ; yaitu mengajukan
kuesioner yang berisi seperangkat pertanyaan yang secara logis berhubungan
dengan masalah penelitian dan tiap-tiap pertanyaan merupakan jawaban-jawaban
yang mempunyai makna dalam menguji hipotesis.
2.
Wawancara ; merupakan teknik
pengumpulan data dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya
langsung dengan para karyawan dan beberapa manajer.
3.
Observasi ; yaitu pengamatan
yang dilakukan terhadap responden.
Sedangkan pengumpulan
data sekunder dilakukan dengan cara studi kepustakaan yang diperoleh dari
berbagai sumber seperti buku-buku,
artikel, literatur, surat kabar, dan sebagainya.
3.2.5
Pengujian Data
3.2.5.1
Uji Validitas
Uji validitas digunakan
untuk menunjukkan tingkat kevalidan atau keabsahan suatu instrumen. Validitas
menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur.
(Singarimbun, 1989 : 122)
Untuk menguji validitas
kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini digunakan analisis butir (item)
dengan menguji karakteristik masing-masing item yang menjadi bagian tes yang
bersangkutan. Pengujian ini dilakukan dengan mengkorelasikan skor item (butir)
terhadap skor total. Skor butir dipandang sebagai nilai X sedangkan skor total
dipandang sebagai nilai Y.
Rumus untuk menguji
validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumus koefisien korelasi
Rank Spearman karena datanya berskala ordinal. Rumusnya adalah :
Dimana : di =
selisih rank X dan rank Y yang ke – i
n = jumlah sample
rs = Koefisien korelasi
Spearman
Selanjutnya pengujian
validitas untuk setiap variable dilakukan dengan bantuan SPSS 10.0 for Windows.
Suatu item dikatakan valid jika koefisien korelasi Rank Spearman antara skor
item dengan skor totalnya bernilai minimal 0,3. Jika koefisien korelasinya
kurang dari 0,3 artinya pertanyaan tersebut tidak valid dan harus dikeluarkan
dari pengujian yang akan dilakukan selanjutnya. (Sugiyono, 2001 : 106)
3.2.5.2
Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah istilah
yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif
konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih. (Singarimbun, 1989 :
122)
Pengujian reliabilitas
dilakukan dengan teknik belah-dua (split-half method) Spearman-Brown
dengan memisahkan antara pertanyaan bernomor ganjil dengan pertanyaan bernomor
genap untuk setiap jawaban responden.
Langkah pertama untuk
menguji reliabilitas instrumen adalah mengkorelasikan jumlah skor pertanyaan
bernomor ganjil dengan jumlah skor pertanyaan bernomor genap bagi masing-masing
responden memakai koefisien korelasi Rank Spearman dan dilakukan dengan bantuan
SPSS 10.0 for Windows. Selanjutnya koefisien reliabilitas dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
Dimana : r12 =
hasil perhitungan korelasi Spearman antara belahan ganjil dan belahan genap
R
= koefisien reliabilitas
Instrumen reliabel bila
koefisien reliabilitas bernilai minimal 0,3. (Sugiyono, 2001 : 106)
3.2.6
Teknik Pengolahan dan
Analisis Data
3.2.6.1
Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Memperhatikan satu persatu
kuesioner yang telah diisi oleh responden.
2.
Melakukan pembobotan nilai
terhadap setiap alternatif jawaban dari pertanyaan yang sudah diberikan melalui
kuesioner kepemimpinan dan motivasi karyawan. Pernyataan terdiri dari dua macam
yaitu pernyataan positif diberi nilai secara berurutan dengan skala 5-4-3-2-1.
Sedangkan untuk pernyataan negatif diberi urutan nilai yang sebaliknya yaitu
1-2-3-4-5. Pengukuran ini dilakukan pada pertanyaan tertutup yang
berskala ordinal.
3.
Menyusun ranking dari
masing-masing responden untuk variable bebas (X) dan variable terikat (Y).
4.
Diambil pasangan data yang akan
diteliti sehingga apabila banyaknya sample sebesar n, maka didapat (X1,Y1),(X2,Y2),
…….,(Xn,Yn) dimana :
● X = Gaya
Kepemimpinan
● Y = Motivasi
Karyawan
3.2.6.2
Teknik Analisis Data
Data yang telah diperoleh
dari kuesioner, wawancara, dan studi kepustakaan kemudian dianalisis dan
dilakukan penafsiran data dengan melihat kecenderungan tanggapan karyawan atas
dasar presentase dari tiap kriteria pertanyaan yang diajukan. Untuk mengetahui
besarnya pengaruh antara variabel yang diteliti, penulis menggunakan analisis
kuantitatif dengan metode Rank Spearman untuk mengetahui berapa besar pengaruh
kepemimpinan terhadap motivasi karyawan.
Analisis data dilakukan
dengan teknik-teknik sebagai berikut :
◙ Analisis
Deskriptif, hanya mengemukakan data-data yang masuk dengan cara
dikelompokkan dan ditabulasikan yang kemudian diinterpretasikan atau diberi
penjelasan.
◙ Analisis
Verifikatif, dilakukan dengan alat bantu statistik. Metode statistik yang
digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel X terhadap variabel Y adalah
korelasi Rank Spearman karena kedua variabel tersebut memiliki skala ordinal.
Untuk analisis data
dibagi ke dalam tiga bagian yaitu :
1.
Analisis data untuk
menjawab Identifikasi Masalah Pertama
Untuk bisa menjawab
identifikasi masalah pertama mengenai kepemimpinan pada PT Radio Swakarsa
Megantara Bandung, maka digunakan metode analisis deskriptif berdasarkan
kuesioner, observasi dan wawancara. Pelaksanaannya meliputi pengumpulan data,
penyusunan data, dan interpretasi tentang arti data tersebut.
2.
Analisis data untuk
menjawab Identifikasi Masalah Kedua
Untuk bisa menjawab
identifikasi masalah kedua mengenai tingkat motivasi karyawan pada PT Radio
Swakarsa Megantara Bandung, maka digunakan metode analisis yang sama dengan
identifikasi masalah pertama.
3.
Analisis data untuk
menjawab Identifikasi Masalah Ketiga
Identifikasi masalah ketiga
mengenai pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi karyawan akan dijawab dengan
menggunakan metode kualitatif, mengemukakan data-data yang masuk dengan cara
dikelompokkan dan ditabulasikan kemudian diberi penjelasan. Metode kuantitatif
dengan menggunakan perhitungan statistik juga digunakan untuk menjawab masalah
ketiga yaitu dengan metode statistik koefisien korelasi peringkat Spearman.
Untuk langkah kerjanya
dapat diurutkan sebagai berikut :
1.
Urutkan jumlah responden di
dalam kolom nomor untuk dihitung frekuensi dan presentasenya.
2.
Diambil pasangan yang diteliti
hingga sebesar jumlah sampel n, sehingga akan didapat yaitu (X1,Y1),
(X2,Y2), …..(Xn,Yn)
Dimana
X = variabel bebas (Kepemimpinan)
Y = variabel terikat (Motivasi karyawan)
3.
Memberi nilai pembobotan untuk
jenis pertanyaan yang berskala ordinal. Skor yang diberikan adalah sebagai
berikut :
●
Untuk pernyataan positif, skala
nilai yang digunakan adalah 5-4-3-2-1
●
Untuk pernyataan negatif, skala
nilai yang digunakan adalah 1-2-3-4-5
4.
Menghitung pembobotan tanggapan
untuk variabel X dan Y. hasil pembobotan ini menunjukkan sikap negatif hingga
positif (Al-Rasyid, 1994 : 128). Sikap positif artinya responden mendukung
terhadap pernyataan yang diajukan. Sikap negatif menunjukkan sikap responden
yang tidak mendukung terhadap pernyataan yang diajukan. Pembobotan atau
perhitungan skor menggunakan metode Likert Summated Rating. Langkah yang harus
dilakukan adalah menentukan skor minimal, Maksimal, Kuartil I, Median, dan
Kuartil III serta skor maksimal yang mungkin diperoleh seluruh responden.
■
Total skor dari seluruh
responden > K3 :
Sikap sangat positif
■
Total skor dari seluruh
responden > Median – K3 : Sikap
positif
■
Total skor dari seluruh
responden < Median – K1 : Sikap
negatif
■
Total skor dari seluruh
responden < K1 : Sikap
sangat negatif
■
Bobot atau skor = (jumlah
jawaban skala 1) x 1 + (jumlah jawaban skala 2) x 2 + (jumlah jawaban skala 3)
x 3 + (jumlah jawaban skala 4) x 4 + (jumlah jawaban skala 5) x 5
■
Skor Min = 1 x jumlah
pertanyaan x jumlah responden
■
Skor K 1 = 2 x jumlah pertanyaan x jumlah responden
■
Skor Med = 3 x jumlah
pertanyaan x jumlah responden
■
Skor K 3 = 4 x jumlah
pertanyaan x jumlah responden
■
Skor Max = 5 x jumlah
pertanyaan x jumlah responden
5.
Skor masing-masing responden
dihitung berdasarkan total jumlah jawaban yang diberi bobot. Kemudian
dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu skor X dan skor Y. Lalu dilakukan
perangkingan berdasarkan jumlah skor tersebut.
6.
Tentukan harga di yaitu
selisih antara kedua rangking itu (Xi-Yi).
Kuadratkan tiap di dan kemudian jumlahkan di2 untuk mendapatkan 3 di2
7.
Apabila tidak terdapat ranking
yang bernilai sama (kembar), masukkan harga ini 3 di2 ini serta jumlahkan n (banyak responden) ke
dalam rumus Korelasi Korelasi Spearman :
Dimana rs = Koefisien
korelasi Spearman
n
= Jumlah sampel
di = Selisih
antara jenjang dari X dan Y
Harga rs akan bergerak
antara –1 sampai dengan +1
Jika rs
= +1 maka ada korelasi yang sempurna antara variabel X dan Y.
Jika rs = -1 maka ada
korelasi yang bertentangan antara variabel X dan Y.
8.
Jika terdapat ranking yang
bernilai (berangka) sama dalam masing-masing variabel, maka harus ditentukan
faktor koreksi untuk masing-masing variabel yaitu Tx dan
Ty untuk menghitung 3x2 dan 3y2. Faktor koreksi dihitung
dengan menggunakan rumus :
Tx = =
Dimana T : faktor koreksi
t : banyaknya observasi
berangka sama
Kemudian dalam perhitungan
koefisien korelasi Spearman digunakan perhitungan berikut :
dimana :
Hasil perhitungan di atas
menunjukkan derajat hubungan antara variabel X dan variabel Y.
9.
Untuk mengetahui seberapa besar
derajat hubungan variabel X dan Y diperlukan tafsiran yang dijelaskan dengan
menggunakan batasan-batasan sebagai berikut :
Tabel 3.2 Korelasi Antar Variabel
Koefisien Korelasi
|
Interpretasi
|
0,91 – 1,00
|
Sangat tinggi
|
0,71 – 0,90
|
Tinggi
|
0,41 – 0,70
|
Cukup berarti
|
0,21 – 0,40
|
Rendah tapi pasti
|
0,00 – 0,20
|
Rendah sekali
|
Sumber : Jalaluddin Rakhmat
(1991 : 29)
Sementara itu, karena
sampel yang digunakan sebanyak 36 orang yang termasuk kategori sampel besar (n
> 30), maka signifikansi rs yang dihasilkan di bawah
hipotesis nol dapat diuji dengan tingkat pengujian dua arah (tingkat
signifikansi = 5 %) dengan menggunakan rumus berdistribusi students dengan df = n – 2 (Siegel, 1990 : 263).
Dengan demikian harga rs
dapat ditentukan dengan menghitung rasio kritis (t) yang berkaitan dengan harga
itu dengan menggunakan rumus :
10.
Untuk mengetahui besarnya
pengaruh variabel kepemimpinan (X) terhadap variabel motivasi karyawan (Y),
maka dihitung koefisien determinasinya yaitu:
kD = rs2
x 100%
dimana kD : koefisien
determinasi
rs : koefisien korelasi
3.2.7
Rancangan Uji Hipotesis
Rancangan pengujian
hipotesis yang diuji pada penelitian ini adalah mengenai ada tidaknya pengaruh
yang signifikan antara variabel-variabel yang diteliti, dimana hipotesis nol (H0)
merupakan hipotesis tentang tidak adanya pengaruh antara satu variabel yang
diteliti dengan variabel lainnya yang
pada umumnya dirumuskan untuk ditolak, sedangkan hipotesis tandingan
atau hipotesis alternatif (HI) merupakan hipotesis
penelitian. Dengan demikian maka :
H0 : kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap
motivasi karyawan
HI : kepemimpinan berpengaruh terhadap motivasi
karyawan
Untuk menentukan apakah H0
diterima atau ditolak maka dengan menggunakan uji rasio kritis di atas, maka :
Jika t
hitung > t table maka H0 ditolak
Jika t
hitung < t table maka H0 diterima
( J. Supranto 2001 :312)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan
diuraikan pembahasan atas jawaban kuesioner untuk menjawab identifikasi masalah
pertama dan kedua serta pembahasan atas hasil perhitungan statistik untuk
menjawab identifikasi masalah ketiga.
Pembahasan diawali
dengan penjelasan mengenai karakteristik responden. Responden dalam penelitian
ini adalah karyawan dari PT Radio Swakarsa Megantara Bandung. Jumlah responden
berdasarkan perhitungan jumlah sampel yang mewakili populasi adalah sebanyak 36
orang.
4.1 Karakteristik
Responden
Informasi mengenai
karakteristik responden dikelompokkan ke dalam beberapa kriteria yaitu
berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, dan lama kerja dari
karyawan-karyawan tersebut. Berikut ini adalah karakteristik responden yang
menjadi objek penelitian :
Tabel 4.1 Karakteristik Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
|
Jumlah
|
%
|
Pria
|
23
|
63,8
|
Wanita
|
13
|
36,2
|
Jumlah
|
36
|
100
|
Sumber :
Data kuesioner yang telah diolah, September 2004
Berdasarkan tabel
4.1 di atas, terlihat komposisi jumlah responden yang terdiri dari pria
sebanyak 23 orang ( 63,8 %), lebih
banyak daripada responden wanita sebanyak 13 orang ( 36,2 % ). Dari total
responden yang ada, jumlah responden pria lebih besar daripada jumlah responden
wanita dimana perbandingannya sekitar 3 : 2. Dari total jumlah karyawan secara
keseluruhan pun, jumlah karyawan pria adalah 26 orang dan jumlah karyawan
wanita adalah 14 orang.
Tabel 4.2 Karakteristik Responden
Berdasarkan Usia
Usia
|
Jumlah
|
%
|
Dibawah 25 tahun
|
7
|
19,4
|
25 – 35 tahun
|
23
|
63,9
|
36 – 45 tahun
|
6
|
16,7
|
Diatas 45 tahun
|
0
|
0
|
Jumlah
|
36
|
100
|
Sumber :
Data kuesioner yang telah diolah, September 2004
Jika dilihat dari
karakteristik usia, dapat dilihat bahwa responden yang berusia 25 – 35 tahun
jumlahnya dominan yakni sebesar 63,9 %.
Responden yang berusia 36 – 45 tahun jumlahnya sebesar 16,7 % dan responden
yang berusia di bawah 25 tahun jumlahnya sebesar 19,4 %. Sedangkan karyawan
yang menjadi responden dengan usia di atas 45 tahun tidak ada ( 0% ). Hal ini
menunjukkan bahwa mayoritas karyawan PT Radio Swakarsa Megantara berada pada
usia produktif (usia muda) untuk bekerja.
Tabel
4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir
|
Jumlah
|
%
|
SLTP
|
0
|
0
|
SMU
|
12
|
33,3
|
Diploma I,
Diploma II
|
2
|
5,6
|
Diploma III
|
10
|
27,8
|
S-1
|
12
|
33,3
|
S-2
|
0
|
0
|
S-3
|
0
|
0
|
Jumlah
|
36
|
100
|
Sumber :
Data kuesioner yang telah diolah, September 2004
Dari tabel 4.3 di
atas dapat terlihat bahwa presentase jumlah responden yang berpendidikan SMU dan presentase jumlah
responden yang berpendidikan Sarjana (S1) sama yaitu sebesar 33,3 %. Sedangkan
sisanya berpendidikan Diploma III sebesar 27,8 % dan Diploma I atau Diploma II
sebesar 5,6 %. Tidak ada karyawan yang berpendidikan lebih rendah dari tingkat
SMU.
Tabel 4.4 Karakteristik Responden
Berdasarkan Masa Kerja
Masa Kerja
|
Jumlah
|
%
|
<3 tahun
|
24
|
66,7
|
3 – 5 tahun
|
7
|
19,4
|
>5 tahun
|
5
|
13,9
|
Jumlah
|
36
|
100
|
Sumber :
Data kuesioner yang telah diolah, September 2004
Dari Tabel 4.4 di
atas tampak bahwa mayoritas karyawan perusahaan mempunyai masa kerja kurang
dari 3 tahun yaitu sebesar 66,7 %. Bila ditelusuri dari sejarah / perjalanan
perusahaan, hal ini terjadi selain karena pensiun secara alami, juga karena
adanya perubahan format radio ini pada tahun 1999. Saat perubahan itu terjadi,
perusahaan merekrut banyak karyawan baru karena banyak karyawan lama yang tidak
bisa sejalan dengan format baru perusahaan kemudian mengundurkan diri. Kemudian jumlah presentase karyawan dengan
masa kerja 3–5 tahun sebesar 19,4 % dan jumlah presentase karyawan dengan masa
kerja lebih dari 5 tahun sebesar 13,9 %.
4.2
Kepemimpinan
di PT Radio Swakarsa Megantara Bandung
4.2.1 Analisis Tanggapan Responden Terhadap
Penerapan Kepemimpinan
Berikut ini adalah
pembahasan jawaban responden terhadap penerapan kepemimpinan dengan sub-sub
variabel kepemimpinan direktif, supportif, partisipatif, dan berorientasi
prestasi, dengan indikator-indikator dari sub-sub variabel tersebut.
4.2.1.1 Kepemimpinan Direktif
Pembahasan jawaban
responden terhadap sub variabel ini adalah dengan menggunakan indikator Top-Down
Goals (penetapan tujuan dari atas ke bawah), cara penyelesaian tugas,
tenggat waktu, dan standar penyelesaian tugas.
Tabel 4.5 Tanggapan
Responden Atas Penerapan Sub Variabel Kepemimpinan Direktif
No.
|
Pernyataan
|
SS
|
S
|
RR
|
TS
|
STS
|
Jumlah
|
Skor
|
||||||
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
|||
1.
|
Atasan selalu menetapkan
tujuan secara sepihak.
|
2
|
5,6
|
4
|
11,1
|
9
|
25
|
17
|
47,2
|
4
|
11,1
|
36
|
100
|
91
|
2.
|
Atasan selalu menetapkan
cara-cara penyelesaian tugas.
|
0
|
0
|
15
|
41,7
|
12
|
33,3
|
9
|
25
|
0
|
0
|
36
|
100
|
114
|
3.
|
Atasan selalu menetapkan
tenggat waktu penyelesaian tugas.
|
2
|
5,6
|
18
|
50
|
9
|
25
|
6
|
16,7
|
1
|
2,7
|
36
|
100
|
122
|
4.
|
Atasan selalu menetapkan
standar penyelesaian tugas.
|
10
|
27,8
|
14
|
38,9
|
8
|
22,2
|
3
|
8,3
|
1
|
2,7
|
36
|
100
|
137
|
|
Jumlah
|
|
464
|
Sumber :
Data kuesioner yang telah diolah, September 2004
Gambar 4.1 Pembobotan
Tanggapan Responden Untuk Penerapan Sub Variabel Kepemimpinan Direktif
Min
|
K 1
|
Med
|
K 3 Max
|
|||||
Sangat
tidak baik
|
Tidak baik
|
Baik
|
Sangat Baik
|
|||||
144 288 432 576 720
464
Dengan
memperhatikan Tabel 4.5 maka dapat
dikatakan bahwa para pemimpin perusahaan telah menerapkan perilaku kepemimpinan
direktif dengan baik. Hal ini terlihat pada Gambar 4.1 dari hasil penelitian
total skor yang berjumlah 464 berada pada kategori Baik.
Dari data di atas,
untuk indikator Top-Down Goals (penetapan tujuan dari atas ke bawah),
diketahui bahwa 47,2 % responden menyatakan tidak setuju bila pemimpin mereka
dikatakan menetapkan tujuan secara sepihak. Sedangkan 25 % responden menyatakan
ragu-ragu. Secara keseluruhan dapat diambil kesimpulan bahwa mayoritas pimpinan
tidak menetapkan tujuan secara Top-Down.
Untuk pertanyaan
mengenai indikator cara penyelesaian tugas, 41,7 % responden menyatakan bahwa
pemimpin mereka menetapkan cara-cara penyelesaian tugas. Sedangkan sisanya
yaitu 33,3 % menyatakan ragu-ragu dan 25 % menyatakan tidak setuju. Hal ini
bisa dimengerti karena ada divisi-divisi yang memiliki kebebasan cukup luas
dalam cara penyelesaian tugasnya asalkan tujuan terpenuhi, seperti misalnya
divisi Marketing, dan ada pula divisi-divisi tertentu dimana cara penyelesaian
tugas sudah terstruktur secara baku seperti misalnya divisi Finance/keuangan.
Pada pertanyaan nomor 3 mengenai indikator
tenggat waktu penyelesaian tugas, 50 % responden setuju bahwa pemimpin mereka
menetapkan tenggat waktu penyelesaian tugas. Bagi sebuah perusahaan yang
bergerak dalam dunia penyiaran tentunya hal ini dapat dimengerti karena perusahaan
bergerak dalam dunia entertainment yang dinamis dan selalu berubah
dengan cepat, oleh karena itu mereka dituntut untuk selalu bergerak dengan
cepat supaya tetap bisa mengikuti perubahan.
Dalam pertanyaan
mengenai indikator standar penyelesaian tugas, 38,9 % responden menyatakan
setuju dan bahkan 27,8 % responden menyatakan sangat setuju bahwa pemimpin
mereka menetapkan standar penyelesaian tugas. Hal ini dapat dengan mudah
dimengerti karena meskipun sebagian pemimpin memberi kebebasan mengenai cara-cara
penyelesaian tugas, tetapi umumnya mereka menetapkan standar terhadap
tujuan/tugas yang harus dipenuhi. 22,2 %
responden menyatakan ragu-ragu, 8,3 % menyatakan tidak setuju, dan hanya 2,7%
yang menyatakan sangat tidak setuju.
4.2.1.2 Kepemimpinan Supportif
Pembahasan jawaban
responden terhadap sub variabel ini adalah dengan menggunakan indikator ramah,
peduli, dan bersifat mendukung.
Tabel 4.6 Tanggapan
Responden Atas Penerapan Sub Variabel Kepemimpinan Supportif
No.
|
Pernyataan
|
SS
|
S
|
RR
|
TS
|
STS
|
Jumlah
|
Skor
|
||||||
f
|
%
|
f
|
%
|
F
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
|||
5.
|
Atasan selalu bersifat
ramah.
|
6
|
16,7
|
20
|
55,6
|
9
|
25
|
1
|
2,7
|
0
|
0
|
36
|
100
|
139
|
6.
|
Atasan selalu bersikap
peduli terhadap kebutuhan bawahan.
|
2
|
5,6
|
22
|
61,1
|
10
|
27,7
|
2
|
5,6
|
0
|
0
|
36
|
100
|
132
|
7.
|
Atasan selalu mendukung
bawahan dalam ide dan aktivitas sehari-hari.
|
3
|
8,3
|
27
|
75
|
6
|
16,7
|
0
|
0
|
0
|
0
|
36
|
100
|
141
|
|
Jumlah
|
|
412
|
Sumber :
Data kuesioner yang telah diolah, September 2004
Gambar 4.2 Pembobotan
Tanggapan Responden Untuk Penerapan Sub Variabel Kepemimpinan Supportif
Min
|
K 1
|
Med
|
K 3 Max
|
|||||
Sangat
tidak baik
|
Tidak baik
|
Baik
|
Sangat Baik
|
|||||
108 216 324 432 540
412
Dengan
memperhatikan Tabel 4.6 maka dapat
dikatakan bahwa para pemimpin perusahaan menerapkan kepemimpinan supportif
dengan baik. Hal ini terlihat pada Gambar 4.2 dari hasil penelitian total skor
yang berjumlah 412 yang berada pada kategori Baik.
Dari Tabel 4.6
untuk pertanyaan mengenai indikator ramah, 16,7 % responden menyatakan sangat
setuju dan 55,6 % responden menyatakan setuju bahwa pemimpin mereka selalu
bersikap ramah. Hanya ada satu orang
(2,7 %) responden yang menyatakan tidak setuju bahwa pemimpinnya bersikap ramah
, sementara 9 orang (25%) menyatakan ragu-ragu. Artinya secara umum responden
menyatakan setuju bahwa pemimpin mereka selalu bersikap ramah dan mudah
didekati. Hal ini juga sesuai dengan observasi yang dilakukan penulis di
lapangan. Para manager yang penulis temui selalu menunjukkan tingkat keramahan yang cukup tinggi.
Untuk pertanyaan
ke enam mengenai indikator peduli, 61,6 % responden menyatakan setuju dan
bahkan 5,6 % responden menyatakan sangat setuju bahwa pemimpin mereka bersikap
peduli terhadap kebutuhan mereka. Sementara sisanya, 27,7 % menyatakan
ragu-ragu dan 5,6 % lainnya menyatakan tidak setuju. Pada prakteknya di
lapangan, penulis memang melihat bahwa para pemimpin menunjukkan tingkat
kepedulian yang cukup besar terhadap bawahannya, bukan hanya menyangkut masalah
pekerjaan tetapi juga masalah lain di luar itu yang dapat mempengaruhi kinerja
bawahan.
Untuk pertanyaan
ke tujuh mengenai dukungan pemimpin terhadap bawahan, 75 % responden menyatakan
setuju dan 8,3 % menyatakan sangat setuju bahwa pemimpin mereka selalu bersikap
mendukung dalam ide dan aktivitas mereka sehari-hari. 16,7 % responden
menyatakan ragu-ragu, akan tetapi tidak ada responden yang menyatakan tidak
setuju. Hal ini berarti bahwa tingkat dukungan yang diberikan pemimpin kepada
bawahannya dalam ide dan aktivitas sehari-hari sangat tinggi.
4.2.1.3 Kepemimpinan Partisipatif
Pembahasan jawaban
responden terhadap penerapan sub variabel ini adalah dengan menggunakan
indikator konsultasi, menerima saran, partisipasi, dan pendelegasian wewenang.
Tabel 4.7 Tanggapan
Responden Atas Penerapan Sub Variabel Kepemimpinan Partisipatif
No.
|
Pernyataan
|
SS
|
S
|
RR
|
TS
|
STS
|
Jumlah
|
Skor
|
||||||
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
|||
8.
|
Atasan selalu
berkonsultasi dengan bawahan dalam pemecahan masalah-masalah yang dihadapi.
|
8
|
22,2
|
24
|
66,7
|
3
|
8,3
|
1
|
2,7
|
0
|
0
|
36
|
100
|
147
|
9.
|
Atasan selalu bersedia
menerima saran dari bawahan.
|
6
|
16,7
|
19
|
52,8
|
7
|
19,4
|
1
|
2,7
|
3
|
8,3
|
36
|
100
|
132
|
10.
|
Atasan selalu mendorong
partisipasi bawahan dalam penetapan tujuan.
|
6
|
16,7
|
13
|
36,1
|
13
|
36,1
|
1
|
2,7
|
3
|
8,3
|
36
|
100
|
126
|
11.
|
Atasan terkadang
membiarkan bawahan untuk menetapkan tujuan sendiri.
|
3
|
8,3
|
11
|
30,6
|
12
|
33,3
|
9
|
25
|
1
|
2,7
|
36
|
100
|
114
|
|
Jumlah
|
|
519
|
Sumber : Data
kuesioner yang telah diolah, September 2004
Gambar 4.3 Pembobotan Tanggapan Responden Untuk
Penerapan Sub Variabel Kepemimpinan Partisipatif
Min
|
K 1
|
Med
|
K 3 Max
|
|||||
Sangat
tidak baik
|
Tidak baik
|
Baik
|
Sangat Baik
|
|||||
144 288 432 576 720
519
Dengan
memperhatikan Tabel 4.7 maka dapat
dikatakan bahwa para pemimpin perusahaan menerapkan kepemimpinan partisipatif
dengan baik. Hal ini terlihat pada Gambar 4.3 dari hasil penelitian total skor
yang berjumlah 519 yang berada pada kategori Baik.
Pada pertanyaan
no. 8 mengenai indikator konsultasi, 24 responden (66,7%) menyatakan setuju dan
8 orang (22,2 %) menyatakan sangat setuju bahwa pemimpin selalu berkonsultasi
dengan bawahan dalam pemecahan masalah-masalah yang dihadapi. Hanya 3 orang
(8,3 %) responden yang menyatakan ragu-ragu dan hanya 1 orang (2,7 %) yang
menyatakan tidak setuju. Hasil ini
menyatakan bahwa 32 orang responden menyetujui bahwa tingkat konsultasi
pemimpin dengan bawahan dalam pemecahan masalah yang dihadapi cukup tinggi.
Hasil jawaban
responden mengenai pertanyaan no. 9, tepatnya mengenai indikator menerima
saran, 19 orang responden (52,8 %) menyatakan setuju dan 6 orang responden
(16,7 %) menyatakan sangat setuju bahwa pemimpin mereka selalu bersedia
menerima saran-saran mereka. 19,4 % responden lainnya menyatakan ragu-ragu
mengenai masalah ini. Hal ini mungkin disebabkan oleh kenyataan bahwa meskipun
pemimpin selalu bersedia mendengarkan saran bawahan, tetapi keputusan pemimpin
tidak selalu sama dengan saran yang diberikan bawahan. Sedangkan sisanya 2,7 %
menyatakan tidak setuju dan 8,3 % menyatakan sangat tidak setuju. Adanya 8,3 %
responden yang menyatakan sangat tidak setuju ini perlu diperhatikan oleh para
pimpinan, mengapa mereka sampai berpendapat seperti itu sementara mayoritas
responden menyatakan sebaliknya. Apakah
responden tersebut kurang mendapat perhatian pimpinannya ataukah justru
para responden tersebut yang mengucilkan diri dari lingkungannya karena
sebab-sebab tertentu, dan jika memang begitu pimpinan harus berusaha mencari
tahu sebab-sebab tersebut.
Untuk pertanyaan
no. 10 mengenai indikator partisipasi dalam penetapan tujuan, 36,1 % responden
menyatakan setuju, 16,7 % menyatakan sangat setuju, akan tetapi 36,1 %
responden lainnya menyatakan ragu-ragu. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
penulis, hal ini mungkin terjadi karena dunia radio adalah dunia yang dinamis
dimana segala sesuatunya berjalan sangat cepat. Tujuan jangka pendek yang sudah
ditetapkan bersama mungkin bisa sewaktu-waktu dirubah sendiri oleh pemimpin
untuk sebagai reaksi dari perubahan yang
terjadi dengan tiba-tiba.
Jawaban responden
untuk pertanyaan no. 11 mengenai indikator pendelegasian wewenang dalam
penetapan tujuan adalah 33,3 % responden menyatakan ragu-ragu, 25 % menyatakan
tidak setuju, dan 2,7 % menyatakan sangat tidak setuju. Penjelasan mengenai
fenomena ini mungkin adalah bahwa para pemimpin umumnya tidak benar-benar
melepas bawahan untuk menetapkan tujuan sendiri, tetapi tetap mendampingi dan
membimbing bawahan.
4.2.1.4 Kepemimpinan Berorientasi Prestasi
Pembahasan jawaban
responden terhadap penerapan sub variabel ini adalah dengan menggunakan
indikator tujuan menantang, pendelegasian tanggung jawab dan wewenang, reward.
Tabel 4.8 Tanggapan
Responden Atas Penerapan Sub Variabel Kepemimpinan Berorientasi Prestasi
No.
|
Pernyataan
|
SS
|
S
|
RR
|
TS
|
STS
|
Jumlah
|
Skor
|
||||||
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
|||
12.
|
Atasan selalu mendorong
penetapan tujuan yang menantang.
|
0
|
0
|
12
|
33,3
|
20
|
55,6
|
4
|
11,1
|
0
|
0
|
36
|
100
|
116
|
13.
|
Atasan selalu memberikan
tanggung jawab dan wewenang yang diperlukan untuk melaksanakan tujuan yang
telah disepakati.
|
5
|
13,9
|
29
|
80,6
|
1
|
2,7
|
1
|
2,7
|
0
|
0
|
36
|
100
|
146
|
14.
|
Atasan selalu memberikan reward
bagi pencapaian tujuan.
|
6
|
16,7
|
18
|
50
|
10
|
27,7
|
2
|
5,6
|
0
|
0
|
36
|
100
|
136
|
|
Jumlah
|
|
398
|
Sumber :
Data kuesioner yang telah diolah, September 2004
Gambar 4.4 Pembobotan Tanggapan Responden Untuk Penerapan Sub Variabel Kepemimpinan
Berorientasi Prestasi
Min
|
K 1
|
Med
|
K 3 Max
|
|||||
Sangat tidak baik
|
Tidak baik
|
Baik
|
Sangat Baik
|
|||||
108 216 324 432 540
398
Dengan
memperhatikan Tabel 4.8 maka dapat
dikatakan bahwa para pemimpin perusahaan menerapkan kepemimpinan berorientasi
prestasi dengan baik. Hal ini terlihat pada Gambar 4.4 dari hasil penelitian
total skor yang berjumlah 398 yang berada pada kategori Baik.
Pada pertanyaan
no. 12 mengenai indikator penetapan tujuan yang menantang, 55,6 % responden
menyatakan ragu-ragu, 33,3 % menyatakan setuju, dan 11,1 % menyatakan tidak
setuju. Tidak ada responden yang menyatakan sangat setuju ataupun sangat tidak
setuju. Hal ini berarti bahwa mayoritas responden menyatakan tidak
yakin/ragu-ragu bila dikatakan bahwa pemimpin selalu mendorong penetapan tujuan
yang menantang dengan kata lain tingkat tantangan dari tujuan tidak terlalu
tinggi atau moderat.
Mengenai indikator
pendelegasian tanggung jawab dan wewenang yang diperlukan untuk mencapai tujuan
bersama, 80,6 % menyatakan setuju dan 13,9 % menyatakan sangat setuju. Sementara
sisanya yaitu 2,7 % menyatakan ragu-ragu dan 2,7 % lainnya menyatakan tidak
setuju. Dapat diambil keputusan bulat bahwa tingkat pendelegasian tanggung
jawab dan wewenang dari pemimpin kepada bawahan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sangat tinggi.
Untuk pertanyaan
terakhir yaitu mengenai pemberian reward, 50 % menyatakan setuju dan
16,7 % menyatakan sangat setuju bahwa pemimpin selalu memberikan reward bagi
pencapaian tujuan. 27,7 % menyatakan ragu-ragu dan hanya 5,6 % yang menyatakan
tidak setuju. Dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat pemberian reward
dari pemimpin terhadap pencapaian tujuan cukup tinggi.
4.2.2
Tanggapan
Responden Terhadap Penerapan Kepemimpinan di PT Radio Swakarsa Megantara
Bandung
Berdasarkan
jawaban-jawaban responden di atas, dapat diketahui kecenderungan tanggapan
responden terhadap kepemimpinan yang diterapkan di PT Radio Swakarsa Megantara
Bandung, yaitu sebagai berikut :
Skor jawaban yang
mungkin atas 14 pertanyaan mengenai kepemimpinan adalah :
Skor Maksimum :
70 (5 x14)
Skor K 3 : 56 (4 x 14)
Skor Median : 42 (3 x 14)
Skor K 1 : 28 (2 x 14)
Skor Minimum : 14 (1 x 14)
Gambar 4.5 Pembobotan Tanggapan
Responden Atas Pernyataan Kepemimpinan
Sangat tidak baik
|
Tidak baik
|
Sedang
|
Baik
|
Sangat Baik
|
0 14 28 42 56 70
Tabel 4.9 Kriteria Tanggapan Responden Terhadap
Kepemimpinan
KRITERIA
|
SKOR
|
F
|
%
|
Sangat
baik
|
57-70
|
3
|
8,33
|
Baik
|
43-56
|
28
|
77,78
|
Cukup
Baik
|
29-42
|
5
|
13,89
|
Tidak
baik
|
15-28
|
-
|
-
|
Sangat
tidak baik
|
0-14
|
-
|
-
|
Jumlah
|
|
36
|
100
|
Berdasarkan Tabel 4.9 di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya sebagian besar karyawan menganggap bahwa para
pemimpin sudah menerapkan kepemimpinan dengan baik, meskipun ada sebagian kecil
karyawan yang ragu mengenai hal tersebut.
Hal ini dapat terlihat dari kuesioner yang
sudah dijawab oleh 36 responden.
4.3
Motivasi
Karyawan di PT Radio Swakarsa Megantara Bandung
4.3.1
Analisis
Tanggapan Responden Terhadap Motivasi Karyawan
Berikut ini
tanggapan responden mengenai hal-hal yang mempengaruhi motivasi karyawan, yang
meliputi indikator tujuan yang spesifik (specific goals), tujuan yang
sulit (hard goals), tujuan yang bisa dicapai (attainable goals),
partisipasi, umpan balik, dan evaluasi kinerja.
4.3.1.1 Motivasi Karyawan Akibat Tujuan Yang
Spesifik (specific goals)
Kespesifikan
tujuan disini dapat dilihat dari kejelasan dan keseksamaan tujuan tersebut.
Tabel
4.10 Tanggapan Responden Atas Indikator Tujuan Yang Spesifik
No.
|
Pernyataan
|
SS
|
S
|
RR
|
TS
|
STS
|
Jumlah
|
Skor
|
||||||
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
|||
1.
|
Tujuan yang spesifik
membuat Anda termotivasi karena Anda tahu apa yang harus Anda capai.
|
4
|
11,1
|
27
|
75
|
5
|
13,9
|
0
|
0
|
0
|
0
|
36
|
100
|
143
|
|
Jumlah
|
|
143
|
Sumber :
Data kuesioner yang telah diolah, September 2004
Gambar 4.6 Pembobotan Tanggapan Responden Untuk
Indikator Tujuan Yang Spesifik
Min
|
K 1
|
Med
|
K 3 Max
|
|||||
Motivasi Sangat Rendah
|
Motivasi Rendah
|
Motivasi Tinggi
|
Motivasi Sangat Tinggi
|
|||||
36 72 108 144 180
143
Dengan
memperhatikan Tabel 4.10 maka dapat dikatakan bahwa tujuan yang spesifik
membuat karyawan termotivasi dengan baik karena mereka tahu pasti apa yang
harus mereka capai. Hal ini terlihat pada Gambar 4.6 dari hasil penelitian
total skor yang berjumlah 143 yang berada pada kategori Motivasi Tinggi.
Untuk
indikator tujuan yang spesifik, dapat terlihat bahwa 75 % responden menyatakan
setuju, 11,1 % responden menyatakan sangat setuju, dan 13,9 % menyatakan
ragu-ragu. Bisa disimpulkan bahwa tingkat kespesifikan/kejelasan tujuan
memberikan motivasi yang tinggi kepada karyawan. Dengan adanya tujuan yang
spesifik, karyawan mengetahui apa yang harus mereka capai dan upaya apa saja
yang bisa mereka lakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
4.3.1.2 Motivasi Karyawan Akibat Tujuan Yang
Sulit
Tujuan yang sulit
disini dapat dilihat dari tingkat kesulitan suatu tujuan dan upaya yang harus
dikeluarkan untuk mencapainya.
No.
|
Pernyataan
|
SS
|
S
|
RR
|
TS
|
STS
|
Jumlah
|
Skor
|
||||||
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
|||
2.
|
Tujuan yang sulit membuat
Anda termotivasi karena Anda merasa tertantang untuk mencapainya.
|
2
|
5,6
|
28
|
77,8
|
6
|
16,6
|
0
|
0
|
0
|
0
|
36
|
100
|
140
|
|
Jumlah
|
|
140
|
Sumber :
Data kuesioner yang telah diolah, September 2004
Gambar 4.7 Pembobotan Tanggapan Responden Untuk
Indikator Tujuan Yang Sulit
Min
|
K 1
|
Med
|
K 3 Max
|
|||||
Motivasi Sangat Rendah
|
Motivasi Rendah
|
Motivasi Tinggi
|
Motivasi Sangat Tinggi
|
|||||
36
72
108
144 180
140
Dengan
memperhatikan Tabel 4.11 maka dapat dikatakan bahwa tujuan yang sulit membuat
karyawan termotivasi karena mereka membuat karyawan merasa tertantang untuk
mencapainya. Hal ini terlihat pada Gambar 4.7 dari hasil penelitian total skor
yang berjumlah 140 yang berada pada kategori Motivasi Tinggi.
Dari Tabel 4.11
dapat terlihat bahwa 5,6 % responden menyatakan sangat setuju, 77,8 % responden
menyatakan setuju, dan 16,6 % responden menyatakan ragu-ragu bahwa tujuan yang
sulit membuat mereka termotivasi. Tidak ada responden yang tidak setuju
terhadap pernyataan tersebut. Kenyataan ini menunjukkan bahwa mayoritas
responden menyukai tujuan yang sulit yang bisa meningkatkan motivasi melalui
tingkat tantangan yang diberikan tujuan tersebut. Oleh karena itu, seorang
pemimpin yang ingin meningkatkan motivasi karyawannya hendaknya memberikan
tujuan dengan tingkat tantangan yang cukup tinggi kepada karyawannya. Adanya
responden yang memberikan pernyataan ragu-ragu mungkin disebabkan oleh tipisnya
jarak antara tujuan menantang dengan tujuan yang tidak mungkin untuk dicapai/di
luar kemampuan.
4.3.1.3 Motivasi Karyawan Akibat adanya
Tujuan Yang Bisa Dicapai
Tujuan yang bisa dicapai
disini adalah tujuan yang masih berada dalam batas-batas kemampuan untuk
dilaksanakan. Hal ini bisa dilihat dari tingkat pencapaian terhadap tujuan
tersebut. Tujuan yang baik bukanlah tujuan yang terlalu tinggi karena tidak
akan mungkin untuk dicapai.
Tabel 4.12 Tanggapan
Responden Atas Indikator Tujuan Yang Bisa Dicapai
No.
|
Pernyataan
|
SS
|
S
|
RR
|
TS
|
STS
|
Jumlah
|
Skor
|
||||||
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
|||
3.
|
Tujuan yang harus Anda
capai selama ini, meskipun sulit, tetapi merupakan tujuan yang mungkin untuk
dicapai (possible to attain).
|
5
|
13,9
|
27
|
75
|
4
|
11,1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
36
|
100
|
145
|
|
Jumlah
|
|
145
|
Sumber :
Data kuesioner yang telah diolah, September 2004
Gambar 4.8 Pembobotan Tanggapan Responden Untuk
Indikator Tujuan Yang Bisa Dicapai
Min
|
K 1
|
Med
|
K 3 Max
|
|||||
Motivasi Sangat Rendah
|
Motivasi Rendah
|
Motivasi Tinggi
|
Motivasi Sangat Tinggi
|
|||||
36
72
108 144 180
145
Dengan
memperhatikan Tabel 4.12 maka dapat dikatakan bahwa tujuan yang bisa dicapai
membuat karyawan termotivasi karena mereka membuat karyawan merasa yakin bahwa
mereka melakukan upaya-upaya untuk mencapai sesuatu yang mungkin dan usaha
mereka tidak akan sia-sia. Hal ini terlihat pada Gambar 4.8 dari hasil
penelitian total skor yang berjumlah 145 yang berada pada kategori Motivasi
Sangat Tinggi.
Untuk pertanyaan
no. 3 di atas bisa terlihat bahwa 3,9 % responden menyatakan sangat setuju dan
75 % responden menyatakan setuju bahwa tujuan yang bisa dicapai meningkatkan
motivasi. Hal ini berarti bahwa mayoritas responden menyetujui bahwa tingkat
pencapaian tujuan meningkatkan motivasi mereka. Tujuan yang terlalu tinggi dan
tidak mungkin untuk dicapai tidak akan memberikan motivasi tinggi pada mereka,
bahkan akan mematahkan semangat mereka untuk bekerja. Sebaliknya, tujuan yang
bisa dicapai akan menambah motivasi dan kepuasan mereka. Hal ini bisa memberi
masukan pada pemimpin bahwa dalam proses penetapan tujuan harus memperhatikan
kemampuan karyawan dan situasi lain yang mempengaruhi pencapaian tujuan.
4.3.1.4 Motivasi
Karyawan Akibat Partisipasi
Tabel 4.13 Tanggapan
Responden Atas Indikator Partisipasi
No.
|
Pernyataan
|
SS
|
S
|
RR
|
TS
|
STS
|
Jumlah
|
Skor
|
||||||
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
|||
4.
|
Anda lebih termotivasi
dengan keterlibatan Anda dalam proses penetapan tujuan.
|
2
|
5,6
|
29
|
80,6
|
5
|
13,8
|
0
|
0
|
0
|
0
|
36
|
100
|
141
|
|
Jumlah
|
|
141
|
Sumber :
Data kuesioner yang telah diolah, September 2004
Gambar 4.9 Pembobotan Tanggapan Responden Untuk
Indikator Partisipasi
Min
|
K 1
|
Med
|
K 3 Max
|
|||||
Motivasi Sangat Rendah
|
Motivasi Rendah
|
Motivai Tinggi
|
Motivasi Sangat Tinggi
|
|||||
36 72 108 144 180
141
Dengan
memperhatikan Tabel 4.13 dapat dikatakan bahwa adanya partisipasi karyawan
dalam proses penetapan tujuan memberikan motivasi tinggi kepada karyawan. Hal
ini terlihat pada Gambar 4.9 dari hasil penelitian total skor yang berjumlah
141 yang berada pada kategori Motivasi Tinggi.
Untuk pertanyaan
no. 4 ini, 80,6 % responden menyatakan setuju dan 5,6% responden menyatakan
sangat setuju bahwa partisipasi mereka dalam proses penentuan tujuan
meningkatkan motivasi. Hal ini bisa dimengerti karena apabila karyawan
diikutsertakan dalam proses penetapan tujuan, mereka akan menganggap tujuan
yang ditentukan sebagai tujuan yang mereka buat, sehingga akan memberikan motivasi
untuk mencapainya. Seorang pemimpin sebaiknya mengikutsertakan karyawannya
dalam proses penetapan tujuan untuk memperoleh komitmen kuat dari karyawannya
dan memberikan motivasi tinggi kepada karyawannya dalam melaksanakan
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan bersama.
4.3.1.5 Motivasi Karyawan Akibat Umpan Balik
Tabel 4.14 Tanggapan
Responden Atas Indikator Umpan Balik
No.
|
Pernyataan
|
SS
|
S
|
RR
|
TS
|
STS
|
Jumlah
|
Skor
|
||||||
f
|
%
|
f
|
%
|
F
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
|||
5.
|
Umpan balik dari atasan
membuat Anda termotivasi karena Anda dapat mengetahui dan mengukur kinerja
Anda.
|
4
|
11,1
|
24
|
66,7
|
4
|
11,1
|
3
|
8,3
|
1
|
2,7
|
36
|
100
|
135
|
|
Jumlah
|
|
135
|
Sumber :
Data kuesioner yang telah diolah, September 2004
Gambar 4.10 Pembobotan Tanggapan Responden Untuk
Indikator Umpan Balik
Min
|
K 1
|
Med
|
K 3 Max
|
|||||
Motivasi Sangat Rendah
|
Motivasi Rendah
|
Motivasi Tinggi
|
Motivasi Sangat Tinggi
|
|||||
36
72
108 144 180
135
Dengan
memperhatikan Tabel 4.14 dapat dikatakan bahwa adanya umpan balik dari seorang
pemimpin terhadap bawahannya memberikan motivasi tinggi kepada bawahan. Hal ini
terlihat pada Gambar 4.10 dari hasil penelitian total skor yang berjumlah 135
yang berada pada kategori Motivasi Tinggi.
Pada pertanyaan
mengenai indikator umpan balik ini, 11,1 % responden menyatakan sangat setuju
dan 66,7 % responden menyatakan setuju bahwa pemberian umpan balik terhadap
kinerja meningkatkan motivasi mereka. Sedangkan sisanya yaitu 11,1 % menyatakan
ragu-ragu, 8,3 % menyatakan tidak setuju, dan 2,7 % menyatakan sangat tidak
setuju. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden setuju
bahwa pemberian umpan balik memberikan motivasi tinggi karena mereka bisa
mengetahui dan mengukur kinerja mereka.
4.3.1.6 Motivasi Karyawan Akibat Evaluasi Kinerja
Tabel 4.15 Tanggapan
Responden Atas Indikator Evaluasi Kinerja
No.
|
Pernyataan
|
SS
|
S
|
RR
|
TS
|
STS
|
Jumlah
|
Skor
|
||||||
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
|||
6.
|
Evaluasi terhadap kinerja
membuat Anda banyak belajar dari kesalahan untuk kemudian memperbaikinya di
masa mendatang.
|
12
|
33,3
|
24
|
66,7
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
36
|
100
|
156
|
|
Jumlah
|
|
156
|
Sumber :
Data kuesioner yang telah diolah, September 2004
Gambar
4.11 Pembobotan Tanggapan Responden
Untuk Indikator Evaluasi Kinerja
Min
|
K 1
|
Med
|
K 3 Max
|
|||||
Motivasi Sangat Rendah
|
Motivasi Rendah
|
Motivasi Tinggi
|
Motivasi Sangat Tinggi
|
|||||
36
72
108 144 180
156
Dengan
memperhatikan Tabel 4.15 dapat dikatakan bahwa adanya evaluasi kinerja
memberikan motivasi tinggi kepada bawahan. Hal ini terlihat pada Gambar 4.11
dari hasil penelitian total skor yang berjumlah 156 yang berada pada kategori
Motivasi Sangat Tinggi.
Untuk pertanyaan
mengenai indikator evaluasi kinerja, 66,7 % responden menyatakan setuju dan
33,3 % responden menyatakan sangat setuju bahwa evaluasi kinerja memberikan
motivasi sangat tinggi karena memungkinkan karyawan untuk bisa belajar dari
kesalahan dan memperbaikinya di masa yang akan datang untuk meningkatkan
kinerja. Tidak ada responden yang menyatakan ragu-ragu, tidak setuju, atau
sangat tidak setuju terhadap pertanyaan ini. Hal ini menunjukkan perlunya
evaluasi kinerja.
4.3.2
Tanggapan
Responden Terhadap Motivasi Karyawan di PT Radio Swakarsa Megantara Bandung
Berdasarkan
jawaban-jawaban responden di atas, dapat diketahui kecenderungan tanggapan
responden terhadap motivasi kerja mereka, yaitu sebagai berikut :
Skor jawaban yang
mungkin atas 6 pertanyaan mengenai motivasi karyawan adalah :
Skor Maksimum :
30 (5 x 6)
Skor K 3 : 24 (4 x 6)
Skor Median : 18 (3 x 6)
Skor K 1 : 12 (2 x 6)
Skor Minimum : 6 (1 x 6)
Gambar 4.12 Pembobotan Tanggapan
Responden Atas Pernyataan Motivasi Karyawan
Sangat Rendah
|
Rendah
|
Sedang
|
Tinggi
|
Sangat Tinggi
|
0 6 12 18 24 30
Tabel 4.16 Kriteria Tanggapan Responden Terhadap
Motivasi Kerja Mereka
KRITERIA
|
SKOR
|
F
|
%
|
Sangat
tinggi
|
25-30
|
8
|
22,2
|
Tinggi
|
19-24
|
28
|
77,8
|
Sedang
|
13-18
|
-
|
-
|
Rendah
|
7-12
|
-
|
-
|
Sangat
rendah
|
0-6
|
-
|
-
|
Jumlah
|
|
36
|
100
|
Berdasarkan Tabel 4.16 di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa tingkat motivasi karyawan di PT Radio Swakarsa Megantara
Bandung tinggi. 77,8 % responden menyatakan memiliki motivasi tinggi, bahkan
22,2 % responden lainnya menyatakan memiliki motivasi sangat tinggi atau sangat
termotivasi. Tidak ada karyawan yang menyatakan tidak termotivasi atau bahkan
kurang termotivasi.
Hal ini dapat terlihat dari kuesioner yang
sudah dijawab oleh 36 responden.
4.4
Analisis
Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Motivasi Karyawan Di PT Radio Swakarsa Megantara
Bandung
Pada bagian ini akan dibahas pengaruh
kepemimpinan terhadap motivasi karyawan. Pengujian hipotesis dilakukan dengan
menggunakan uji statistik koefisien korelasi Rank Spearman dengan rumus :
Dimana rs =
Koefisien korelasi Spearman
n = Jumlah sampel
di = Selisih rank X dan rank Y yang
ke-I
Tahap-tahap perhitungan
dengan menggunakan analisis statistik adalah sebagai berikut :
1.
Setelah mengolah kuesioner untuk
mendapat frekuensi dan presentasenya, maka pertanyaan diberi nilai pembobotan
dengan skala 5-4-3-2-1.
2.
Menghitung skor total dari tiap
responden kemudian dikelompokkan dalam dua golongan yaitu Skor X dan Skor Y.
kemudian dilakukan perangkingan berdasarkan jumlah skor tersebut. Hasil
pengelompokkan dan perangkingan variabel X dan variabel Y dapat dilihat pada
lembar Lampiran.
3.
Jika ditemukan rank yang
memiliki skor sama (rank kembar) maka digunakan factor koreksi dengan rumus :
Tx = =
Dimana T : faktor koreksi
t : banyaknya observasi
berangka sama (jumlah rank kembar)
Tabel 4.17 Rank
Skor Sama
Skor X
|
Rank X
|
Jumlah
|
|
Skor Y
|
Rank Y
|
Jumlah
|
|
40
|
2.5
|
2
|
0.5
|
21
|
2
|
3
|
2
|
43
|
7.5
|
2
|
0.5
|
23
|
9.5
|
10
|
82.5
|
47
|
10.5
|
4
|
5
|
24
|
21.5
|
14
|
227.5
|
49
|
14.5
|
2
|
0.5
|
25
|
30.4
|
4
|
5
|
50
|
17
|
3
|
2
|
27
|
34
|
3
|
2
|
51
|
19.5
|
2
|
0.5
|
|
|
|
|
52
|
22.5
|
4
|
5
|
|
|
|
|
53
|
26.5
|
4
|
5
|
|
|
|
|
54
|
30
|
3
|
2
|
|
|
|
|
55
|
32.5
|
2
|
0.5
|
|
|
|
|
∑Tx = 21.5
|
∑Ty = 319
|
4.
Dari data yang diperoleh dapat ditentukan besarnya selisih
antara rank X dan rank Y (perhitungan selisih rank X dan Rank Y dapat dilihat
pada lembar lampiran), kemudian dihitung koefisien korelasi dengan menggunakan
rumus :
dimana :
Bila ∑Tx dan
∑Ty telah diketahui, maka ∑x2 dan ∑y2
dapat dihitung :
= (36)3 – 36 - 21,5 = (36)3
– 36 - 322
12
12
= 3888 – 21,5
= 3888 – 319
= 3866,5
= 3569
Dari perhitungan di atas, dapat diketahui besarnya rs :
= 3866,5 + 3569 - 5246
2
= 2189,5
7429.5
= 0,29
Berdasarkan
perhitungan di atas, diketahui korelasi antara variabel X dan variabel Y adalah
sebesar 0, 29. mengacu pada tafsiran korelasi Jalaudin Rakhmat (1991 : 29),
angka 0,29 tergolong ke dalam “Hubungan yang Rendah Tapi Pasti”.
5.
Uji Signifikansi
Untuk mengetahui
hubungan tersebut positif atau negatif, maka dilakukan pengujian tingkat
signifikansi yang dihitung dengan menggunakan rumus :
dengan : N = total
pengamatan
Signifikansi rs
yang dihasilkan di bawah hipotesis nol diuji dengan pengujian dua arah (tingkat
signifikansi = 5 %) dengan menggunakan rumus berdistribusi students dengan df = n – 2 (Siegel, 1990 : 263).
Dengan demikian harga rs
ditentukan dengan menghitung t sebagai berikut :
= 0,29
=
1,7669
berdasarkan
perhitungan di atas diperoleh nilai t hitung > t tabel yaitu 1,7669 > 1,6883 maka Ho ditolak
dan Hi diterima. Hal ini berarti terdapat pengaruh antara
kepemimpinan terhadap motivasi karyawan.
Untuk mengetahui
berapa besar pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi karyawan, maka digunakan
rumus determinasi sebagai berikut (Sudjana, 1993 : 246) :
kD = rs2
x 100%
dimana kD : koefisien
determinasi
rs : koefisien korelasi
Sehingga diperoleh
nikai kD:
kD = (0,29)2
x 100 %
=
0,0841 x 100 %
= 8,41
%
Koefisien
determinasi menunjukkan nilai 8,41 % yang berarti bahwa 8,41% motivasi karyawan
dipengaruhi oleh kepemimpinan dan 91,59 % motivasi karyawan dipengaruhi oleh
faktor lain. Nilai yang diperoleh sekaligus juga menunjukkan adanya hubungan
antara kepemimpinan dan motivasi karyawan, meskipun hubungan yang terjadi
tergolong rendah. Hubungan yang positif ditunjukkan oleh nilai rs
yang positif yang berarti bahwa semakin baik pemimpin menerapkan kepemimpinannya,
maka motivasi karyawan pun akan semakin meningkat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan pada Bab IV mengenai Pengaruh Kepemimpinan Terhadap
Motivasi Karyawan Di PT Radio Swakarsa Megantara Bandung serta
perhitungan-perhitungan statistik yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1.
Para pemimpin di PT Radio Swakarsa Megantara telah
menerapkan kepemimpinan dengan baik. Hal ini terlihat dari Tabel 4.9 mengenai
Kriteria Tanggapan Responden Terhadap Kepemimpinan dimana 77,78 % skor
tanggapan responden yang diperoleh berada pada kategori BAIK dan 8,33% berada
pada kategori SANGAT BAIK. Adapun total skor yang diperoleh untuk setiap sub
variabel yaitu sub variabel kepemimpinan direktif sebesar 464, sub variabel
kepemimpinan supportif sebesar 412, sub variabel kepemimpinan partisipatif
sebesar 519, dan sub variabel kepemimpinan berorientasi prestasi sebesar 398.
Jika dilihat dari total skor keempat sub variabel tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa para responden umumnya menggangap bahwa pemimpin mereka lebih
sering menerapkan kepemimpinan partisipatif, yang ditunjukkan dengan total skor
tertinggi yaitu sebesar 519. Hal ini dilakukan para pemimpin tentunya
berdasarkan pada penilaian mereka mengenai kondisi yang berlaku, yang lebih
sering mengharuskan mereka menerapkan kepemimpinan tersebut.
2.
Motivasi karyawan di PT Radio Swakarsa Megantara
menunjukkan adanya tingkat motivasi karyawan yang tinggi. Bisa dilihat dari
Tabel 4.16 mengenai Kriteria Tanggapan Responden Terhadap Motivasi Kerja Mereka
bahwa 77,8 % skor tanggapan responden berada pada kategori TINGGI dan 22,2 %
berada pada kategori SANGAT TINGGI. Tidak ada skor yang berada pada kategori
SEDANG, RENDAH, ataupun SANGAT RENDAH. Pengykuran terhadap variabel motivasi
karyawan dilakukan dengan menggunakan teori Penetapan Tujuan dari Edwin Locke
dengan indikator tujuan yang spesifik, tujuan yang sulit, tujuan yang bisa
dicapai, partisipasi, umpan balik, dan evaluasi kinerja. Total skor yang
diperoleh untuk enam indikator tersebut adalah total skor untuk indikator
tujuan yang spesifik sebesar 143, untuk indikator tujuan yang sulit sebesar
140, untuk indikator tujuan yang bisa dicapai sebesar 145,untuk indikator
partisipasi sebesar 141, untuk indikator umpan balik sebesar 135, dan untuk
indikator evaluasi kinerja sebesar 156. Total skor indikator tujuan yang
spesifik, tujuan yang sulit, partisipasi, dan umpan balik berada pada kategori
“Motivasi Tinggi”, sementara total skor dari indikator tujuan yang bisa dicapai
dan evaluasi kinerja berada pada kategori “Motivasi Sangat Tinggi”. Dari enam
pertanyaan yang diajukan, dalam lima pertanyaan diantaranya tidak ada responden
yang menyatakan tidak setuju ataupun sangat tidak setuju. Bisa diambil
kesimpulan bahwa karyawan menanggapi semua pertanyaan mengenai motivasi secara
positif.
3.
Melalui perhitungan statistik, diperoleh hasil perhitungan
korelasi dengan menggunakan Rank Spearman yaitu rs sebesar
0,29. Mengacu pada tafsiran korelasi Jalaludin Rakhmat (1991 : 29), angka 0,29
tergolong ke dalam “Hubungan yang Rendah Tapi Pasti”. Uji hipotesis dilakukan
dengan tingkat signifikansi 5 % dan menghasilkan t hitung > t tabel
(1,7669 > 1,6883) maka H0 ditolak dan HI diterima.
Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dari kepemimpinan yang diterapkan terhadap
motivasi karyawan, meskipun jumlah pengaruhnya tergolong kecil. Dengan
menggunakan koefisien determinasi diperoleh kD sebesar 8,41 %. Dapat disimpulkan bahwa
pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi karyawan sebesar 8,41 %, sedangkan
sisanya yaitu sebesar 91,59% dipengaruhi oleh faktor lain baik faktor-faktor
yang merupakan job content (tanggung jawab, penghargaan, otonomi, dan
pertumbuhan) ataupun job context (kebijakan perusahaan dan prakteknya,
upah, benefit, dan kondisi kerja).
5.2 Saran
Berdasarkan hasil
penelitian, pembahasan, serta kesimpulan yang telah dikemukakan, penulis
menyampaikan beberapa saran sebagai berikut :
1.
Untuk pertanyaan no. 9 mengenai indikator menerima saran,
terdapat 2,7 % menyatakan responden yang menyatakan tidak setuju dan 8,3 %
responden yang menyatakan sangat tidak setuju sementara 69,5 % responden
menyatakan sebaliknya. Hal ini perlu diperhatikan oleh para pimpinan, mengapa
mereka sampai berpendapat seperti itu. Apakah
responden tersebut kurang mendapat perhatian pimpinannya, apakah
pemimpin hanya mendengarkan saran dari sebagian karyawan tetapi mengabaikan
saran karyawan lainnya, ataukah justru para responden tersebut yang bersikap
pasif dan mengucilkan diri dari lingkungannya karena sebab-sebab tertentu. Jika
memang karena para responden tersebut yang bersikap pasif dan mengucilkan diri
dari lingkungannya, pimpinan harus berusaha mencari tahu sebab-sebabnya agar
bisa mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikannya sehingga pada akhirnya
bisa meningkatkan motivasi dan partisipasi karyawan tersebut terhadap
perusahaan.
2.
Pada pertanyaan no. 12 mengenai indikator penetapan tujuan
yang menantang, 55,6 % responden menyatakan ragu-ragu. Hal ini berarti bahwa
mayoritas responden menyatakan tidak yakin bila dikatakan bahwa pemimpin selalu
mendorong penetapan tujuan yang menantang. Hal ini perlu menjadi bahan
pemikiran pemimpin karena dari jawaban responden terhadap pertanyaan mengenai
kepuasan karyawan, tepatnya mengenai tujuan yang sulit, dapat terlihat bahwa
5,6 % responden menyatakan sangat setuju dan 77,8 % responden menyatakan setuju
bahwa tujuan yang sulit membuat mereka puas. Tidak ada responden yang tidak
setuju terhadap pernyataan tersebut. Kenyataan ini menunjukkan bahwa mayoritas
responden menyukai tujuan yang sulit yang bisa memberikan kepuasan melalui
tingkat tantangan yang diberikan tujuan tersebut. Oleh karena itu, seorang
pemimpin yang ingin meningkatkan kepuasan karyawannya hendaknya menetapkan
tujuan dengan tingkat tantangan yang cukup tinggi kepada karyawannya.
3.
Kenyataan bahwa kepemimpinan bukanlah faktor satu-satunya
yang menetapkan motivasi karyawan tentunya sudah disadari para pemimpin dalam
perusahaan. Masalah terpenting adalah bagaimana pemimpin dapat lebih
mensinergiskan faktor kepemimpinan yang diterapkannya dengan faktor-faktor
lainnya untuk lebih meningkatkan motivasi karyawan.
0 komentar:
Post a Comment