Skripsi Ekonomi Pembangunan 2

Monday, March 12, 2012

Pengaruh Hutang Luar Negeri dan Penanaman Modal Asing
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

ABSTRACT

Indonesia, as a development country, has a good economic growth in 1990’s. It shows by increasing of GDP year by year, stabilization of inflation, etc. But since 1997’s crisis economic in Asia’s countries, Indonesia’s economic growth had been decrease. It affected the monetary sector and real sector, and added again with progressively the amount of foreign debt of Indonesia so that effect of Rupiah rate which progressively weaken because foreign debt of Indonesia altogether in the form of US Dollar.
This paper will analyze the foreign debt, also foreign capital investment, on the economic growth of Indonesia. By using the OLS model on Indonesia yearly data from 1986-2005 and confirm the significant of these independent variable as the factors that affected the economic growth of Indonesia.
Foreign debt and foreign capital investment represent the way of able to be gone through by government in overcoming deficit of national saving utilize to push the national development to get the good economics growth.
Pursuant to things told above, Writer try to study the problem of economic growth in Indonesia in its relation with the foreign debt and foreign capital investment (PMA) by lifting title "Analysis Influence of The Foreign Debt and Foreign Capital investment (PMA) to Economic Growth of Indonesia".

Keywords: GDP, economic growth, foreign debt, foreign capital investment.



ABSTRAK

Indonesia, sebagai negara sedang membangun, memiliki pertumbuhan ekonomi yang bagus di tahun 1990-an. Ini ditunjukkan dengan peningkatan GDP tahun per tahun, stabilitas inflasi, dan sebagainya. Tetapi sejak tahun 1997 krisis ekonomi yang melanda negara-negara Asia, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan. Itu berakibat pada sektor moneter dan sektor riil, dan ditambah lagi dengan semakin meningkatnya jumlah utang luar negeri Indonesia sebagai akibat dari nilai tukar rupiah yang semakin terus menurun karena utang luar negeri Indonesia seluruhnya dalam bentuk Dollar Amerika. pengaruh utang luar negeri dan penanaman
Tulisan ini akan menganalisa modal asing, terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan menggunakan model kuadrat terkecil (OLS) data tahunan yang diperoleh dari tahun 1986-2005 dan yang mana menghasilkan variabel independen yang berpengaruh nyata dan siginifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Utang luar negeri dan penanaman modal asing merupakan salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia guna mengatasi defisit tabungan nasional yang mana dapat mendorong pembangunan nasional untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang baik.
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, Penulis mencoba untuk membahas masalah pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam hubungannya dengan utang luar negeri (foreign debt) dan penanaman modal asing (PMA) dengan mengangkat judul “Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri (Foreign Debt) dan Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”.

Kata kunci: GDP, pertumbuhan ekonomi, utang luar negeri, penanaman modal asing.


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, ingin mencoba untuk dapat membangun bangsa dan negaranya sendiri tanpa memperdulikan bantuan dari negara lain. Tentu ini pernah dicoba. Namun ternyata Indonesia sulit untuk terus bertahan ditengah derasnya laju globalisasi yang terus berkembang dengan cepat tanpa mau menghiraukan bangsa yang lain yang masih membangun. Dalam kondisi seperti ini, Indonesia akhirnya terpaksa mengikuti arus tersebut, mencoba untuk membuka diri dengan berhubungan lebih akrab dengan bangsa lain demi menunjang pembangunan bangsanya terutama dari sendi ekonomi nasionalnya.
Menurut Boediono (1999:22), pertumbuhan ekonomi merupakan tingkat pertambahan dari pendapatan nasional. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi merupakan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dan merupakan ukuran keberhasilan pembangunan.
Indonesia sebenarnya pernah memiliki suatu kondisi perekonomian yang cukup menjanjikan pada awal dekade 1980-an sampai pertengahan dekade 1990-an. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan, yakni masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan menjadi 7,5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 dan 1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat angka yang sama yakni sebesar 7,0%, kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%. Angka inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yang terus meningkat, angka kemiskinan yang cukup berhasil ditekan, dan sebagainya. Namun, pada satu titik tertentu, perekonomian Indonesia akhirnya runtuh oleh terjangan krisis ekonomi yang melanda secara global di seluruh dunia. Ini ditandai dengan tingginya angka inflasi, nilai kurs Rupiah yang terus melemah, tingginya angka pengangguran seiring dengan kecilnya kesempatan kerja, dan ditambah lagi dengan semakin membesarnya jumlah utang luar negeri Indonesia akibat kurs Rupiah yang semakin melemah karena utang luar negeri Indonesia semuanya dalam bentuk US Dollar.
Adanya kerapuhan Indonesia tersebut disebabkan dengan tidak adanya dukungan mikro ekonomi yang kuat. Permasalahan yang masih tidak dapat diselesaikan sampai saat ini adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang terlalu tinggi di Indonesia, sumber daya manusia Indonesia kurang kompetitif, jiwa entrepreneurship yang kurang, dan sebagainya (Anggito Abimanyu. 2000:8).
Meningkatnya pertumbuhan investasi di Indonesia dimulai dengan ditetapkannya Undang-Undang No.1 / tahun 1967 tentang penanaman modal asing (PMA) dan Undang-Undang No.6 / tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri (PMDN). Dengan diberlakukannya Undang-undang tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan investasi di Indonesia dari waktu ke waktu yang kemudian menciptakan iklim investasi yang kondusif selama proses pembangunan di Indonesia.
 Arus masuk modal asing (capital inflows) juga berperan dalam menutup gap devisa yang ditimbulkan oleh defisit pada transaksi berjalan. Selain itu, masuknya modal asing juga mampu menggerakkan kegiatan ekonomi yang lesu akibat kurangnya modal (saving investment gap) bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi. Modal asing ini selain sebagai perpindahan modal juga dapat memberikan kontribusi positif melalui aliran industrialisasi dan modernisasi. Akan tetapi apabila modal asing tersebut tidak dikalola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif yang besar terutama apabila terjadinya capital flows reversal (Zulkarnaen Djamin, 1996: 26).
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa utang luar negeri turut mendukung terjadinya krisis ekonomi di Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Pada dasarnya, dalam proses pelaksanaan pembangunan ekonomi di negara berkembang seperti di Indonesia, akumulasi utang luar negeri merupakan suatu gejala umum yang wajar. Hal tersebut disebabkan tabungan dalam negeri yang rendah tidak memungkinkan dilakukannya investasi yang memadai sehingga banyak pemerintah negara yang sedang berkembang harus menarik dana dan pinjaman dari luar negeri. Selain itu, defisit pada neraca perdagangan barang dan jasa yang tinggi berhubungan juga dengan dilakukannya impor modal untuk menambah sumber daya keuangan dalam negeri yang terbatas.
Bagi negara berkembang termasuk Indonesia, pesatnya aliran modal merupakan kesempatan yang bagus guna memperoleh pembiayaan pembangunan ekonomi. Dimana pembangunan ekonomi yang sedang dijalankan oleh pemerintah Indonesia merupakan suatu usaha berkelanjutan yang diharapkan dapat mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, sehingga untuk dapat mencapai tujuan itu maka pembangunan nasional dipusatkan pada pertumbuhan ekonomi. Namun karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki (tercermin pada tabungan nasional yang masih sedikit) sedangkan kebutuhan dana untuk pembangunaan ekonomi sangat besar. Maka cara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu adalah dengan berusaha meningkatkan investasi.
Pada pertengahan dekade 1980-an, modal asing yang masuk ke Indonesia masih didominasi oleh investasi langsung atau penanaman modal asing (PMA) dan pinjaman luar negeri (terutama pinjaman pemerintah). Baru setelah pemerintah melakukan deregulasi di sektor keuangan/perbankan yang dimulai sejak awal 1980-an, yang antara lain membuat sektor tersebut, termasuk pasar modal, berkembang dengan pesat, arus modal swasta jangka pendek dari luar negeri mulai mengalir ke dalam negeri. Penanaman Modal Asing (PMA) sendiri, berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sampai akhir Juli 2006 meningkat menjadi US$ 3.713.4 juta dengan realisasi proyek yang telah disetujui pemerintah sebanyak 563 proyek.
 Berdasarkan uraian tersebut di atas tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai komponen dalam neraca pembayaran turut mempengaruhi keadaan perekonomian di suatu negara. Negara-negara yang umumnya merupakan negara yang sedang berkembang masih terus berusaha untuk menyempurnakan ekonomi internasionalnya (Hady Hamdy, 2001: 42).
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, Penulis mencoba untuk membahas masalah pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam hubungannya dengan utang luar negeri (foreign debt) dan penanaman modal asing (PMA) dengan mengangkat judul “Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri (Foreign Debt) dan Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”.


1.2 Perumusan Masalah
            Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka Penulis terlebih dahulu mengemukakan permasalahan yang menjadi objek analisis penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut, Penulis mengidentifikasikan permasalahannya sebagai berikut :
  1. Bagaimana pengaruh utang luar negeri (foreign debt) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia?
  2. Bagaimana pengaruh penanaman modal asing (PMA) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia?
1.3 Hipotesis
            Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penilitian yang masih perlu diuji dan dibuktikan secara empiris tingkat kebenarannya dengan menggunakan data-data yang berhubungan.
            Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka Penulis membuat hipotesis sebagai berikut :
a.       Utang Luar Negeri (Foreign debt) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, ceteris paribus.
b.      Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, ceteris paribus.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan Penulis dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
·         Untuk mengetahui pengaruh Utang Luar Negeri (foreign debt) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
·         Untuk mengetahui pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
b. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai masukan bagi pemerintah terutama bagi instansi-instansi terkait.
2.      Sebagai masukan bagi masyarakat Indonesia agar dapat mengetahui kondisi perekonomian Indonesia yang berhubungan dengan utang luar negeri dan PMA.
3.      Untuk menambah wawasan Penulis dalam perekonomian Indonesia khususnya yang berhubungan dengan utang luar negeri dan penanaman modal asing.
4.      Sebagai referensi bagi peneliti lain yang sedang meneliti topik yang berkaitan dengan penelitian ini.
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi
            Suatu perekonomian dapat dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah barang dan jasa meningkat. Jumlah barang dan jasa dalam perekonomian suatu negara dapat diartikan sebagai nilai dari Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai PDB ini digunakan dalam mengukur persentase pertumbuhan ekonomi suatu negara.
            Perubahan nilai PDB akan menunjukkan perubahan jumlah kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan selama periode tertentu. Selain PDB, dalam suatu negara juga dikenal ukuran PNB (Produk Nasional Bruto) serta Pendapatan Nasional (National Income).
            Definisi PDB yaitu seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu domestik atau agregat.
A. Mengukur Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
            Salah satu kegunaan penting dari data-data pendapatan nasional adalah untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara dari tahun ke tahun. Dalam penghitungan pendapatan nasional berdasarkan pada harga-harga yang berlaku pada tahun tersebut. Apabila menggunakan harga berlaku, maka nilai pendapatan nasional menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Perubahan tersebut dikarenakan oleh pertambahan barang dan jasa dalam perekonomian serta adanya kenaikan-kenaikan harga yang berlaku dari waktu ke waktu. Pendapatan nasional berdasarkan harga tetap yakni penghitungan pendapatan nasional dengan menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu (tahun dasar) yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun berikutnya. Nilai pendapatan nasional yang diperoleh secara harga tetap ini dinamakan pendapatan nasional riil.
Perhitungan ekonomi biasanya menggunakan data PDB triwulanan dan tahunan. Adapun konsep perhitungan pertumbuhan ekonomi dalam satu periode (Rahardja. 2000:178), yaitu :


di mana:
Gt            = Pertumbuhan ekonomi periode t (triwulanan atau tahunan)
PDBRt     = Produk Domestik Bruto Riil periode t (berdasarkan harga konstan)
PDBRt-1 = PDBR satu periode sebelumnya
            Jika interval waktu lebih dari satu periode maka perhitungan pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan eksponensial :


di mana:
PDBRt = PDBR periode t
PDBR0 = PDBR periode 0
r           = tingkat pertumbuhan
t           = jarak periode
            Perhitungan PDB dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:
a)      PDB menurut harga berlaku
Di mana PDB dengan faktor inflasi yang masih terkandung didalamnya.
b)      PDB menurut harga konstan
Di mana PDB dengan meniadakan faktor inflasi. Artinya pengaruh perubahan harga telah dihilangkan.
            Untuk menghitung besarnya pendapatan nasional atau regional, maka ada tiga metode pendekatan yang dipakai :
a)      Pendekatan Produksi (Production Approach)
Metode ini dihitung dengan menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan sektor ekonomi produktif dalam wilayah suatu negara. Secara matematis :

NI = P1Q1 + P2Q2 + … + PnQn

Di mana :
NI                    = PDB (Produk Domestik Bruto)
P1, P2,…, Pn       = Harga satuan produk pada satuan masing-masing sektor ekonomi
Q1, Q2,…,Qn   = Jumlah produk pada satuan masing-masing sektor ekonomi
            Yang dipakai hanya nilai tambah bruto saja agar dapat menghindari adanya perhitungan ganda.

b)      Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
Metode ini dihitung dengan menjumlah besarnya total pendapatan atau balas jasa setiap faktor-faktor produksi. Secara matematis :

Y = Yw + Yr + Yi + Yp

Di mana :
Y         = Pendapatan nasional atau PDB
Yw      = Pendapatan upah / gaji
Yr        = Pendapatan sewa
Yi        = Pendapatan bunga
Yp       = Pendapatan laba atau profit
c)      Pendekatan Pengeluaran
Metode ini dihitung dengan menjumlahkan semua pengeluaran yang dilakukan berbagai golongan pembeli dalam masyarakat. Secara matematis :

Y = C + I + G + (X – M)

Di mana :
Y         = PDB (Pendapatan Domestik Bruto)           
C         = Pengeluaran Rumah Tangga Konsumen untuk konsumsi
I           = Pengeluaran Rumah Tangga Perusahaan untuk investasi
G         = Pengeluarana Rumah Tangga Pemerintah
(X-M)  = Ekspor netto atau pengeluaran rumah tangga luar negeri
            Yang dihitung hanya nilai transaksi-transaksi barang jadi saja, untuk menghindari adanya perhitungan ganda.
B. Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi
a)      Teori Jumlah Penduduk Optimal (Optimal Population Theory)
Teori ini dikembangkan oleh kaum klasik.

Gambar 2.1
Jumlah Penduduk Optimal
Total Produksi
     (output)




     Q3

                                                                                    TP2

     Q1
     Q2
                                                             TP1
 


                                     L1          L2                   Tenaga Kerja

            Pada gambar di atas kurva TP1 menerangkan adanya hubungan antara jumlah tenaga kerja dengan tingkat output (total produksi). Dalam hal ini total output sama dengan nilai PDB. Pada saat jumlah tenaga kerja berada pada L1 dan total produksi (PDB) berada pada Q1 maka kondisi optimal pertumbuhan akan terjadi. Namun, jika jumlah tenaga kerja ditambah menjadi L2 maka dapat dilihat pada gambar bahwa total produksi yaitu PDB menurun. Dalam kasus ini berlaku hukum hasil yang semakin menurun (the law of diminishing return). Pada saat L2 (jumlah tenaga kerja yang ditambah), maka dilakukan penambahan terhadap barang modal dan juga penambahan tenaga kerja. Sehingga kurva TP1 bergerak atau bergeser ke TP2. Adanya penambahan ini mengakibatkan penambahan total output (PDB).
b)      Teori Pertumbuhan Neo Klasik (Neo Classic Growth Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Solow (1956) dan berdasarkan teori-teori klasik sebelumnya yang telah disempurnakannya. Adapun beberapa asumsi penting dalam memahami model Solow (Rahardja. 2001:195):
1)      Tingkat teknologi dianggap konstan (tidak ada kemajuan teknologi).
2)      Tingkat depresiasi dianggap konstan.
3)      Tidak ada perdagangan luar negeri atau aliran keluar masuk barang modal.
4)      Tidak ada sektor pemerintah.
5)      Tingkat pertambahan penduduk (tenaga kerja) dianggap konstan.
6)      Dalam mempermudah analisis, dapat ditambahkan asumsi bahwa seluruh penduduk bekerja, sehingga jumlah penduduk sama dengan jumlah tenaga kerja.
c)      Teori Pertumbuhan Endojenus (Endogenous Growth Theory)
Teori yang dikembangkan oleh Romer (1986) ini merupakan perkembangan mutakhir teori pertumbuhan Klasik-Neo Klasik (Rahardja. 2001:199). Dalam teori ini disebutkan bahwa teknologi bersifat endojenus. Hal ini karena teknologi dianggap sebagai faktor produksi tetap (fixed input) sehingga mengakibatkan terjadinya The Law of Diminishing Return. Dalam jangka panjang yang lebih serius dari memperlakukan teknologi sebagai faktor eksogen dan konstan adalah perekonomian yang lebih dahulu maju akan terkejar oleh perekonomian yang lebih terbelakang dengan asumsi bahwa tingkat pertambahan penduduk, tingkat tabungan dan akses terhadap teknologi adalah sama.
Teknologi merupakan barang publik. Artinya teknologi dapat dimiliki dan dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat walaupun bukan si penemu teknologi tersebut dan tanpa mengeluarkan biaya riset atau penelitian. Sehingga dalam hal ini teknologi disebut sebagai faktor endogen.
d)     Teori Schumpeter
Menurut Schumpeter bahwa pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh kemampuan entrepreneurship. Schumpeter berpendapat bahwa kalangan pengusaha yang memiliki kemampuan dan keberanian dalam menciptakan dan mengaplikasikan inovasi-inovasi baru baik dalam masalah produksi, penyusunan teknik-tahap produksi maupun sistem manajemennya.
Schumpeter berpandangan kemajuan perekonomian disebabkan diberinya kebebasan untuk para entrepreneur (Rahardja. 2001:200). Namun, kebebasan ini dapat menimbulkan monopoli pasar yang nantinya akan memunculkan masalah nonekonomi sehingga akan dapat menghancurkan sistem kapitalis tersebut.
e)      Teori Harrod-Domar
Teori ini menyatakan pentingnya investasi terhadap pertumbuhan ekonomi karena investasi akan meningkatkan stok barang modal sehingga output akan meningkat. Adapun sumber dana investasi domestik berasal dari pendapatan nasional yang ditabung.


f)       Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern
1. Teori Pertumbuhan Rostow
Menurut W. W. Rostow pembangunan ekonomi atau transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern merupakan proses yang berdimensi banyak. Analisis Rostow ini didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercipta sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental bukan saja dalam corak kegiatan ekonomi tetapi juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam suatu masyarakat dan negara. Dalam bukunya “The Stage of Economic” (1960), Rostow mengemukakan tahap-tahap dalam proses pembangunan ekonomi yang dialami oleh setiap negara pada umumnya ke dalam lima tahap, (Suryana, 2000: 61) yaitu:
  1. Tahap masyarakat tradisional (The traditional society),
  2. Tahap peletakan dasar untuk tinggal landas (The preconditional society),
  3. Tahap tinggal landas (The take off),
  4. Tahap gerak menuju kematangan (The drive to martirity),
  5. Tahap era konsumsi tinggi massa (The age of high mass consumption).

2.      Teori Pertumbuhan Kuznet
Kuznet mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang ekonomi yang terus meningkat kepada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi, institusional dan ideologis yang diperlukannya. Dalam analisisnya, Kuznet mengemukakan enam ciri pertumbuhan ekonomi modern yang dimanisfestasikan dalam proses pertumbuhan oleh semua negara yang telah maju, (Suryana, 2000: 65) yaitu:
a.       Dua variabel ekonomi yang bersamaan (agregat) maliputi:
·         Tingginya tingkat produk per kapita dan laju pertumbuhan penduduk.
·         Tingginya peningkatan produktifitas terutama produktifitas tenaga kerja.
b.      Dua struktur variabel transformasi meliputi:
·         Tingginya tingkat transformasi struktur ekonomi.
·         Tingginya tingkat struktur sosial dan ideologi.
c.       Dua variabel penyebaran internasional meliputi:
·         Kecenderungan negara-negara yang ekonominya sudah maju untuk pergi ke pelosok dunia untuk mendapatkan pasaran bahan baku yang baru.
·         Arus barang, modal dan orang antar bangsa yang meningkat.

g)      Teori Perdagangan Internasional
Selain teori-teori yang dikemukakan di atas, para pemikir ekonomi juga telah mengemukakan tentang peranan perdagangan luar negeri (faktor eksternal) terhadap pembangunan ekonomi, bahkan pada abad keenam belas dan awal abad ketujuh belas, Kaum Merkantilis telah mengemukakan peranan perdagangan bagi kemakmuran penduduk.
1.      Teori Perdagangan Klasik
Model perdagangan bebas yang sudah mulai berkembang sejak awal abad kesembilan belas ini bersumber dari pemikiran David Richardo dan John Stuart Mill. Teori ini menonjolkan pendekatan spesialisasi untuk menunjukkan manfaat dan keuntungan yang bisa diraih oleh setiap negara yang mau menjalin hubungan perdagangan internasional. Teori klasik ini bertumpu pada prinsip keunggulan komparatif yang didasarkan pada biaya tenaga kerja. Prinsip keunggulan komparatif (The principle of comparative advantage) yakni prinsip yang menegaskan bahwa suatu negara akan memproduksi dan mengekspor jenis-jenis barang yang biaya relatifnya (relative cost) paling rendah. Fenomena perbedaan komparatif inilah yang memungkinkan berlangsungnya hubungan perdagangan antarnegara, bahkan juga diantara negara-negara yang berkemampuan atau kekuatan ekonominya tidak sebanding.
2.      Teori Perdagangan Neo Klasik
Teori ini juga dikenal dengan sebutan Heckser-Ohlin Theory. Teori ini merupakan modifikasi dari teori klasik tentang perdagangan, yang mana dicetuskan pada abad kedua puluh oleh dua orang ekonom asal Swedia yang bernama Eli Heckser dan Bertin Ohlin. Teori ini lahir sebagai kritik terhadap teori klasik yang bersifat statis karena hanya didasarkan pada satu variabel saja, yakni biaya tenaga kerja. Modifikasi teori ini dilakukan terutama untuk melibatkan perhitungan atas pengaruh perbedaan pasokan faktor-faktor produksi, khususnya faktor produksi tanah, tenaga kerja dan modal, dalam spesialisasi internasional. Pemikiran ini yang kemudian disebut teori perdagangan kelimpahan faktor (The factor endowment trade theory) ini menguraikan secara analitis dampak-dampak pertumbuhan ekonomi terhadap pola-pola perdagangan, serta dampak yang ditimbulkan oleh perdagangan terhadap kondisi perekonomian nasional dan selisih imbalan dari berbagai faktor produksi.
            Menurut model ini, perdagangan internasional tidak bersumber dari perbedaan tingkat produktifitas atau kemajuan teknologi antar negara, melainkan bertolak dari perbedaan kelimpahan atau kekayaan faktor produksi. Jadi, perdagangan terjadi karena setiap negara menguasai faktor produksi andalan yang berbeda-beda. Karena pasokan sumberdaya atau faktor produksinya berbeda maka dengan sendirinya harga relatif untuk masing-masing faktor produksi juga berbeda. Negara yang memiliki banyak tenaga kerja sehingga biaya atau tingkat upah relatif lebih murah akan mengkhususkan diri pada produksi jenis-jenis komoditi yang padat karya seperti komoditi primer yang kemudian akan diekspor dan selanjutnya akan mengimpor produk-produk yang bersifat padat modal seperti produk manufaktur.
            Teori ini mengasumsikan bahwa hanya ada dua jenis produk yakni yang bersifat padat modal dan yang bersifat padat karya. Setiap negara sebaiknya berspesialisasi pada produk yang sesuai dengan kelimpahan faktor produksi yang ada dinegaranya. Negara maju biasanya kaya akan modal sehingga lebih berspesialisasi pada produk yang sifatnya padat modal seperti produk manufaktur dan negara yang berkembang yang biasanya kaya akan tenaga kerja agar berspesialisasi pada produk yang sifatnya padat karya seperti komoditi pertanian.
v  Faktor Non Ekonomi dalam Pertumbuhan Ekonomi
Selain faktor ekonomi seperti yang telah dikemukakan di atas, pertumbuhan ekonomi juga sangat tergantung pada faktor-faktor non ekonomi. Faktor-faktor non  ekonomi tersebut menyangkut masalah politik, sosial, budaya dan keamanan nasional. Ketidakstabilan politik dan konflik sosial yang terjadi akan mengganggu laju pertumbuhan ekonomi suatu negara, ditambah lagi dengan tidak adanya rasa aman bagi para investor untuk menanamkan modalnya. Kondisi kerawanan negara akibat situasi non ekonomi dinamakan dengan country risk. Tingginya country risk suatu negara akan dapat menjadi penyebab utama tidak stabilnya kondisi makro ekonomi suatu negara. Arus investasi asing akan berkurang dengan tajam apabila terjadi country risk yang semakin meningkat. Selain itu, nilai tukar mata uang suatu negara juga sangat tergantung pada country risk. Pemerintah merupakan aktor yang berperan sebagai pemegang kunci dalam menurunkan tingkat country risk, kinerja pemerintah yang baik akan membawa perekonomian kearah yang lebih baik pula dan sebaliknya apabila pemerintah tidak mampu menurunkan country risk maka mustahil perekonomian akan membaik dari waktu ke waktu.
v  Sistem Perekonomian Terbuka (Open Economy)
Perekonomian terbuka merupakan sebuah sistem ekonomi dimana orang-orang secara bebas terlibat dalam perdagangan barang dan jasa serta memungkinkan adanya arus masuk dan keluar faktor-faktor produksi. Dengan sistem ekonomi terbuka, suatu negara bisa melakukan pengeluaran lebih banyak ketimbang produksinya dengan meminjam dana dari luar negeri, atau bisa melakukan pengeluaran lebih kecil ketimbang produksinya dengan memberi pinjaman kepada negara lain. Perekonomian terbuka juga memungkinkan adanya alokasi sumber daya dimana di setiap negara memiliki kelimpahan faktor produksi yang berbeda-beda. Adanya pengalokasian ini akan memberi dampak positif bagi setiap negara yang membuka negaranya untuk sistem perekonomian bebas.
v  Arus Barang Internasional
Dalam perekonomian tertutup, seluruh output dijual ke pasar domestik dan pengeluaran dibagi atas tiga komponen, yaitu konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintah. Dalam perekonomian terbuka, sebagian output dijual ke pasar domestik dan sebagian lagi diekspor ke luar negeri, sehingga dalam perekonomian terbuka, pengeluaran (Y) terdiri dari empat komponen, yakni konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G) serta ekspor barang dan jasa (X). Hal ini dapat diidentitaskan seperti berikut : Y = C + I + G + X.
Dalam perekonomian terbuka, nilai konsumsi total adalah nilai konsumsi barang dan jasa di pasar domestik ditambah konsumsi barang dan jasa di mancanegara, demikian pula dengan investasi dan pengeluaran pemerintah. Karena impor dimasukkan ke dalam pengeluaran domestik dan karena barang dan jasa yang diimpor dari luar negeri adalah bagian dari output suatu negara maka persamaan ini mengurangi pengeluaran pada impor sehingga dapat didefinisikan bahwa ekspor bersih (net export/NX) adalah nilai ekspor dikurang nilai impor. Identitasnya menjadi Y = C + I + G + NX.
Persamaan di atas merupakan fungsi pendapatan nasional yang dihitung berdasarkan pos pengeluaran. Persamaan ini juga menunjukkan bahwa jika output melebihi pengeluaran domestik, maka kelebihan itu akan diekspor. Jika output lebih kecil dari pengeluaran domestik, maka kekurangan itu akan diimpor.
v  Arus Keuangan Internasional
Dalam perekonomian terbuka, seperti juga dalam perekonomian tertutup, pasar keuangan dan pasar barang sangat terkait. Keterkaitan ini dapat dirumuskan melalui identitas yang telah disebutkan sebelumnya, dimana Y – C – G = I + NX. Nilai Y – C – G adalah merupakan tabungan nasional (S) karena itu S = I + NX dan selanjutnya S – I = NX. Persamaan ini menunjukkan bahwa ekspor bersih suatu perekonomian haruslah selalu sama dengan selisih antara tabungan dengan investasi. Net export (NX) dengan kata lain adalah nilai neraca perdagangan dan S – I adalah selisih antara tabungan domestik dengan investasi domestik yang sering disebut juga sebagai investasi asing bersih. Investasi asing bersih mencerminkan arus dana internasional untuk mendanai akumulasi modal. Arus modal dan keuangan internasional memiliki banyak bentuk yakni dapat berupa investasi asing langsung, investasi portofolio dan pinjaman luar negeri serta hibah. Rendahnya tingkat tabungan di suatu negara akan berdampak pada rendahnya nilai investasi yang mungkin terjadi, untuk itu diperlukan investasi asing.
Besarnya dana permodalan luar negeri yang diperlukan oleh suatu negara dapat dihitung dan dianalisis dengan menggunakan analisis yang dikenal sebagai analisis kesenjangan ganda (dual-gap analysis), yaitu analisis IS dan NX seperti yang telah dikemukakan di atas. Kesenjangan kebutuhan tabungan (investment-saving gap/IS) mencerminkan suatu jumlah dana yang diperlukan untuk melengkapi kekurangan tabungan agar dapat memenuhi investasi yang akan dapat memicu peningkatan pertumbuhan ekonomi. Kesenjangan kebutuhan devisa (foreign exchange gap) mencerminkan tambahan modal yang diperlukan untuk membiayai impor yang tidak dapat ditutupi oleh hasil aktual ekspor.
v  Manfaat Arus Dana Internasional
Selain arus barang internasional dan arus keuangan internasional di atas, arus dana internasional juga dapat meningkatkan usaha pertumbuhan ekonomi tanpa memberatkan tekanan inflasi, dibandingkan jika pembiayaan secara deficit financing/spending. Manfaat lainnya adalah dengan penarikan pajak terhadap perusahaan-perusahaan asing yang akan menambah penerimaan pemerintah untuk dialokasikan dalam pembangunan fasilitas publik. Pemasukan modal asing juga diikuti dengan pemasukan teknologi dan tenaga ahli. Dengan demikian dapat mengatasi kekurangan tenaga ahli dalam pemakaian teknologi maju. Hal ini akan mempertinggi produktifitas dan effisiensi dalam proses pembangunan. Dan pada waktunya nanti akan terjadi transfer teknologi maju tersebut kepada tenaga dalam negeri sendiri. Kesemuanya ini diharapkan dapat mempercepat proses pembangunan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

2.1.2 Neraca Pembayaran (Balance of Payment)
A. Pengertian
            Arus internasional dari barang, jasa serta modal dicatat dalam neraca pembayaran (balance of payment) yang merupakan catatan sistematik dari transaksi internasional (perdagangan, investasi, pinjaman, dan sebagainya) suatu negara untuk periode tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran adalah suatu neraca yang khusus dirancang untuk merangkum transaksi finansial penduduk (pelaku ekonomi secara keseluruhan termasuk pemerintah) dari suatu negara dengan keseluruhan penduduk atau pelaku ekonomi dari negara-negara lain.
Lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF, bank dunia, dan negara-negara donor juga menggunakan neraca pembayaran sebagai salah satu indikator dalam mempertimbangkan pemberian bantuan keuangan kepada suatu negara. Selain itu, neraca pembayaran juga merupakan salah satu indikator fundamental suatu negara disamping variabel-variabel ekonomi makro lainnya, seperti pertumbuhan PDB, tingkat pendapatan per kapita, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar mata uang domestik. Oleh karena itu, neraca pembayaran sangat berguna karena menunjukkan struktur dan komposisi transaksi ekonomi dan posisi keuangan suatu negara.


Pada dasarnya neraca pembayaran ini dibagai dalam tiga komponen dasar, yaitu:
1.      Neraca transaksi berjalan (current account), yaitu sebuah neraca yang berfokus pada transaksi ekspor dan impor (barang maupun jasa), pendapatan investasi, pembayaran cicilan dan pokok utang luar negeri, serta saldo kiriman dan transfer uang dari dan ke luar negeri. Hasil dari perhitungan komponen ini akan menciptakan saldo dari neraca transaksi berjalan.
2.      Neraca modal (capital account), yaitu neraca yang mencatat nilai investasi pihak swasta asing langsung (foreign direct investment) terutama investasi yang dilakukan oleh perusahaan multinasional, investasi portofolio, dan investasi jangka pendek lainnya, pinjaman luar negeri yang diberikan perbankan swasta nasional, bantuan dan hibah dari pemerintah negara lain serta dari lembaga-lembaga donor multilateral seperti IMF, bank dunia. Komponen tersebut di atas merupakan arus modal masuk (capital inflow) bagi neraca modal yang nilainya kemudian dikurangi nilai modal keluar (capital outflow) dimana saldo kedua transaksi ini merupakan saldo neraca modal.
3.      Neraca tunai (cash account) atau neraca cadangan internasional (international reserve account), yaitu transaksi penyeimbang yang menunjukkan nilai cadangan devisa suatu negara. Angka positif pada naraca ini menunjukkan defisit neraca pembayaran atau pengurangan volume cadangan dan angka negatif menunjukkan surplus atau penambahan volume cadangan.



Neraca pembayaran berpokok pada dua hal, yaitu:
·         Neraca pembayaran mencakup barang dan jasa akhir maupun antara. Dengan demikian bukan merupakan indikator langsung dari kesejahteraan ekonomi suatu negara.
·         Ketidakseimbangan di dalam neraca pembayaran mencerminkan surplus dan defisit, bukan untung dan rugi. Hal ini karena ukuran neraca pembayaran mencatat arus masuk keluar barang dan jasa serta modal untuk suatu negara bukan syarat-syarat mengenai arus barang, jasa dan modal tersebut.
B. Komponen Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran disusun untuk memberitahukan kepada pemerintah dan siapa saja yang membutuhkan keterangan mengenai posisi keuangan internasional dari negara yang bersangkutan secara keseluruhan. Data-data seperti ini tentunya sangat dibutuhkan bagi penyusunan kebijakan moneter, fiskal, dan perdagangan. Bagi kalangan swasta, data-data pada neraca perdagangan itu juga penting untuk menyusun perencanaan dan strategi bisnis. Pemerintah dari suatu negara biasanya juga meminta rincian informasi dan data-data neraca pembayaran dari negara lain yang menjadi mitra dagangnya. Informasi yang terkandung dalam neraca pembayaran dari suatu negara juga sangat dibutuhkan oleh kalangan perbankan, perusahaan-perusahaan multinasional dan siapa saja baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam kegiatan perdagangan dan keuangan internasional.



Tabel 2.1 Skema Neraca Pembayaran

Neraca Transaksi Berjalan
            Ekspor barang dan jasa                                                                                   A
            Impor barang dan jasa                                                                                     B
            Pendapatan dari investasi                                                                               C
            Pembayaran bunga dan cicilan utang                                                              D
            Saldo kiriman dan transfer uang                                                                     E
                        Total saldo neraca transaksi berjalan (A+B+C+D+E)`                       F
Neraca Transaksi Modal
            Investasi swasta langsung                                                                               G
            Dana masuk utang luar negeri (swasta dan pemerintah)                                                         dikurangi amortisasi        H
            Kenaikan aset luar negeri dalam sistem perbankan domestik                         I
            Arus keluar modal milik penduduk                                                                J
                        Total saldo neraca transaksi modal (G+H+I+J)                                  K
Neraca Tunai
            Kenaikan atau penurunan neraca tunai                                                           L
                        Catatan koreksi dan penghapusan (error and ommisions)
                        (L-F-K)                                                                                               M
Sumber: Todaro, 2000: 103


Tabel 2.2 Transaksi Positif dan Negatif dalam Neraca Pembayaran

No
Transaksi positif (kredit)
Transaksi negatif (debet)
1.

2.


3.
4.

5.

Setiap penjualan barang atau jasa ke luar negeri (ekspor)
Setiap pendapatan investasi milik penduduk domestik yang berada di luar negeri dalam ekonomi domestik
Setiap penerimaan uang dari luar negeri
Penerimaan hibah atau hadiah dari pihak-pihak luar negeri
Setiap penjualan saham atau obligasi ke luar negeri
Setiap pembelian barang atau jasa dari luar negeri (impor)
Kembalinya pendapatan investasi milik penduduk negara lain yang berada dalam ekonomi domestik
Setiap pengeluaran uang ke luar negeri
Pemberian hibah atau hadiah ke pihak-pihak di luar negeri
Setiap pembelian saham atau obligasi dari luar negeri
Sumber: Todaro, 2000: 105

Transaksi debet dan kredit menurut sifatnya dapat dibagi atas:
1.      Transaksi otonom (autonomous transaction), yaitu transaksi yang timbul atas inisiatif  pihak tertentu dan bahkan sebagai reaksi atau akibat adanya transaksi lain yang tercatat pada current account dan long-term capital account, misalnya ekspor dan impor barang atau modal dalam jangka panjang untuk mencari keuntungan.
2.      Transaksi kompensasi (induced/compensatory transaction), yaitu transaksi yang timbul sebagai akibat atau kompensasi dari adanya transaksi lain. Transaksi ini disebut juga transaksi pelengkap, misalnya pemasukan modal jangka pendek dan impor atau ekspor emas.
Dalam menghadapi kenyataan atau perkiraan defisit neraca pembayaran yang merupakan gabungan dari defisit neraca berjalan dan neraca modal maka perlu diambil beberapa alternatif, antara lain:
·         Promosi ekspor dan batasan impor, yang dapat ditempuh dengan jalan:
1.      Proteksi dan pemberian rangsangan bagi industri domestik sehingga dapat menggantikan produk manufaktur yang selama ini diimpor dari negara maju.
2.      Pemberlakuan tarif impor serta penggunaan kuota fisik secara selektif atau bahkan pelarangan impor bagi produk konsumen tertentu.
3.      Perubahan nilai riil atas cadangan internasional dengan cara mendevaluasikan nilai mata uang dalam negeri sehingga harga ekspor menjadi relatif lebih rendah sehingga dapat lebih bersaing di pasar internasional sedangkan harga impor menjadi lebih tinggi.
4.      Menerapkan kebijakan fiskal dan moneter yang bersifat restruktif atau membangun stabilisasi makro ekonomi sehingga dapat menurunkan permintaan domestik terhadap produk-produk impor dan menekan lonjakan inflasi.
·         Memacu investasi asing serta meningkatkan penarikan dana pinjaman luar negeri, khususnya bantuan-bantuan resmi berbunga lunak.
Peningkatan jumlah cadangan moneter resmi dengan jalan menambah penarikan emas kertas internasional baru terbitan IMF yang dikenal dengan sebutan Special Drawing Rights/SDR.

2.1.3  Utang Luar Negeri (Foreign Debt)
A. Pengertian
Utang pada dasarnya adalah suatu alternatif yang dilakukan karena berbagai alasan yang rasional. Dalam alasan-alasan yang rasional itu ada muatan urgensi dan ada pula muatan ekspansi. Muatan urgensi tersebut maksudnya ialah utang dipilih mungkin sebagai sumber pembiayaan karena derajat urgensi kebutuhan yang membutuhkan penyelesaian segera. Sedangkan muatan ekspansi berarti utang dianggap sebagai alternatif pembiayaan yang melalui berbagai hitungan teknis dan ekonomis dianggap dapat memberikan keuntungan.
Dalam neraca pembayaran suatu negara, current account cukup dipengaruhi oleh tabungan dan investasi. Jika tabungan nasional lebih kecil daripada investasi domestik maka selisih tersebut merupakan defisit transaksi berjalan. Tabungan nasional di beberapa negara berkembang umumnya sangat rendah karena umumnya negara berkembang miskin akan modal. Sedangkan peluang investasi produktif begitu melimpah. Untuk memanfaatkan peluang investasi ini, kebanyakan negara-negara yang sedang berkembang tidak hanya mengandalkan sumber-sumber pembiayaan pembangunannya dari dalam negeri saja tetapi juga bantuan luar negeri. Pinjaman luar negeri tersebut nantinya diharapkan dapat dilunasi melalui keuntungan dari investasi baik pinjaman pokok maupun pembayaran bunga pinjamannya.
            Pinjaman atau bantuan luar negeri dapat berupa pinjaman pemerintah resmi seperti official development assistance (ODA), yakni pinjaman yang diberikan oleh pemerintah asing maupun lembaga-lembaga keuangan internasional (multilateral) kepada pemerintah penerima bantuan yang dapat bersyarat lunak maupun kurang lunak. Selain itu dapat berupa non official development assistance (non-ODA), yakni pinjaman yang diterima secara bilateral dari bank atau kreditor luar negeri dengan syarat-syarat menurut pinjaman komersial atau syarat-syarat berat, termasuk kredit ekspor dari luar negeri.
            Pinjaman luar negeri ini tergantung pada syarat-syarat pinjaman dari bantuan yang bersangkutan, yakni menyangkut tingkat suku bunga (interest rate), masa tenggang waktu (grace period) – jangka waktu yang tidak perlu dilakukan pencicilan utang serta jangka waktu pelunasan utang (amortization period) – jangka waktu dimana pokok utang harus dibayar lunas kembali secara cicilan.
            Transaksi pinjam meminjam di atas kertas memang kelihatannya menguntungkan kedua belah pihak yang terlibat. Tetapi banyak pinjaman juga yang tidak bisa dibenarkan. Seperti contoh, ada yang menggunakan untuk sektor investasi yang secara ekonomis tidak memberi keuntungan, atau impor barang konsumsi yang tidak menghasilkan laba untuk pembayaran nantinya. Selain itu juga rendahnya tingkat bunga nasional diakibatkan penerapan kebijakan yang keliru sehingga membuat suatu negara semakin tergantung pada utang luar negeri.
Untuk menentukan dan mengatur terlaksananya pengelolaan pinjaman luar negeri yang baik dan efektif perlu dilakukan berbagai hal, antara lain yaitu:
  1. Memproyeksikan secara teliti profil waktu dari kewajiban-kewajiban pembayaran utangnya.
  2. Memperkirakan penerimaan hasil ekspor, penerimaan dalam negeri dan akses di masa mendatang dalam berbagai sumber pembiayaan.
  3. Memonitor potensi-potensi untuk pembayaran kembali utang-utangnya.
Ketiga hal ini bertujuan untuk mengambil manfaat dari pinjaman baru dengan syarat-syarat yang lebih baik, menyesuaikan jangka waktu pelunasan utang terhadap penerimaan yang dihasilkan proyek-proyek yang dibiayai dengan pinjaman, serta menanggulangi kekurangan-kekurangan hasil ekspor dalam membiayai kekurangan impor.

B. Peranan Utang Luar Negeri (Foreign Debt) dan Alasan Dilakukannya Utang Luar Negeri (Foreign Debt)
            Dalam hubungannya dengan kebijaksanaan pembangunan di negara-negara berkembang, bantuan luar negeri terutama dianalisa dan ditinjau dari sudut manfaatnya untuk membantu pertumbuhan ekonomi negara untuk mencapai tujuannya. Ditinjau dari sudut ini, terdapat dua peranan utama dari bantuan luar negeri, yaitu:
  1. Mengatasi masalah kekurangan tabungan (saving gap), dan
  2. Mengatasi masalah kekurangan mata uang asing (foreign exchange gap).
Yang mana kedua masalah yang diharapkan dapat diatasi dengan melakukan pengajuan utang luar negeri itu disebut dengan ‘masalah jurang ganda’ (The two gaps problem).
            Kegiatan untuk memberikan bantuan luar negeri oleh negara-negara maju kepada negara-negara yang sedang berkembang dilakukan dengan berbagai alasan, antara lain yaitu:
  1. Membantu negara-negara yang menerima bantuan untuk mempercepat pembangunan ekonominya.
  2. Membantu mengeratkan hubungan ekonomi dan politik diantara negara yang menerima dan memberi bantuan.
  3. Membendung pengaruh ideologi yang bertentangan dengan yang dianut oleh negara pemberi bantuan.
Utang luar negeri bukan hanya dibutuhkan dalam proses perdagangan, tetapi juga dibutuhkan dalam perekonomian suatu negara untuk menunjang proses produksi dalam negeri. Artinya, utang luar negeri merupakan mata rantai yang menghubungkan kegiatan internal dan eksternal perekonomian suatu negara. Dalam pemahaman ini sulit sekali menyatakan bahwa suatu negara bisa saja tidak berutang sama sekali. Tetapi jelas sekali bahwa jumlah dan pemanfaatan utang tersebut harus dikendalikan dan dikelola secara benar sehingga justru tidak menjadi beban yang berkepanjangan.

2.1.4  Penanaman Modal Asing (PMA)
A. Pengertian
            Arus sumber keuangan internasional dapat terwujud dalam dua bentuk. Yang pertama adalah penanaman modal asing “langsung” atau PMA, yang biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan raksasa multinasional (atau biasa juga disebut perusahaan transnasional, yaitu suatu perusahaan besar yang berkantor pusat berada di negara-negara maju asalnya, sedangkan cabang operasi atau anak-anak perusahaannya tersebar di berbagai penjuru dunia). Dana investasi ini langsung diwujudkan dengan berupa pendirian pabrik, pengadaan fasilitas produksi, pembelian mesin-mesin dan sebagainya. Investasi asing swasta ini bisa juga berupa investasi portofolio (portofolio investment) yang dana investasinya tidak diwujudkan langsung sebagai alat-alat produksi, melainkan ditanam pada aneka instrumen keuangan seperti saham, obligasi, sertifikat deposito, surat promes investasi, dan sebagainya.
Sedangkan yang kedua adalah bantuan pembangunan resmi pemerintah (public development assistance) atau bantuan/pinjaman luar negeri (foreign aid) yang berasal dari pemerintahan suatu negara secara individual atau dari beberapa pihak secara bersama (multilateral) melalui perantara lembaga-lembaga independen atau swasta.
Pertumbuhan penanaman modal asing secara langsung yakni yang dana-dana investasinya langsung digunakan untuk menjalankan kegiatan bisnis atau pengadaan alat-alat atau fasilitas produksi seperti membeli lahan, mambuka pabrik-pabrik, mendatangkan mesin-mesin, membeli bahan baku dan sebagainya, (untuk membedakan dengan investasi portofolio) berlangsung dengan cepat khususnya masa sebelum krisis ekonomi. Pada kenyataannya, dana investasi asing akan selalu tertuju ke negara-negara atau kawasan yang menjanjikan tingkat hasil finansial dan kadar kepastian paling tinggi.
Pada dasarnya, investasi (penanaman modal) secara langsung ini jauh lebih kompleks dari sekedar transfer modal ataupun pendirian bangunan pabrik dari suatu perusahaan asing di wilayah suatu negara berkembang. Perusahaan-perusahaan raksasa tersebut juga membawa teknik atau teknologi produksi yang lebih canggih, selera dan gaya hidup, jasa-jasa manajerial, serta berbagai praktek bisnis termasuk pemberlakuan dan pengaturan perjanjian kerjasama dan sebagainya.
Investasi asing langsung juga dapat berarti bahwa perusahaan dari negara penanam modal secara de facto dan de jure melakukan pengawasan terhadap asset (aktiva) yang ditanam di negara lain. Dengan cara demikian, investasi asing langsung dapat mengambil beberapa bentuk diantaranya pembentukan suatu perusahaan dimana perusahaan investor memiliki mayoritas saham, pembentukan suatu perusahaan di negara pengimpor yang hanya dibiayai oleh perusahaan yang terletak di negara investor untuk secara khusus di negara lain, atau dapat juga menaruh asset tetap di negara lain oleh perusahaan dari negara investor.
Menurut analisa neo-klasik tradisional, penanaman modal asing secara langsung merupakan hal yang sangat positif, karena hal tersebut dapat mengisi kekurangan tabungan yang dihimpun dari dalam negeri dan juga dapat menambah devisa serta membantu pembentukan modal domestik bruto.

B. Kebijakan Pemerintah Tentang Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia
            Pemerintah selalu mengupayakan arus modal masuk ke Indonesia semakin besar, ini diharapkan agar sesuai dengan semakin meningkatnya dana yang dibutuhkan untuk pembangunan, terutama untuk pembangunan di bidang ekonomi. Sesuai dengan kebutuhan dana pembangunan tersebut, maka pemerintah selalu berusaha untuk menarik dana investor asing dengan memberikan berbagai kemudahan melalui berbagai kebijakan.
            Adapun kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tentang penanaman modal asing yaitu Undang-Undang no.1 tahun 1967. Penanaman modal asing (PMA) yang dimaksudkan hanya investasi yang meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut ketentuan Undang-Undang yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia. Dengan pengertian bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko atas penanaman modal asing tersebut.
Adapun yang dibahas pada Undang-Undang ini antara lain adalah:
  1. Undang-Undang ini dengan jelas tidak mengatur perihal kredit atau peminjaman modal, melainkan hanya mengatur tentang Penanaman Modal Asing.
  2. Dengan demikian memberi kemungkinan perusahaan-perusahaan tersebut dijalankan dengan modal asing sebelumnya.
  3. Penanaman modal secara langsung (direct investment) dalam hal ini bukan hanya modal tetapi juga kekuasaan dan pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak asing, sepanjang segala sesuatunya memperoleh persetujuan dari pemerintah Indonesia dan sejauh mana kebutuhannya tidak melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.
  4. Penggunaan kredit dan resikonya ditanggung oleh investor tersebut.
Penanaman modal asing dalam Undang-Undang ini juga sebagai alat pembayaran luar negeri yang bukan merupakan bagian dari devisa Indonesia. Alat-alat perusahaan termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing serta bahan-bahan yang dimasukkan dari luar negeri ke wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut dibiayai oleh kekayaan devisa Indonesia. Bagian dari perusahaan yang berdasarkan Undang-Undang ini diperkenankan ditransfer tetapi digunakan untuk membiayai kembali perusahaan di Indonesia.

2.2      Kerangka Teoritis
 



BAB III
METODE PENELITIAN
            Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data dan informasi empiris untuk memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
            Ruang lingkup penelitian ini adalah mengenai utang luar negeri (foreign debt) dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebagai determinan pertumbuhan ekonomi periode 1986-2005.
3.2 Jenis dan Sumber Data
  1. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder (time series data).
  2. Kurun waktu time series data adalah 20 tahun (dari tahun 1986 sampai 2005).
  3. Sumber data : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara dan Bank Indonesia cabang Medan, serta berbagai situs yang berhubungan dengan penelitian.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah melakukan pencatatan langsung mengenai data yang dipergunakan seperti data jumlah utang luar negeri Indonesia, jumlah penanaman modal asing di Indonesia serta data pertumbuhan ekonomi Indonesia, dalam bentuk time series data dari tahun 1986-2005 (20 tahun).
3.4 Pengolahan Data
            Penulis menggunakan program komputer E-Views 4.1 untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini.

3.5 Model Analisis
Model analisis yang digunakan adalah model ekonometrika. Metode analisis yang dipakai dalam model adalah metode OLS (Ordinary Least Squares) atau Metode Kuadrat Terkecil Biasa. Metode ini dikemukakan oleh Carl Friedrich Gauss. Metode OLS adalah metode analisis regresi yang paling kuat dan populer.
            Utang luar negeri (foreign debt) dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebagai variabel-variabel independen yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai variabel dependen dapat dinyatakan dalam fungsi sebagai berikut:
            Y = f(X1, X2)
Dengan spesifikasi model ekonometrika:
            Y = + 1 X1 + 2 X2 +
Dimana:
Y                         = Pertumbuhan ekonomi yang diproxy dengan PDB Indonesia
       berdasarkan harga berlaku (Rp.Miliar)
X1                        = Utang luar negeri/foreign debt (US$ juta)
X2                        = Penanaman modal asing  (US$ juta)
α                          = intercept
1, 2                  = koefisien regresi
                        = term error (kesalahan pengganggu)
Dengan hipotesis:
1.       > 0, terdapat hubungan positif antara variabel X1 terhadap Y, asumsi ceteris paribus.
2.       > 0, terdapat hubungan positif antara variabel X2 terhadap Y, asumsi ceteris paribus.
3.6 Goodness of Fit (Uji Kesesuaian)
            Untuk melihat Goodness of Fit dari hipotesis tersebut maka perlu dilakukan uji statistik, yaitu:
3.6.1        Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variasi variabel-variabel independen secara bersama-sama mampu memberi penjelasan mengenai variasi variabel dependen.
3.6.2        T-test (Uji Parsial)
Uji parsial diperlukan untuk mengetahui apakah hubungan antara variabel independen secara individu dan variabel dependen signifikan atau tidak.
Rumus T-test :
Keterangan :
bi         = Koefisien variabel independen ke-i
b          = Nilai hipotesis nol
Sbi       = Simpangan baku dari variabel independen ke-i
Hipotesis :
            H0 : β = 0
            Ha : β ¹ 0

Kriteria Pengambilan Keputusan:
            H0 diterima apabila t-hitung > t-tabel
            Ha diterima apabila t-hitung < t-tabel
3.6.3        F-statistik (Uji Serempak)
            F-statistik (Uji Serempak) diperlukan untuk mengetahui hubungan antara seluruh variabel independen secara serempak (bersama-sama) terhadap variabel independen.
Rumus T-test :
Keterangan :
k          = jumlah variabel + intercept
R         = residual
Hipotesis :
            H0 :
            Ha :
Kriteria Pengambilan Keputusan:
            H0 diterima apabila F-hitung < F-tabel
            Ha diterima apabila F-hitung > F-tabel
3.7      Uji Asumsi Klasik
3.7.1        Multikolinearitas
            Multikolinearitas adalah suatu fenomena yang terjadi pada model regresi jika dua atau lebih variabel independen cenderung berubah dengan pola yang sama. Variabel-varabel tersebut biasanya punya hubungan yang sangat erat dan tidak mungkin dianalisis secara terpisah pengaruhnya terhadap variabel dependen. Pengaruhnya terhadap nilai taksiran :
  • Nilai-nilai koefisien tidak mencerminkan nilai yang benar.
  • Karena standar errornya tinggi maka kesimpulan tidak dapat diambil melalui t-test.
  • T-test tidak dapat dipakai untuk menguji keseluruhan hasil taksiran.
  • Tanda yang diharapkan pada hasil taksiran koefisien akan bertentangan menurut teori.
Adapun cara mengatasinya:
  • Salah satu variabel independen jangan diikutsertakan dalam menaksir model. Tetapi harus diperhatikan mungkin variabel tersebut secara teori berhubungan terhadap variabel dependen maka hasil taksiran akan menjadi bias.
  • Mendefinisikan kembali variabel-variabel tersebut.
  • Mencari informasi-informasi teori-teori yang berlaku.
  • Penambahan data-data.
3.7.2        Autokorelasi
            Istilah autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi disturbance error antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data deretan waktu) atau ruang (seperti dalam data cross-sectional). Model regresi linear klasik mengasumsikan autokorelasi tidak terdapat di dalamnya disturbansi atau gangguan ui (Gujarati, 1999: 201). Dilambangkan dengan :
E(uiuj) = 0      i ¹ j
Menurut Tintner, autokorelasi adalah korelasi ketinggalan waktu (lag correlation) suatu deretan tertentu dengan dirinya sendiri, tertinggal oleh sejumlah unit waktu. Faktor-faktor yang menyebabkan autokorelasi terjadi :
       Spatial autokorelasi
Biasanya terjadi pada data cross section. Fluktuasi atau perubahan aktivitas kegiatan ekonomi dari satu daerah akan mempengaruhi kegiatan ekonomi daerah terdekat karena ada keterkaitan ekonomi antara daerah tersebut.
       Pengaruh yang berkelanjutan (Prolonged Influence of Shocks)
Di mana hal ini sering terjadi pada time series data, yaitu faktor bencana alam dan faktor lain yang sangat mempengaruhi kegiatan ekonomi sehingga akan terasa pada periode berikutnya.
       Inersia (Psychological Conditioning)
Yaitu tindakan-tindakan atau pengaruh masa lalu yang akan masih mengganggu kegiatan atau aktivitas selanjutnya misalnya peningkatan suku bunga, pajak dan lain-lain.
       Manipulasi data
Yaitu adanya interpolasi data atau penambahan data.
       Bias spesifikasi (Mis Specification)
Karena tidak disertakannya variabel independen yang berhubungan di mana variabel independen tersebut sebenarnya turut mempengaruhi variabel dependen.
D-W Test (Uji Durbin-Watson)
            D-W test digunakan untuk mengetahui apakah dalam model terdapat autokorelasi ataupun antara disturbance error-nya.
Kriteria Pengambilan Keputusan:
Table 3.1 Kriteria Pengambilan Keputusan D-W Test

Nilai D-W berdasarkan estimasi
Model Regresi
Kesimpulan
(4-D.W.L)<DW<4

(4-DWU)<DW<(4-DWL)
2<DW<(4-DWU)
DWU<DW<2
DWL<DW<DWU
0<DW<DWL
Tolak H0. Terdapat serial korelasi negatif diantara disturbance error.
Tidak ada kesimpulan.
Terima H0.
Terima Ha.
Tidak ada kesimpulan.
Tolak H0. Terdapat serial korelasi positif diantara disturbance terms.

Bentuk hipotesis sebagai berikut:
H0 : p = 0 ® tidak ada serial korelasi
H0 : p ¹ 0 ® ada serial korelasi




Kurva D-W test dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 3.1 Kurva D-W Statistik

                                                      inconclusive
                                                                                                                                 


Autokorelasi (+)                                                                        Autokorelasi (-)
H0 diterima
(tidak autokorelasi)
   
 

  0               dl               du                     2                     4-du          4-dl             4
                                                                                                 

Jika beberapa di antara variabel independen tersebut merupakan lagged variables maka anggapan penggunaan D-W test tidak berlaku dalam mengetahui apakah pada model tersebut terdapat autokorelasi atau tidak. Sehingga oleh sebab itu Durbin (1978) mengembangkan D-W test menjadi h-statistik untuk mengetahui ada autokorelasi atau tidak dalam model tersebut :
di mana :
dw                   = Nilai D-W test
Var ()2         = Standar error
N                     = Jumlah observasi S

3.8 DEFENISI OPERASIONAL VARIABEL
1.      Pertumbuhan Ekonomi merupakan persentase kenaikan Produk Domestik Bruto tanpa memandang kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil daripada tingkat pertumbuhan penduduk atau perubahan dalam struktur ekonomi. Dalam hal ini dapat diproksi dengan PDB Indonesia berdasarkan harga berlaku dalam satuan miliar rupiah.
2.      Utang luar negeri (foreign debt) adalah pinjaman dana dari pihak asing kepada pihak Indonesia dalam hal ini baik dilakukan oleh pemerintah Indonesia maupun pihak swasta dan badan usaha lain dalam satuan juta dollar US.
3.      PMA adalah penanaman modal asing di Indonesia yang telah disetujui Pemerintah dalam satuan juta dollar US.
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1       Analisis Deskriptif
4.1.1    Perkembangan Kondisi Makroekonomi Indonesia
Perekonomian Indonesia sejak kemerdekaan menunjukkan perkembangan yang cukup menarik. Pertumbuhan ekonomi pada awal tahun 1960 tercatat 2% per tahun dan kemudian mengalami peningkatan di atas 6% per tahun pada periode 1984-1993. Dari tahun 2000 sampai 2004, perekonomian Indonesia tumbuh rata-rata 4,6% per tahun. Setelah mengalami penurunan 13,1% pada tahun 1998 akibat krisis ekonomi. Indikator perkembangan perekonomian Indonesia dihitung berdasarkan perkembangan PDB.
            Pada pertengahan tahun 1997, Indonesia dan negara-negara Asia lainnya diterpa oleh krisis ekonomi yang parah, sehingga pada tahun 1998 Indonesia mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 13,1%. Krisis ekonomi di negara-negara Asia pertama kali dimulai dengan terdepresiasinya mata uang Baht (Thailand). Kemudian depresiasi ini merembet dan menulari negara-negara Asia Tenggara lainnya termasuk Indonesia. Sehingga kondisi perekonomian Indonesia sangat parah.
            Namun, seiring berjalannya waktu, Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter di Indonesia, berusaha untuk ”mengobati” kondisi perekonomian Indonesia yang sedang sakit. BI berusaha menekan laju inflasi pada tahun 1998 sebesar 77,6% dengan menekan jumlah uang beredar di masyarakat melalui kenaikan tingkat suku bunga SBI. Pada saat itu diharapkan uang yang beredar di masyarakat akan terserap oleh bank-bank umum akibat dari tingkat suku bunga perbankan yang juga ikut naik. Sehingga pada tahun berikutnya, tahun 1999, dampak dari krisis ekonomi yang diakibatkan oleh inflasi yang dicap sebagai fenomena moneter mulai dapat dikendalikan. Dan PDB tumbuh sebesar 0,8%.
Tabel 4.1 Pertumbuhan Indonesia Ekonomi per Sektor
(%)
Periode/Tahun
Pertanian
Pertambangan
Industri
Pengolahan
Sektor Lain
Total
1986-1993
1994-1997
1998
1999
2000
2001-2004
3,3
2,3
-1,3
2,2
1,9
3,9
2,0
5,2
-2,8
-1,6
5,5
-1,0
11,6
10,0
-11,4
3,9
6,0
5,0
7,0
7,7
-19,2
-0,8
5,3
5,9
6,1
7,1
-13,1
0,8
4,9
4,6
Sumber: BPS Jakarta, 60 tahun Indonesia Merdeka, 2005.
Pada tabel dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi berangsur pulih walaupun secara perlahan. Setelah pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi sebesar 0,8%. Kemudian pada tahun 2000 menjadi 4,9%. Hal ini akibat dari mulainya Indonesia bangkit dari keterpurukan krisis ekonomi. Pada periode 2001-2004 pertumbuhan ekonomi berada sekitar 4,6%. Peningkatan pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi, setelah mengalami penurunan yang drastis sebesar 13,1% pada tahun 1998.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut didukung dan dicapai dengan syarat stabilitas makro ekonomi yang terjaga. Perkembangan inflasi pada tahun 2004 lebih tinggi dibandingkan tahun 2003, tetapi angka inflasi relatif terkendali pada tingkat 6,4% atau masih dalam kisaran sasaran 5,5% dengan deviasi +/-1%. Walaupun nilai tukar rupiah sempat mengalami pelemahan pada triwulan kedua tahun 2004. Pelemahan ini disebabkan oleh reaksi pasar terhadap peningkatan suku bunga luar negeri yang memicu terjadinya pembalikan aliran modal jangka pendek dan masih rentannya struktur penawaran valuta asing. Kastabilan makro ekonomi juga didukung oleh kesinambungan fiskal yang tetap terjaga, ditengah munculnya tekanan akibat kenaikan harga minyak dunia yang mendorong pembengkakan subsidi BBM. Sementara itu kinerja perbankan terus membaik, antara lain ditandai dengan meningkatnya penyaluran kredit yang didukung oleh penurunan suku bunga kredit dan tetap terjaganya stabilitas sistem perbankan.
Sedangkan pada tahun 2005 perekonomian Indonesia menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya harga minyak dunia dan struktur pengetatan kebijakan moneter global menyebabkan upaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan stabilitas makro ekonomi menjadi terkendala.
Ketergantungan kegiatan ekonomi domestik pada impor menyebabkan kondisi perekonomian secara struktural cukup rentan terhadap perubahan kondisi eksternal. Ekspansi ekonomi menjadi lebih lambat ketika kegiatan investasi terkendala oleh meningkatnya biaya produksi akibat kenaikan harga BBM dan belum tuntasnya berbagai peraturan–peraturan di bidang investasi dan pembangunan infrastruktur. Sementara itu, kegiatan konsumsi juga mengalami penurunan karena melemahnya daya beli masyarakat dan mulai meningkatnya suku bunga. Di sisi lain, kinerja ekspor juga belum begitu mengembirakan seiring dengan kondisi permintan global yang menurun dan melemahnya daya saing. Untuk keseluruhan tahun 2005, Bank Indonesia memperkirakan bahwa perekonomian dapat tumbuh sekitar 5,3% - 5,6%.
Dari stabilitas makro ekonomi, gejolak eksternal kenaikan harga minyak dunia dan siklus pengetatan moneter global sangat berpengaruh pada kestabilan makro ekonomi Indonesia. Kenaikan harga minyak dunia telah mengakibatkan lonjakan kenaikan permintaan valuta asing di pasar domestik. Kondisi ini diperberat oleh penyesuaian portofolio investor asing yang dengan cepat merespon perubahan suku bunga luar negeri dan masih terbatasnya Penanaman Modal Asing (foreign direct investment). Dalam pasar valuta asing kita yang masih relatif sedikit, kedua gejolak tersebut menimbulkan volatilitas nilai rupiah yang cukup tajam. Depresiasi nilai tukar dan kenaikan harga BBM pada akhirnya telah menyebabkan peningkatan inflasi secara signifikan. Dengan perkembangan ini laju inflasi pada tahun 2005 mencapai sekitar 18%. Sementara pada akhir tahun 2005 inflasi inti mencapai 9,5%.
4.1.2        Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan keinginan dari setiap negara yang sedang berkembang, ini dibutuhkan demi kelangsungan pembangunan ekonomi di negara tersebut. Pertambahan jumlah penduduk yang mengakibatkan kebutuhan ekonomi juga ikut meningkat, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahunnya. Hal ini hanya bisa didapat lewat peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya.
Pada pertengahan dekade 1980-an pemerintah mulai menghilangkan hambatan terhadap aktivitas ekonomi. Kebijakan ini ditujukan terutama pada sektor eksternal dan  finansial, dan dirancang untuk meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan di bidang ekspor non minyak. Dari tahun 1987-1997, PDB nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati angka 7%, dan banyak analis mengakui Indonesia sebagai negara ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang.
Indonesia, setelah mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi yang besar pada tahun 1998 sebesar 13,3%, sejak tahun 1999 perekonomian Indonesia mengalami peningkatan tiap tahun. Pada tahun 1999 ekonomi bertumbuh sekitar 0,79%, tahun 2000 sekitar 4,92%, tahun 2001 sekitar 3,4%, dan 2002 sekitar 3,66%.
Peningkatan pertumbuhan ini memberikan harapan bagi bangsa Indonesia untuk segera keluar dari krisis ekonomi, walaupun pertumbuhan masih di bawah target yang diinginkan. Hal ini memperlihatkan pemulihan perekonomian telah berjalan ke arah yang diharapkan dengan tingkat inflasi single digit.














Tabel berikut memberikan gambaran umum tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Tabel 4.2 PDB Indonesia berdasarkan Harga Berlaku
(Rp. Miliar)
Tahun
PDB berdasarkan Harga Berlaku
1986
     96.489,30
1987
   114.518,50
1988
   142.104,80
1989
   167.184,70
1990
   195.507,20
1991
   227.450,20
1992
   259.884,50
1993
   302.017,80
1994
   379.209,40
1995
   452.380,80
1996
   532.630,80
1997
   624.337,10
1998
   955.753,40
1999
1.099.731,60
2000
1.389.769,50
2001
1.684.280,50
2002
1.863.274,70
2003
2.036.351,90
2004
2.273.141,50
2005
2.729.708,20
Sumber: BPS Sumatera Utara, Indonesia dalam Angka, 2005.
Dalam bentuk grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.1 Grafik PDB Indonesia
PDB Indonesia atas dasar harga berlaku pada tahun 1998 tercatat sekitar Rp. 955,75 triliun, tahun 1999 sekitar Rp. 1.099,7 triliun, tahun 2000 sekitar Rp. 1.389,77 trilliun. Setahun kemudian nilainya menjadi Rp. 1.684,28 trilliun. Pada tahun 2002 nilai PDB Indonesia atas dasar berlaku telah mencapai Rp. 1.863,27 trilliun. Hal ini menunjukkan secara perlahan namun pasti, Indonesia berusaha memperbaiki kondisi perekonomian. Dengan meningkatnya PDB, maka diharapkan akan meningkat pertumbuhan ekonomi sehingga Indonesia dapat memiliki pembangunan ekonomi yang sehat.
            Selanjutnya pada tahun 2003 PDB Indonesia meningkat sebesar 4,10% dibandingkan tahun 2002. Pertumbuhan ini terjadi pada semua sektor ekonomi. Perekonomian Indonesia tahun 2003 yang diukur berdasarkan nilai PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp. 2.036,35 triliun. Pertumbuhan ekonomi  Indonesia pada tahun 2003 yang tumbuh sebesar 4,10% digerakkan oleh semua  komponen  PDB seperti pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi baik PMDN maupun PMA serta ekspor dan impor.
Pada tahun 2004 nilai PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp. 2.273,14 triliun, dengan pertumbuhan mencapai 5,13% dibanding tahun 2003. Pada tahun 2005 nilai PDB menurut harga berlaku Rp. 2.729,71 triliun, lebih besar dari nilai PDB tahun sebelumnya. Namun pada tahun 2005 inflasi melonjak tinggi sekitar 22%. Hal ini dikarenakan adanya kenaikan harga administered price seperti naiknya harga BBM dan isu kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Hal ini mengakibatkan adanya penurunan nilai PDB riil dalam masyarakat.
4.1.3        Perkembangan Utang Luar Negeri (foreign debt) Indonesia
Pada dasarnya, dalam proses pelaksanaan pembangunan ekonomi di negara berkembang seperti di Indonesia, akumulasi utang luar negeri merupakan suatu gejala umum yang wajar. Hal tersebut disebabkan tabungan dalam negeri yang rendah sehingga tidak memungkinkan dilakukannya investasi yang memadai, sehingga jalan alternatif lainnya ialah dengan menarik dana atau pinjaman dari luar negeri.
Utang luar negeri (foreign debt) mulai berkembang di Indonesia sejak pemerintah Indonesia menganut sistem devisa bebas. Sejak bulan agustus 1971, sistem devisa bebas mulai diterapkan di Indonesia. Pemerintah tidak lagi membatasi modal yang akan dibawa masuk atau keluar negeri.


Tabel 4.3 Utang Luar Negeri (foreign debt) Indonesia
(US $ Juta)
Tahun
Utang Luar Negeri
1986
17.242,50
1987
33.412,10
1988
32.131,90
1989
56.387,70
1990
58.242,00
1991
65.067,00
1992
69.945,00
1993
71.185,00
1994
88.367,00
1995
98.432,00
1996
96.706,00
1997
100.326,00
1998
122.033,00
1999
120.567,00
2000
110.934,00
2001
133.073,00
2002
131.343,00
2003
135.401,00
2004
137.024,00
2005
134.967,50
Sumber: Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Berbagai Edisi
Dalam bentuk grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.2 Grafik Utang Luar Negeri Indonesia
Utang luar negeri (foreign debt) pada dasarnya memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, tetapi juga merupakan salah satu penyebab utama keterpurukan perekonomian Indonesia. Ini disebabkan karena semakin basarnya beban utang luar negeri Indonesia baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta asing yang harus ditanggung. Tanpa adanya keringanan utang (debt relief), terutama berupa penghapusan sebagian beban utang luar negeri, Indonesia diramalkan akan terjerumus ke dalam krisis yang lebih besar.
Pada pertengahan dasawarsa 1990-an sebetulnya sudah tampak terjadinya penurunan utang luar negeri Indonesia, yang sebagian disebabkan juga oleh perubahan nilai tukar mata uang. Namun demikian, trend penurunan ini akhirnya berbalik menjadi suatu lonjakan tajam pada tahun 1997 sebesar 100.326 juta US dollar, hal ini disebabkan karena terjadinya krisis ekonomi di Indonesia. Tetapi pada tahun 1999 terjadi penurunan sedikit lalu kembali meningkat pada tahun berikutnya. Penurunan dan perkembangan yang cukup stabil kembali terjadi setelah tahun 2002 seiring pemulihan perekonomian Indonesia.
Tabel 4.4 Indikator Beban Utang Luar Negeri Indonesia (%)
Indikator
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
DSR
Posisi Utang/PDB
44,5
62,2
57,9
146,3
56,8
103,3
44,8
84,3
41,4
87,1
33,1
71,6
33,8
67,2
Sumber: Bank Indonesia, Laporan Tahunan Bank Indonesia, berbagai penerbitan
Indonesia, sebagai salah satu negara pengutang terbesar, masalah utang, baik peranannya dalam pembangunan, implikasi dan kemauan melakukan pembayaran bunga dan cicilan utang merupakan hal yang perlu dikaji lebih lanjut. Dengan mengamati ketahanan ekonomi Indonesia saat ini, sangat sulit mengatakan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap utang luar negeri akan berkurang untuk setidak-tidaknya sepuluh tahun ke depan. Hal ini disebabkan karena masalah utang luar negeri yang dihadapi Indonesia telah mencapai tahap yang demikian kompleks sehingga sulit untuk diupayakan pemecahan dalam waktu yang definitif.
Periode 1997 sampai 2001 misalnya, rasio pembayaran utang (debt service ratio/DSR)­ Indonesia sudah mencapai angka di atas 40 persen. Karena itu cara-cara konvensional, yaitu ”gali lubang tutup lubang” dalam mengatasi masalah utang luar negeri seperti yang selama ini dilakukan oleh pemerintah hanya akan memperburuk dan memperpanjang krisis ini. Sebenarnya, penjadwalan kembali utang (debt rescheduling) lewat moratorium pun hanya akan menunda proses kebangkrutan dan bukan solusi jangka menengah apalagi jangka panjang atas masalah pembiayaan ekonomi Indonesia.
Nisbah DSR, nisbah total utang terhadap ekspor dan total utang terhadap PDB pada tahun 2000 menunjukkan angka yang relatif membaik dari tahun sebelumnya, yakni 103,3 persen ditahun 1999 menjadi 84,3 persen ditahun 2000. Namun demikian angkanya masih relatif tinggi dan cukup berbahaya, karena telah jauh melebihi angka 10% - 20%. Angka nisbah tersebut mencerminkan ketergantungan perekonomian Indonesia yang tinggi terhadap utang luar negeri.
Rasio utang terhadap PDB dapat dilihat sebagai kriteria untuk mengecek kesehatan keuangan suatu negara, dimana rasio di atas 50 persen menunjukkan bahwa pinjaman luar negeri Indonesia sudah membebani lebih dari 50 persen pendapatan nasional. Beberapa penelitian bahkan menyatakan, kontribusi utang terhadap pertumbuhan ekonomi akan menjadi negatif apabila rasio utang terhadap PDB telah melampaui 50 persen.  Oleh karena itu tidak mengherankan apabila negara-negara sedang berkembang banyak yang memberi standar rasio utang terhadap PDB di atas 60 persen sebagai lampu kuning. Pemerintah Indonesia juga memiliki motivasi dan komitmen yang kuat untuk membawa rasio utang tarhadap PDB di bawah 50 persen di tahun 2006, mengingat institusi-institusi Indonesia sebagai negara berkembang belum sekuat negara maju.
Jumlah utang luar negeri Indonesia yang besar pada akhirnya harus dibandingkan dengan asset-asset kekayaan yang ada di Indonesia. Selain asset BUMN, pemerintah masih memiliki kekayaan yang sangat besar dalam bentuk sumber daya alam yang belum dieksploitasi dengan baik. Dalam hal ini ketergantungan neraca pembayaran maupun APBN pada hasil sumber daya alam masih sangat tinggi sehingga seharusnya dapat mengurangi beban utang luar negeri Indonesia yang masih sangat besar.
4.1.4    Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA), penanaman modal asing meliputi penanaman modal asing secara langsung yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia. Dalam hal ini, pemilik modal secara langsung menanggung resiko atas penanaman modal tersebut, dan juga penanaman modal asing melalui portofolio atau surat-surat berharga.
Penanaman modal asing yang disetujui pemerintah adalah nilai investasi proyek baru, perluasan dan alih status. PMA terdiri dari saham peserta Indonesia, saham peserta asing, dan modal pinjaman. Jumlah kumulatif rencana PMA adalah jumlah seluruh rencana PMA yang disetujui pemerintah sejak tahun 1967 dengan memperhitungkan pembatalan, perluasan, perubahan, penggabungan, pencabutan, dan pengalihan status dari PMA ke PMDN atau sebaliknya.
Arus penanaman modal asing langsung meliputi modal ekuitas (equity capital), pendapatan yang diinvestasikan kembali (reinvested earnings), dan utang intra-perusahaan (intra-company loan) maupun utang kepada perusahaan induknya.
Selama kekuasaan rezim Orde Lama Indonesia sempat melarang masuknya modal asing, khususnya modal-modal yang berasal dari negara-negara barat. Namun, pada masa pemerintahan orde baru sengat mendorong masuknya modal asing guna menunjang proses pembangunan nasional. Ini tercermin dari kebijakan pemerintah pada waktu itu yang terlebih dahulu menerbitkan Undang-Undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing kemudian baru menerbitkan Undang-Undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Artinya, pemerintah pada saat itu melihat investasi sangat diperlukan sekali, untuk membantu pemulihan perekonomian dalam negeri yang pada saat itu sedang terpuruk, terutama modal yang berasal dari pihak asing.
Tabel 4.5 Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia
(US $ Juta)
Tahun
Penanaman Modal Asing
1986
826,20
1987
1.457,10
1988
4.434,50
1989
4.718,80
1990
8.750,10
1991
8.778,20
1992
10.340,00
1993
8.141,80
1994
23.724,30
1995
39.914,70
1996
29.931,40
1997
33.832,50
1998
13.567,70
1999
10.890,60
2000
15.413,10
2001
15.045,10
2002
9.744,10
2003
13.207,20
2004
10.277,30
2005
13.579,30
Sumber: Badan Pusat Statistik, Indonesia dalam Angka, 2005
Dalam bentuk grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.3 Grafik Penanaman Modal Asing di Indonesia
Sebelum krisis nilai PMA terus mengalami peningkatan sampai pada puncaknya tahun 1997 sebesar US$ 33.832 juta. PMA pada tahun 1997 meningkat sekitar 11,5% dari tahun sebelumnya. Namun pada tahun 1998, setelah Indonesia mengalami kondisi inflasi yang tinggi dan faktor ekonomi maupun nonekonomi yang tidak begitu mendukung mengakibatkan turunnya minat investor asing untuk menanamkan modalnya ke Indonesia. Sehingga hal ini mengakibatkan nilai PMA turun lebih dari 100%. Begitu juga pada tahun 1999, nilai PMA mengalami penurunan sekitar sebesar 24,6%. Pada tahun 2000 PMA mulai menampakkan peningkatan sekitar 19,34%. Pada tahun 2001 PMA hanya sedikit mengalami penurunan sehingga berada pada posisi US$ 15.045 juta. Periode tahun 2001-2005 nilai PMA tidak begitu stabil. Namun secara perlahan mengalami peningkatan, walaupun diiringi dengan penurunan nilai PMA. Hal ini ditandai dengan meningkatnya nilai PMA pada tahun 2005 sekitar 24,32% dibandingkan dengan nilai PMA tahun sebelumnya.
Investasi asing dalam bentuk portofolio juga memberi dampak pada pemasukan modal dalam negeri. Namun berbeda dengan investasi langsung, investasi portofolio tidak diwujudkan dalam asset langsung tetapi dalam surat-surat berharga.
Sejak tahun 1998, transaksi modal pada neraca pembayaran mengalami defisit. Hal ini disebabkan krisis moneter yang menerpa Indonesia pada waktu itu dan mengakibatkan country risk di Indonesia semakin meningkat, sehingga para investor asing menarik modalnya.
Akan tetapi seiring berjalannya waktu, sejak tahun 2002 modal asing tersebut kembali memberi dampak positif bagi perekonomian Indonesia dan terus semakin meningkat. Hal tersebut membuktikan bahwa investor asing mulai memberi kepercayaan untuk berinvestasi lagi di Indonesia.
4.2              Hasil Evaluasi Dan Interpretasi Data
4.2.1        Pengujian Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat
Dari hasil analisis regresi linier berganda dengan menggunakan metode OLS, dapat ditarik suatu bentuk model persamaan untuk analisis Pengaruh Utang Luar Negeri (foreign debt), dan Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
Fungsinya adalah sebagai berikut:
Y = f (X1, X2)

Spesifikasi model ekonometrik setelah dilogaritmakan:
LY =  + 1 LX1 + 2 LX2 +
Di mana:
Y               =    Pertumbuhan Ekonomi yang diproxy dengan PDB Indonesia
                        berdasarkan harga berlaku (Rp.Miliar)
X1              =    Utang Luar Negeri/foreign debt (US $ Juta)
X2              =    Penanaman Modal Asing/PMA (US $ juta)
              =    intercept
1, 2       =    koefisien regresi
              =    term error (kesalahan pengganggu)
Berdasarkan regresi linear berganda dengan menggunakan bantuan program komputer E.Views 4.1 yaitu Metode OLS (Ordinary Least Square) diperoleh hasil estimasi sebagai berikut:
LY          =    -9.087186 + 2.373534LX1 – 0.492255LX2
Standard error          (2.042280)   (0.268114)       (0.160746)
t-statistik                  (-4.449530)  (8.852696)       (-3.062317)
R2                       =    0.879683
Adjusted R2       =    0.865528                              F-statistik              =  62.14694
D-W Statistik     =    1.633683                              Probabilitas           =  0.000000
Model ekonometrika ini menggunakan  = 1%  dengan tingkat kepercayaan 99%.

4.2.2    Interpretasi Data
Dari persamaan regresi yang telah diperoleh maka dapat dibuat interpretasi terhadap model ataupun hipotesa yang telah diambil sebelumnya. Adapun hasil interpretasi adalah sebagai berikut:
1.      Utang luar negeri (foreign debt) mempunyai pengaruh positif terhadap PDB Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari koefisien X1 sebesar 2.373534 yang artinya bahwa setiap kenaikan 1% utang luar negeri (foreign debt) akan mengakibatkan kenaikan PDB sebesar 2.37%, dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal
2.      Penanaman modal asing (PMA) mempunyai pengaruh negatif terhadap PDB Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari koefisien X2 sebesar 0.492255 yang artinya bahwa setiap kenaikan 1% penanaman modal asing (PMA) akan mengakibatkan penurunan PDB sebesar 0.49%, dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal. Hal ini terjadi dikarenakan oleh tidak semuanya modal yang ditanamkan oleh pihak asing tersebut benar-benar berhasil dilakukan di Indonesia, tetapi ada juga modal tersebut yang lari ke luar negeri (capital cercular outflow) yang dapat disebabkan oleh banyak faktor, baik itu oleh faktor intern di dalam negeri itu sendiri maupun oleh faktor ekstern dari luar negeri. Hal ini juga bisa terjadi dikarenakan pengaruh penanaman modal asing tersebut baru benar-benar tampak nyata pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang, artinya tidak bisa dirasakan langsung oleh perekonomian pada saat modal itu ditanamkan, melainkan sepuluh atau 15 tahun kemudian.

4.2.3        Goodness of Fit Test (Uji Kesesuaian)
a.      Koefisien Determinasi (R2)
Dari hasil regresi didapat nilai R2 sebesar 0.879683. Hal ini menggambarkan bahwa variabel-variabel independen secara bersama-sama mampu memberi penjelasan mengenai variabel dependen sebesar 88 % atau 0,88. Adapun 12% lagi dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model atau dijelaskan dalam term of error ().
b. T-test (Uji Parsial)
1). Utang Luar Negeri (foreign debt)
·          = 1%;
df = n-m-1 = 20-2-1 = 17
·         t-tabel = 2,898
·         t-hitung = 8,852696
·         Kriteria pengambilan keputusan:
H0 diterima jika t-hitung < t-tabel yang berarti tidak signifikan
Ha diterima jika t-hitung > t-tabel yang berarti signifikan
·         Keputusan:
Ha diterima; karena t-hitung > t-tabel yaitu 8,852696 > 2,898. Ini berarti bahwa variable utang luar negeri (foreign debt) berpengaruh nyata (signifikan) terhadap PDB Indonesia pada tingkat kepercayaan 99%.

Gambar 4.4
T-test Utang Luar Negeri (foreign debt)
 


                                                                                                                        Ha diterima                                                                 
 H0 diterima
 

   
 

       -2,898                            0                            2,898               8,852696

2). Penanaman Modal Asing (PMA)
·          = 1%;
df = n-m-1 = 20-2-1 = 17
·         t-tabel = 2,898
·         t-hitung = -3.062317
·         Kriteria pengambilan keputusan:
H0 diterima jika t-hitung < t-tabel yang berarti tidak signifikan
Ha diterima jika t-hitung > t-tabel yang berarti signifikan
·         Keputusan:
Ha diterima; karena t-tabel > t-hitung yaitu -2,898 > -3.062317. Ini berarti bahwa variable penanaman modal asing (PMA) berpengaruh nyata (signifikan) terhadap PDB Indonesia pada tingkat kepercayaan 99%.         

Gambar 4.5
T-test Penanaman Modal Asing (PMA)

 

                                                                                                                        Ha diterima                                                                 
 H0 diterima
 

   
 

-3.062317   -2,898                            0                            2,898              

c.   F-test (Uji Serempak)
Untuk mengetahui apakah variable utang luar negeri (foreign debt), dan variable pananaman modal asing (PMA), secara bersama-sama mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang telah diproxy dengan PDB melalui F-test.
·          = 1%;
N1 = k-1 = 2-1 = 1
N2 = n-k = 20-2 = 18
·         F-tabel = 8,29
·         F-hitung = 62,14694
·         Kriteria Pengambilan Keputusan:
H0 diterima jika F-hitung < F-tabel
Ha diterima jika F-hitung > F-tabel
·         Keputusan;
Ha diterima, karena F-hitung > F-tabel yaitu 62,14694 > 8,29. Ini berarti bahwa variable utang luar negeri (foreign debt) dan variable penanaman modal asing (PMA) secara serempak berpengaruh nyata terhadap variable pertumbuhan ekonomi Indonesia secara nyata.
Gambar 4.6
F-test Utang Luar Negeri (foreign debt)
dan Penanaman Modal Asing (PMA)
 













    0                                         8,29                                                   62,14694

4.2.4        Uji Asumsi Klasik
a.   Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah hubungan yang kuat antara independen suatu model estimasi. Untuk mendeteksi multikolinearitas dapat dilakukan dengan meregres antar variabel-variabel independent. Adapun konsekuensi multikolinearitas, yaitu:
1)      R2 tinggi
2)      Standar error tak terhingga
3)      Koefisien tidak signifikan (t-statistik rendah)
4)      Tanda besaran variabel berubah.
            Dengan melakukan R-square dapat diketahui apakah antar variabel dalam model bersifat multikolinearitas atau tidak.
Untuk mendeteksi keberadaan multikolinearitas dapat dilakukan dengan meregres antarvariabel independen atau meregres variabel dependen terhadap masing-masing variabel independen. Adapun fungsinya setelah melogaritmakan variabel-variabel yaitu:
LX1 = f (LX2)
Sehingga bentuk model yang akan diregres dengan melogaritmakan variabel-variabel, yaitu:
LX1 =  + LX2 +
Adapun hasil regres antar variable independen adalah:
LX1           = 6.860389 + 0.481178LX2
t-statistik   = (8.793126)  (5.707885)  
Std error    = (0.780199)  (0.084301)
R2              = 0.644128
Berdasarkan hasil pengolahan data E.Views 4.1 di atas dapat diketahui bahwa hasil regres untuk R2 menunjukkan angka 0.644128, yang tidak lebih besar dari R2 hasil regres antar variabel dependen dan independent, yaitu 0.879683. Disamping itu, dapat dilihat juga bahwa standar error yang dihasilkan juga rendah. Dari hasil perbandingan inilah dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat multikolinearitas di dalam model ini.
b.   Autokorelasi
Autokorelasi dapat diketahui melalui Uji Durbin-Watson (D-W Test), adalah pengujian yang digunakan untuk menguji ada atau tidak adanya korelasi serial dalam model astimasi atau untuk mengetahui apakah di dalam model yang digunakan terdapat autokorelasi diantara variabel-variabel yang diamati. Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam Uji D-W adalah sebagai berikut:
  1. Menentukan hipotesis yang akan diuji
  2. Penentuan level pengujian, dimana  = 1%
  3. Penentuan statistik pengujian Durbin-Watson
  4. Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

Table 4.6 Kriteria Pengambilan Keputusan D-W test

Nilai D-W berdasarkan estimasi
Model Regresi
Kesimpulan
(4-D.W.L)<DW<4

(4-DWU)<DW<(4-DWL)
2<DW<(4-DWU)
DWU<DW<2
DWL<DW<DWU
0<DW<DWL
Tolak H0. Terdapat serial korelasi negatif diantara disturbance error.
Tidak ada kesimpulan.
Terima H0.
Terima Ha.
Tidak ada kesimpulan.
Tolak H0. Terdapat serial korelasi positif diantara disturbance terms.

Berdasarkan hasil pengolahan data pada E.Views 4.1, maka Uji D-W adalah sebagai berikut:
  •  = 1%; k = 2; n = 20
  • dL = 0.863;
  • 4-dL = 3.137
  • dU = 1.271
  • 4-dU = 2.729
  • D-W statistik = 1.63368
  • Kriteria pengambilan keputusan
D-W stat = 1.634 berarti dU< D-W < 2 (1.271 < 1.634 < 2)

Gambar 4.7
Hasil D-W Statistik
                                                      Inconclusive
                                                                                                                                 


Autokorelasi (+)                                                                        Autokorelasi (-)
H0 diterima
(tidak autokorelasi)
   
 

  0           0.863          1.271    1.634    2                    2.729         3.137             4
                                                                                                 


  • Kesimpulan: tidak ada autokorelasi
Berdasarkan hasil di atas bahwa D-W statistik = 1.63368, menyatakan bahwa tidak adanya autokorelasi pada data-data tersebut karena berada diantara dU dan 2 (1.271 < 1.634 < 2). Dengan  = 1% atau tingkat kepercayaan 99%.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain sebagai berikut:
  1. Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kurun waktu penelitian menunjukkan perkembangan yang fluktuatif dengan rata-rata pertumbuhan PDB nyata pertahun mendekati 7 persen selama periode 1987-1997. Pada tahun 2003 meningkat sebesar 4,10%, tahun 2004 tumbuh mencapai 5,13% dibanding tahun 2003. Pada tahun 2005 nilai PDB Rp. 2.729,71 triliun, lebih besar dari nilai PDB tahun sebelumnya.
  2. Perkembangan utang luar negeri (foreign debt) Indonesia selama kurun waktu penelitian menunjukkan perkembangan yang fluktuatif pada pertengahan dasawarsa 1990-an sebetulnya sudah tampak terjadinya penurunan, namun berbalik menjadi suatu lonjakan tajam pada tahun 1997 sebesar 100.326 juta US dollar, pada tahun 1999 terjadi penurunan sedikit lalu kembali meningkat pada tahun berikutnya. Penurunan dan perkembangan yang cukup stabil kembali terjadi setelah tahun 2002 seiring pemulihan perekonomian Indonesia.
  3. Perkembangan nilai penanaman modal asing (PMA) di Indonesia selama kurun waktu penelitian menunjukkan perkembangan yang fluktuatif puncaknya tahun 1997 meningkat sekitar 11,5% dari tahun sebelumnya. Namun pada tahun 1998, nilai PMA turun lebih dari 100%. Begitu juga pada tahun 1999, nilai PMA mengalami penurunan sekitar sebesar 24,6%. Pada tahun 2000 PMA mulai menampakkan peningkatan sekitar 19,34%. Periode tahun 2001-2005 nilai PMA tidak begitu stabil. Namun secara perlahan mengalami peningkatan, walaupun diiringi dengan penurunan nilai PMA. Hal ini ditandai dengan meningkatnya nilai PMA pada tahun 2005 sekitar 24,32% dibandingkan dengan nilai PMA tahun sebelumnya.
  4. Berdasarkan hasil estimasi dengan menggunakan metode OLS, menunjukkan pengaruh utang luar negeri (foreign debt) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia memiliki pengaruh yang positif sedangkan penanaman modal asing menunjukkan pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kurun waktu 1986-2005.

5.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan oleh penulis, yaitu:
  1. Pemerintah harus lebih mempertegas Undang-Undang yang berlaku, khususnya peraturan mengenai arus investasi asing di Indonesia. Arus modal yang masuk lewat investasi asing maupun utang luar negeri (jangka panjang) memberi kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi, tetapi akan lebih baik jika Indonesia dapat meningkatkan investasi berdasarkan potensi yang ada di Negara Indonesia sendiri.
  2. Pemerintah harus dapat mempertahankan grafik pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dan diharapkan grafik ini akan terus meningkat seiring dengan kembali kondusifnya iklim investasi di Indonesia sehingga dapat tercermin melalui peningkatan pendapatan nasional Indonesia.
  3. Pengelolaan utang luar negeri (foreign debt) kiranya dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, salah satunya melalui penerapan Undang-Undang Surat Utang Negara (SUN). Guna memberikan alternatif penting bagi pembiayaan pembangunan di masa mendatang.
  4. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia yang handal dibidangnya, agar dapat mengimbangi kemajuan teknologi, perkembangan globalisasi yang tidak mengenal batas territorial suatu negara, sistem persaingan usaha yang sehat dan lain sebagainya. Sehingga dampak positif dari kehadiran modal asing, utang luar negeri serta perdagangan internasional dapat dioptimalkan lagi dan dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya.
5.      DAFTAR ISI
6.       
7.      ABSTRACT ...........................................................................................       i
8.      KATA PENGANTAR ...........................................................................      ii
9.      DAFTAR ISI ..........................................................................................      v
10.  DAFTAR TABEL ..................................................................................     viii
11.  DAFTAR GAMBAR .............................................................................      ix
12.  DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................      x
13.  BAB I...................................................................................................... PENDAHULUAN                       1
14.     1.1    Latar Belakang ............................................................................      1
15.     1.2    Perumusan Masalah ....................................................................      5
16.     1.3    Hipotesis .....................................................................................      5
17.     1.4    Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................      5
18.  BAB II..................................................................................................... URAIAN TEORITIS                   7
19.     2.1    Tinjauan Teoritis .........................................................................      7
20.              2.1.1    Pertumbuhan Ekonomi ...................................................      7
21.              2.1.2    Neraca Pembayaran (Balance of Payment) .....................     21
22.              2.1.3    Utang Luar Negeri (Foreign Debt) .................................     27
23.              2.1.4    Penanaman Modal Asing (PMA) ....................................     30
24.     2.2    Kerangka Teoritis ........................................................................     33
25.  BAB III          METODE PENELITIAN ..............................................     34
26.     3.1    Ruang Lingkup Penelitian ..........................................................     34
27.     3.2    Jenis dan Sumber Data ...............................................................     34
28.     3.3    Teknik Pengumpulan Data ..........................................................     34
29.     3.4    Pengolahan Data .........................................................................     34
30.     3.5    Model Analisis ............................................................................     35
31.     3.6    Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ...............................................     36
32.              3.6.1    Koefisien Determinasi (R2) .............................................     36
33.              3.6.2    T-test (Uji Parsial) ...........................................................     36
34.              3.6.3    F-statistik (Uji Serempak) ...............................................     37
35.     3.7    Uji Asumsi Klasik .......................................................................     37
36.              3.7.1    Multikolinearitas .............................................................     37
37.              3.7.2    Autokorelasi ....................................................................     38
38.     3.8    Defenisi Operasional Variabel ....................................................     42
39.  BAB IV          ANALISA DAN PEMBAHASAN ...............................     43
40.     4.1    Analisis Deskriptif ......................................................................     43
41.              4.1.1    Perkembangan Kondisi Makroekonomi Indonesia .........     43
42.              4.1.2    Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ..........     46
43.              4.1.3    Perkembangan Utang Luar Negeri (foreign debt)
44.                          Indonesia ........................................................................     50
45.              4.1.4    Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) di
46.                          Indonesia ........................................................................     55
47.     4.2    Hasil Evaluasi dan Interpretasi Data ..........................................     58
48.              4.2.1    Pengujian Pengaruh Variabel Bebas Terhadap
49.                          Variabel Terikat ..............................................................     58
50.              4.2.2    Interpretasi Data .............................................................     60
51.              4.2.3    Goodness of Fit Test (Uji Kesesuaian) ...........................     61
52.              4.2.4    Uji Asumsi Klasik ...........................................................     64
53.  BAB V            KESIMPULAN DAN SARAN .....................................     68
54.     5.1    Kesimpulan .................................................................................     68
55.     5.2    Saran ...........................................................................................     69
56.  DAFTAR PUSTAKA
57.  LAMPIRAN
58.  DAFTAR TABEL
59.  No. Tabel                                                                                                 Judul                    Hal
60.  Tabel 2.1.................................................................................................. Skema Neraca Pembayaran                    24
61.  Tabel 2.2.................................................................................................. Transaksi Positif dan Negatif dalam Neraca Pembayaran ................................................................................     25
62.  Tabel 3.1.................................................................................................. Kriteria Pengambilan Keputusan D-W Test ........................................................................................................ 40
63.  Tabel 4.1.................................................................................................. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia per Sektor ......................................................................................................     44
64.  Tabel 4.2.................................................................................................. PDB Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku ....................................................................................................     47
65.  Tabel 4.3.................................................................................................. Utang Luar Negeri (foreign debt) Indonesia ................................................................................................     49
66.  Tabel 4.4.................................................................................................. Indikator Beban Utang Luar Negeri Indonesia ................................................................................................     51
67.  Tabel 4.5.................................................................................................. Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia ................................................................................................     54
68.  Tabel 4.6.................................................................................................. Kriteria Pengambilan Keputusan D-W Test ........................................................................................................ 63
69.  DAFTAR GAMBAR
70.   
71.  No. Gambar                                                                                             Judul                    Hal
72.  Gambar 2.1.............................................................................................. Jumlah Penduduk Optimal                          11
73.  Gambar 3.1.............................................................................................. Kurva D-W Statistik                     41
74.  Gambar 4.1.............................................................................................. Grafik PDB Indonesia                  49
75.  Gambar 4.2.............................................................................................. Grafik Utang Luar Negeri Indonesia               .................................................................................................. 52
76.  Gambar 4.3.............................................................................................. Grafik Penanaman Modal Asing di Indonesia.................................................................................................     57
77.  Gambar 4.4.............................................................................................. T-test Utang Luar Negeri (foreign debt)       .................................................................................................. 62
78.  Gambar 4.5.............................................................................................. T-test Penanaman Modal Asing (PMA)    .................................................................................................. 63
79.  Gambar 4.6.............................................................................................. F-test Utang Luar Negeri (foreign debt) dan Penanaman
80.                 Modal Asing (PMA).................................................................     64
81.  Gambar 4.7.............................................................................................. Hasil D-W Statistik                       67
82.  Lampiran 1:   Data Statistik Utang Luar Negeri (foreign debt) Indonesia, Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia dan PDB Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku

Tahun
PDB Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku (Rp. Miliar)
Utang Luar Negeri (foreign debt) Indonesia
(US $ Juta)
Penanaman Modal Asing di Indonesia
(US $ Juta)
1986
96.489,30
17.242,50
826,20
1987
114.518,50
33.412,10
1.457,10
1988
142.104,80
32.131,90
4.434,50
1989
167.184,70
56.387,70
4.718,80
1990
195.507,20
58.242,00
8.750,10
1991
227.450,20
65.067,00
8.778,20
1992
259.884,50
69.945,00
10.340,00
1993
302.017,80
71.185,00
8.141,80
1994
379.209,40
88.367,00
23.724,30
1995
452.380,80
98.432,00
39.914,70
1996
532.630,80
96.706,00
29.931,40
1997
624.337,10
100.326,00
33.832,50
1998
955.753,40
122.033,00
13.567,70
1999
1.099.731,60
120.567,00
10.890,60
2000
1.389.769,50
110.934,00
15.413,10
2001
1.684.280,50
133.073,00
15.045,10
2002
1.863.274,70
131.343,00
9.744,10
2003
2.036.351,90
135.401,00
13.207,20
2004
2.273.141,50
137.024,00
10.277,30
2005
2.729.708,20
134.967,50
13.579,30
Lampiran 2: Hasil Pengolahan Data E.Views 4.1


Dependent Variable: LPDB
Method: Least Squares
Date: 01/23/07   Time: 23:14
Sample: 1986 2005
Included observations: 20
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob. 
C
-9.087186
2.042280
-4.449530
0.0004
LULN
2.373534
0.268114
8.852696
0.0000
LPMA
-0.492255
0.160746
-3.062317
0.0071
R-squared
0.879683
    Mean dependent var
13.18013
Adjusted R-squared
0.865528
    S.D. dependent var
1.084752
S.E. of regression
0.397783
    Akaike info criterion
1.131659
Sum squared resid
2.689926
    Schwarz criterion
1.281018
Log likelihood
-8.316585
    F-statistic
62.14694
Durbin-Watson stat
1.633683
    Prob(F-statistic)
0.000000

Lampiran 3: Hasil Uji Multikolinearitas


Dependent Variable: LULN
Method: Least Squares
Date: 01/25/07   Time: 21:14
Sample: 1986 2005
Included observations: 20
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob. 
C
6.860389
0.780199
8.793126
0.0000
LPMA
0.481178
0.084301
5.707885
0.0000
R-squared
0.644128
    Mean dependent var
11.29125
Adjusted R-squared
0.624357
    S.D. dependent var
0.570561
S.E. of regression
0.349695
    Akaike info criterion
0.831129
Sum squared resid
2.201160
    Schwarz criterion
0.930702
Log likelihood
-6.311293
    F-statistic
32.57995
Durbin-Watson stat
0.723842
    Prob(F-statistic)
0.000021

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Anggito. 2000. Ekonomi Indonesia Baru, Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Boediono, 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Yogyakarta: BPFE UGM Yogyakarta.
Djamin, Zulkarnain, 1996. Masalah Utang Luar Negeri Bagi Negara Berkembang, Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Gujarati, Damodar dan Sumarno Zain, 1999. Ekonometrika Dasar, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Hady, Hamdy, 2001. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional, Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
Harinowo, Cyrillus, 2002. Utang Pemerintah, Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kamaluddin, Rustian, 1998. Perdagangan dan Pinjaman Luar Negeri, Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Mudrajat, Kuncoro, 2001. Manajemen Keuangan Internasional: Pengatur Ekonomi dan Bisnis Global, Edisi 2, Yogyakarta: BPFE UGM Yogyakarta.
Nachrowi, 2002. Penggunaan Teknik Ekonometrika, Jakarta: Penerbit PT. Gelora Aksara Pratama.
Rahardja, Prathama. 2001. Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar, Jakarta: Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Suryana, 2001. Ekonomi Pembangunan; Problematika dan Pendekatan, Jakarta: PT. Salemba Emban Patria.
Todaro, Michael P, alih bahasa oleh Haris Minandar, 2000.  Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga 2, Jakarta: Penerbit Erlangga.








0 komentar:

Post a Comment

 

Pengikut

Copyright © ZONA SKRIPSI All Rights Reserved • Design by Dzignine
best suvaudi suvinfiniti suv