Skripsi Biologi 2

Sunday, March 25, 2012

PENGGUNAAN MODEL SYNECTIK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI SD INPRES
RAPPOKALLING I MAKASSAR


ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang  “Penggunaan Model Synectik dalam Proses Belajar Mengajar di SMU Negeri 1 Bajeng Kabupaten Gowa”. Adapun pokok permasalahannya adalah bagaimana teknik penggunaan  penerapan model synectik dalam proses belajar mengajar di SMU Negeri 1 Bajeng Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa. Dan faktor apakah yang menunjang bagi penerapan  model synectik dalam proses dalam belajar mengajar di  SMU Negeri 1 Bajeng Kec. Bajeng Kab. Gowa.
Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas, penulis mengadakan pengumpulan data melalui studi pustaka dan penelitian lapangan, dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan angket, setelah data terkumpul penulis mengolah dengan memakai metode induktif, deduktif, tabulasi dan komperatif.
Kemudian dari pengolahan data tersebut maka hasilnya dapat diketahu bahwa teknik penerapan Model synectik oleh guru yakni guru berusaha memaparkan sesuatu yang baru, mengenal keanehan, dan hal ini akan membantu para siswa memahami masalah, ide atau produk dalam sesuatu yang baru. Jadi peranan guru hanya memberikan gambaran atau informasi tentang sesuatu bahan pelajaran, kemudian siswa tersebut mengolahnya sendiri, nantipada tahap akhir baru guru memberikan bimbingan lagi. Jadi peranan guru hanya memberikan bimbingan pada tahap awal dan tahap akhir kegiatan. Sedangkan yang menjadi faktor penunjang bagi penggunaan penerapan model synectik ini adalah adanya sarana prasarana pendidikan yang lengkap dan juga didukung oleh guru-guru yang profesional dalam bidangnya masing-masing.
BAB  I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam proses belajar mengajar pada dasarnya merupakan proses interaksi antara yang belajar (siswa) dengan pengajar (guru). Seorang siswa telah dikatakan belajar apabila ia telah mengetahui sesuatu yang sebelumnya ia tidak dapat mengetahuinya, termasuk sikap tertentu yang sebelumnya belum dimilikinya. Sebaliknya, seorang guru dikatakan telah mengajar apabila ia telah membantu siswa atau orang lain untuk memperoleh perubahan yang dikehendaki.
Guru sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar hendaknya berupaya menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar yang efektif dan efesien untuk para siswanya. Dalam hal ini dapat meningkatkan efektivitas kegiatan belajar mengajar.
Model mengajar adalah suatu rencana atau pola mengajar yang digunakan oleh guru dalam menyusun kurikulum, mengatur materi-materi pelajaran dan petunjuk bagaimana seharusnya guru mengajar di kelas.
Mengingat beragamnya model mengajar yang telah diterapkan di sekolah-sekolah ini, tentu akan lebih bijaksana bila guru memilih dan mencoba menggunakan model mengajar secara bervariasi untuk meningkatkan kualitas profesi dan produktivitasnya dalam mengacu pada pemenuhan kebutuhan siswa, dan hal inilah yang dilakukan oleh guru-guru di SD Inpres Rappokalling I Makassar untuk mencoba model synectik diterapkan dalam proses belajar mengajar.
Dalam penerapan model synectik ini oleh guru, yakni guru tersebut hanya memberikan gambaran atau informasi tentang suatu bahan pelajaran kemudian siswa atau informasi tentang suatu bahan pelajaran kemudian siswa tersebut mengelolanya sendiri, nanti pada tahap akhir baru guru memberikan bimbingan lagi. Jadi peranan guru hanya memberikan bimbingan pada tahap awal dan tahap akhir kegiatan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengangkat beberapa permasalahan sebagai berikut:
1.   Bagaimana teknik penggunaan/ penerapan model synectik dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar.
2.   Faktor-faktor apa yang menjadi penunjang dan penghambat penerapan model synectik dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar.
C. Hipotesis
Adapun hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari permasalahan di atas, adalah:
1.   Teknik penerapan model synectik oleh guru-guru dalam proses belajar mengajar adalah model yang berhasil memecahkan masalah atau kesulitan belajar yang mereka miliki.
2.   Mengingat bahwa model synectik adalah model pengembangan kreatifitas berfikir siswa untuk memecahkan kesulitan berfikir dalam belajar, berdasarkan analisa tersebut maka dapat dipikirkan bahwa model synectik efektif diterapkan dalam proses belajar mengajar.
D. Pengertian Judul dan Defenisi Operasional
Agar skripsi ini mudah dipahami dan dimengerti dengan jelas, maka akan diberikan pengertian kata-kata yang dianggap penting untuk memahami judul tersebut di atas adapun kata-kata yang dimaksud adalah:
“Model synectik”, model pengembangan kreatifitas untuk memecahkan masalah dengan melatih individu untuk bekerjasama mengatasi problema, sehingga mampu meningkatkan produktivitasnya.1
“Proses Belajar Mengajar, proses komunikasi, proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran atau media tertentu ke penerima pesan.2
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka penulis dapat menyimpulkan pengertian judul bahwa model synectic dalam proses belajar mengajar adalah model pengembangan kreatifitas untuk memecahkan masalah dengan melatih individu untuk bekerjasama mengatasi problema. Sehingga mampu meningkatkan produktivitasnya dengan melibatkan seluruh komponen yang ada dalam unsur pendidikan baik itu guru, lingkungan siswa, sarana masyarakat sehingga terjadi proses belajar mengajar yang efektif dan efisien, sehingga tercapai tujuan yang diharapkan.
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
a.  Untuk memperoleh data tentang sejauhmana penguasaan guru dan pemahaman siswa terhadap mata pelajaran apabila menggunakan model synectik.
b.  Untuk mengetahui kerajinan dan perhatian siswa terhadap mata pelajaran apabila menggunakan model synectik dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini pada intinya, sebagai berikut:
a.  Untuk menjadi pertimbangan bagi pembaca pada khususnya pendidik dan si terdidik pertimbangan bagi pembaca pada khususnya pendidik dan si terdidik dalam proses belajar mengajar.
b. Agar supaya hasil penelitian nanti dapat memberikan gambaran kepada pembaca tentang hal-hal yang menjadi faktor pendukung didalam pelaksanaan penggunaan model synectik dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar.
c.  Memberikan konstribusi pemikiran atau strategi dan operasionalisasi tentang penggunaan model synectik dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar.
d.  Supaya hasil penelitian nanti dapat berfungsi sebagai informasi kepada       pembaca tentang sejauh mana penggunaan model synectik dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar. 
F. Garis Besar Isi
Untuk memudahkan cara pembaca mengerti secara global dari pada isi skripsi ini, maka penulis perlu memberikan gambaran kandungan skripsi ini:
Pada bab pertama adalah pendahuluan, yang membicarakan latar belakang, di mana dalam proses belajar mengajar pada dasarnya merupakan proses interaksi  antara yang belajar (siswa) dengan pengajar (guru), rumusan masalah meliputi bagaimana teknik penggunaan penerapan model synectik dan faktor-faktor apa yang menjadi penunjang penerapan model synectik dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar, hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap problema, pengertian judul dari skripsi ini, meliputi pengertian penggunaan model synectik dalam proses belajar mengajar ,tujuan dan kegunaan penelitian, dan terakhir adalah garis–garis besar isi yang meliputi abstrak dari semua bab.
Pada bab dua, membahas tinjauan pustaka yang meliputi proses belajar mengajar di mana proses kegiatan yang berinteraksi antara guru dengan siswa, pengertian komponen yang meliputi tujuan pengajaran yang bersumber dari tujuan kurikuler dan tujuan instruksional umum yang berfungsi sebagai indikator keberhasilan pengajaran, faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaannya meliputi faktor anak didik, pendidik, alat pendidikan dan tujuan pendidikan, dan terakhir adalah model mengajar synectik yang merupakan suatu pendekatan baru yang menarik guna mengembangkan kreatifitas.
 Bab tiga membahas tentang metode penelitian yang meliputi lokasi, populasi dan sampel, yang membahas jumlah keseluruhan dari siswa dan jumlah guru SD Inpres Rappokalling I Makassar instrumen pengumpulan data, teknik pengumpulan data, adalah merupakan keberhasilan dalam penelitian karena berfungsi sebagai sarana mengumpulkan data yang banyak, prosedur pengumpulan data dan tahap pengumpulan data yang meliputi tahap persiapan dalam menyusun instrumen pengumpulan data, dan tahap pengumpulan data yang meliputi riset kepustakaan ,kutipan langsung dan kutipan tidak langsung serta penelitian lapangan dan terakhir teknik analisis data meliputi metode induksi, deduksi, tabulasi dan metode komparatif.
Bab empat, membahas hasil penelitian tentang  tinjauan deskripsi  SD Inpres Rappokalling I Makassar yang meliputi keadaan sarana dan prasarana, keadaan guru, keadaan siswa, dan keadaan kurikulum, teknik penerapan model synectik yakni guru hanya memberikan gambaran atau informasi tentang suatu bahan pelajaran nanti siswa tersebut mengelolanya sendiri, faktor yang menjadi penunjang penerapan model synectik, efektivitas penerapan model mengajar synectik dalam proses belajar mengajar di mana model synectik ini efektif diterapkan dalam proses belajar mengajar dan terakhir prestasi belajar siswa yang meliputi hasil belajar siswa.
  Kemudian bab lima, yakni pada bab terakhir berisi penutup yang berupa kesimpulan yang meliputi teknik penggunaan penerapan model synectik dan faktor penunjang penerapan model synectik dan terakhir implikasi penelitian.
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Proses Belajar Mengajar
1. Pengertian
Proses belajar mengajar dapat terjadi di rumah, di lingkungan masyarakat dan di sekolah. Tetapi yang ditekankan di sini adalah proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan yang berinteraksi, yakni terjadi aktivitas belajar dan bersamaan dengan itu berlangsung pula aktivitas mengajar. Siswa yang menjadi objek belajar dan guru merupakan subjek sumber informasi. Oleh karena adanya proses belajar mengajar, dengan sendirinya memberikan hasil bagi anak didik itu dengan kata lain prestasi belajar siswa.
Untuk memberikan pengertian tentang proses belajar mengajar, maka penulis akan menguraikan pengertian menurut para ahli sebagai berikut:
a. Pengertian Belajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, maka kegiatan yang sangat pokok dilakukan oleh seseorang atau siswa adalah belajar. Siswa merupakan salah satu komponen yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar yang harus diperhatikan dengan penuh perhatian.
Untuk memberikan batasan tentang pengertian belajar dapat dilihat dari pengertian yang diungkapkan oleh para ahli di bawah ini:
Engkoswara, sebagaimana dikutip oleh Sudirman N, dkk., mengemukakan bahwa “Belajar adalah proses perubahan prilaku yang dapat dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan dan penilaian tentang pengetahuan, sikap dan nilai-nilai dan keterampilan”.[1]
Winarno Surachmad, memberikan pengertian sebagai berikut: ”Belajar adalah proses perubahan yang terjadi pada diri manusia”.[2]
Sedangkan Kimle dan Germezy memberikan pengertian belajar sebagai berikut: “Belajar suatu kecenderungan dalam pengubahan tingkah laku yang secara relatif bersifat permanen dan sebagai hasil praktek yang bersifat menguatkan”.[3]
Kemudian pengertian belajar menurut Slameto, dalam bukunya “Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya”, mengemukakan bahwa:
Suatu proses usaha yang diperlukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.[4]
Dari beberapa pengertian belajar oleh para ahli tersebut di atas, maka penulis dapat menyimpulkan, bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan manusia agar pada dirinya terjadi perubahan-perubahan, baik pengetahuan, sikap dan nilai-nilai moral atau nilai akhlak yang akan membentuk pribadi seseorang sebagai hasil interaksinya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitarnya.
Menurut Brunner yang dikutip oleh Nasution, proses belajar itu dapat dibedakan atas tiga fase, yaitu:

1.    Fase Informasi
2.    Fase Transformasi
3.    Fase Evaluasi.[5]
Fase informasi, dimana tiap-tiap pelajaran yang diperoleh adalah merupakan sejumlah informasi, dan informasi itu ada yang berupa pengetahuan, memperdalam dan ada pula yang bertentangan dari apa yang diperoleh sebelumnya.
Fase transformasi, dimana informasi yang diperoleh itu akan ditransformasikan dalam bentuk yang konseptual agar dapat dipergunakan untuk hal-hal yang lebih luas.
Fase evaluasi, merupakan hasil dari informan dan transformasi dalam prose belajar mengajar, kemudian dinilai sejauh mana hasil dari informan dan transmisi dapat dimanfaatkan dalam kehidupan.
Keterpaduan dari ketiga fase tersebut di atas akan menghasilkan perubahan-perubahan pada diri individu tersebut. Adapun jenis-jenis perubahan yang terjadi yaitu:
1. Perubahan yang terjadi secara sadar
Pada diri individu yang belajar akan mengalami perubahan, yang mana perubahan itu akan disadarinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, dan kebiasaannya berubah.
2. Perubahan yang bersifat kontinyu atau fungsional
Sebagai hasil belajar maka perubahan yang terjadi pada diri individu itu berlangsung secara terus menerus dan tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya, dan akan berguna bagi keadaan proses belajar berikutnya.
3. Perubahan yang bersifat positif dan aktif.
Dalam perubahan belajar, maka perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan aktif yaitu bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu tersebut.
4. Perubahan yang bersifat permanen
Perubahan yang permanen itu terjadi karena hasil proses belajar yang bersifat menetap, maksudnya bahwa tingkah laku anak memainkan piano setelah belajar, tidak akan hilang begitu saja, melainkan akan terus berkembang kalau dipergunakan atau dilatih.
5. Perubahan yang bersifat terarah atau tertentu
Perubahan yang bersifat terarah dan tertentu dimaksudkan bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi dikarenakan ada tujuan yang ingin dicapai. Perubahan terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.
6. Perubahan seluruh aspek tingkah laku
Dalam perubahan ini diperoleh individu setelah melalui proses belajar, meliputi keseluruhan perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap keterampilan dan pengetahuan. Misalnya seorang anak atau siswa telah belajar membuat adaptor, maka perubahan yang paling nampak adalah keterampilan membuat adaptor itu dan bahan-bahan dari adaptor tersebut serta memahami cara kerja adaptor itu.
b. Pengertian Mengajar
Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan berlangsungnya proses belajar. Kalau belajar dikatakan milik siswa maka mengajar itu sendiri merupakan kegiatan guru.
Mengajar dalam pengertian sempit adalah menyampaikan berbagai pengetahuan kepada anak didik. Sebagai konsekuensi pengertian semacam ini dapat membuat kecenderungan anak menjadi pasif, karena hanya menerima informasi atau pengetahuan yang diberikan oleh guru atau pendidiknya, sehingga pengajar bersifat teacher center. Jadi gurulah yang memegang posisi kunci dalam proses belajar mengajar di kelas[6].
Kemudian pengertian mengajar dalam arti luas, maka mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak didik dan diharapkan terjadi perubahan secara optimal baik jasmani maupun rohani. Pengertian pengajar ini sepadan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Alvin W. Horward yang dikutip oleh Slameto bahwa:
Mengajar adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan perubahan dan pengembangan skill, attitude, ideals, cita-cita, appreciation (penghargaan) dan knowledge.[7]
Dari pengertian tersebut di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa mengajar itu suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seorang guru atau pengajar untuk mengubah karakteristik dan kemampuan berfikir kearah kemajuan seorang anak didik, baik kemajuan dalam pengetahuan dan kemampuan-kemampuan lainnya melalui proses belajar.
Jadi yang dimaksud proses belajar mengajar adalah proses kegiatan yang berinteraksi, dimana terjadi belajar disitu juga akan berlangsung mengajar siswa yang menjadi objek belajar dan guru sebagai informasi subjek.
2. Komponen Proses Belajar Mengajar
Dalam proses belajar mengajar ada beberapa komponen yang harus dipenuhi, apabila salah satu dari komponen tersebut tidak ada maka proses belajar mengajar tidak akan berlangsung dengan baik.
Oemar Hamalik, mengemukakan bahwa:
Pengajaran, materi pelajaran, teknik mengajar, siswa, secara operasional, ada 5 variabel utama yang berperan dalam proses belajar mengajar, yakni: tujuan guru dan logistik.[8]
Sedangkan menurut Dr. Nana Sudjana, mengemukakan bahwa:
Ada empat persoalan dalam proses belajar mengajar yakni: persoalan pertama berhubungan dengan tujuan pengajaran, persoalan kedua berbicara tentang materi dan bahan pengajaran, persoalan ketiga berhubungan dengan metode dan alat yang digunakan dalam proses pengajaran, persoalan keempat berkenaan dengan penilaian dalam proses pengajaran.[9]
Keempat persoalan (tujuan, bahan, metode dan alat penilaian) menjadi komponen utama yang harus dipenuhi dalam proses belajar mengajar. Keempat komponen tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Berikut ini penulis akan menguraikan keempat komponen tersebut yaitu:
a. Tujuan pengajaran
Tujuan pengajaran merupakan arah yang hendak dicapai dalam proses belajar mengajar. Umumnya tujuan pengajaran bersumber dari tujuan kurikuler (yang terkandung dalam setiap bidang studi), sedangkan tujuan itu bersumber dari tujuan lembaga (tujuan instruksional umum) yang mengarah pada tujuan umum (tujuan pendidikan nasional). Jadi tujuan pendidikan tersusun dalam struktur berjenjang dari tingkat yang paling umum sampai ke tingkat operasional, yang disebut tujuan instruksional khusus (TIK).
Tujuan pengajaran ini berfungsi sebagai indikator keberhasilan pengajaran. Tujuan ini pada dasarnya merupakan rumusan tingkah laku dan kemampuan yang harus dicapai dan dimiliki siswa setelah ia menyelesaikan pengalaman dan kegiatan belajar dalam proses belajar mengajar.


b. Bahan atau materi pelajaran.
Materi pelajaran adalah hal-hal yang pokok yang akan disajikan kepada siswa berkaitan dengan usaha pencapaian tujuan pengajaran. Materi tersebut bersumber dari masing-masing bidang studi. Setiap bidang studi memiliki sejumlah materi pelajaran, yang berbeda satu sama lain. Satu materi pelajaran turut menentukan strategi pencapaian yang akan digunakan, sistem lingkungan belajar dibutuhkan yang memungkinkan pemberian kesempatan yang bervariasi.
Di dalam materi pelajaran terkandung aspek-aspek materi yakni: konsep, fakta, prosedur, keterampilan dan sebagainya, atau dapat dikategorikan sebagai pengetahuan dan keterampilan itu sendiri mengundang dua aspek yakni aspek reproduktif dan aspek produktif.
Bahan pelajaran inilah yang diharapkan dapat mewarnai tujuan, mendukung tercapainya tujuan atau tingkah laku yang diharapkan untuk dimiliki siswa.
c. Metode dan teknik mengajar
Metode adalah cara, sedangkan teknik adalah prosedur atau langkah dan teknik yang akan ditentukan oleh tujuan pengajaran yang hendak dicapai dan materi yang hendak diajarkan.
Setiap strategi pengajaran pada hakekatnya memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Karekteristik tersebut menyebabkan satu metode berbeda dengan lainnya, baik secara konseptual maupun secara operasional.

d. Alat penilaian
Dalam menilai hasil belajar siswa, guru perlu menetapkan suatu kriteria tertentu. Melalui kriteria itu maka dapat diperoleh informasi mengenai hasil yang diperoleh siswa, untuk kemudian dapat ditetapkan kedudukan atau posisi siswa dalam hubungannya dengan penguasaan bahan pengajaran, penetapan kriteria dalam menilai hasil belajar siswa pada hakekatnya berhubungan dengan sistem penilaian. Ada dua sistem penilaian hasil belajar, yakni:
1) Kriteria penilaian acuan norma disingkat PAN atau norm referenced
2) Kriteria penilaian acuan patokan disingkat PAP atau criteria referenced.
Kedua sistem penilaian yang sering digunakan sebagai patokan (kriteria dalam mengukur tingkat keberhasilan prestasi belajar siswa.[10]
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaannya
Kegiatan belajar mengajar, merupakan bahagian dari pendidikan yang tidak terlepas dari beberapa faktor yang mencakup: faktor anak didik, pendidik, alat pendidikan dan tujuan pendidikan. Maka demikian pula dengan proses belajar mengajar tentunya tidak terlepas dari beberapa faktor tersebut yang dikenal dengan faktor siswa, faktor guru, faktor materi atau bahan pelajaran, faktor lingkungan dan faktor lainnya, dimana tujuan utamanya adalah terjadinya suatu perubahan tingkah laku.
Perubahan tingkah laku yang diharapkan adalah suatu tingkah laku yang diperlukan dalam situasi kerja tertentu. Jika perubahan tingkah laku terjadi sesuai yang diharapkan, yakni tercapainya pengetahuan, kemahiran, keterampilan, kepribadian, sikap, kebiasaan dan sebagainya, maka kelak ia akan mampu melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik.
Suatu pendidikan khususnya pendidikan di SMU dikatakan berhasil apabila, benar-benar terjadi perubahan tingkah laku yang diharapkan, juga bahwa dicapainya perubahan tingkah laku itu terlaksana dalam waktu yang telah ditentukan, dengan perkataan lain terjadinya secara efektif dan efisien.
. . . Ada keadaan dimana pendidikan dikatakan tidak ada atau kurang berhasil yaitu:
-  Tidak tercapainya perubahan tingkah laku yang diharapkan
- Perubahan tingkah laku terjadi dalam waktu relatif lama atau lebih lama dari batas waktu yang ditentukan.[11]
Selanjutnya bila hal tersebut terjadi, maka berarti bahwa proses belajar tidak berjalan semestinya, sehingga perubahan tingkah laku tidak berjalan semestinya, tidak sesuai dengan harapan. Hal tersebut tentu tidak dikehendaki.
Bila terjadi ketidakberhasilan dalam belajar, maka dalam penanggulangannya perlu memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar.
Dalam hal ini penulis akan mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan proses belajar mengajar, yakni:
a. Bahan, metode mengajar dan mengajar
Aspek belajar akan berhasil atau tidak tergantung dari bahan yang diberikan, bahan yang diberikan hendaknya sesuai dengan taraf perkembangan dan kemampuan individu, juga bahan itu menentukan metode yang bagaimana yang sesuai.
Metode mengajar adalah suatu alat atau cara digunakan oleh guru untuk mencapai tujuan pengajaran. Berhasil atau tidaknya tujuan pengajaran tentunya sangat dibutuhkan metode pengajaran yang efektif. Dalam hubungan ini guru hendaknya harus pandai memilih dan menerapkan metode yang baik. Di samping itu, pengajar memegang peranan penting, pengajar harus menguasai teknik mengajar, menguasai bahan, juga harus mengadakan kontak dengan anak didiknya dan sebagainya.
Faktor bahan, metode mengajar dan pengajaran sering berpengaruh terhadap jalannya proses belajar mengajar, hal ini disebabkan karena ada bahan atau materi pelajaran yang sulit atau lambat dimengerti oleh sebahagian dari siswa, demikian pula dengan metode yang digunakan kurang sesuai dengan situasi dan kondisi. Dan demikian pengajar cukup berpengaruh terhadap jalannya proses belajar mengajar karena pengajarlah yang menentukan metode yang digunakan itu.
Dari pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa perbuatan pendidik tidak boleh diadakan tanpa adanya kesanggupan dan tanpa disadari. Selain dari pada itu perbuatan-perbuatan itu harus bertujuan meningkatkan kesusilaan anak didik. Jika kita menganalisis proses belajar mengajar pada intinya bertumpuh pada satu persoalan, yaitu bagaimana guru memberi kemungkinan bagi siswa agar terjadi proses belajar yang efektif atau dapat dicapai hasil yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh didalam proses belajar mengajar. Adapun faktor lingkungan yang akan dibahas pada pasal ini meliputi:
1) Lingkungan keluarga
2) Lingkungan Sekolah
3) Lingkungan Masyarakat
Ketiga lingkungan belajar tersebut satu sama lain saling mempengaruhi dan berkaitan satu dengan lainnya. Di antara ketiganya mempunyai karakteristik masing-masing dalam kaitannya dengan belajar, baik belajar yang kategorinya berhasil maupun tidak berhasil atau disebut pula kesulitan dalam belajar. Untuk lingkungan ini dibahas satu demi satu sebagai berikut:
1) Lingkungan keluarga
Keluarga sebagai lingkungan yang pertama dan utama dari individu. Keluarga merupakan peletak dasar pertama pendidikan dalam pembentukan nilai-nilai dan kepribadian anak sejak kecil sampai usia 7 (tujuh) tahun.
2) Lingkungan sekolah
Seperti telah diketahui bahwa sekolah adalah lembaga pendidikan formal, tempat membina dan membimbing siswa tidak selalu memperlancar proses belajar.
Dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan kesulitan belajar seperti:
a) Kurang alat (sarana dan prasarana) sekolah, baik yang berbentuk fisik maupun yang berbentuk non fisik berupa gedung dan perabotannya.
b) Kondisi lingkungan sekitarnya seperti: kebersihan, keadaan suhu udara, penerangan dan sebagainya.
c) Demikian pula guru dengan kualifikasinya seperti cara mengajar, cara mengelola kelas, cara menilai yang kesemuanya berhubungan erat dengan tingkat pendidikan dan keterampilan serta pengalaman yang telah dimiliki sebagai pendidik, pengasuh dan pembimbing sekolah yang baik. Yang tidak kurang pentingnya yang telah disebutkan diatas adalah kurikulum sekolah, kemampuan anak didik dan kemampuan sekolah. Hal ini dapat mempengaruhi kegiatan belajar siswa di sekolah.
3) Lingkungan masyarakat
Lingkungan ini tidak kalah pentingnya dengan kedua lingkungan yang telah dibicarakan di atas. Lingkungan masyarakat seperti: Media massa, kelompok organisasi sosial budaya, serta nilai-nilai agama yang kesemuanya mempengaruhi kesulitan belajar seseorang atau kelompok siswa. Media massa seperti: televisi, komik, selebaran-selebaran, panpel, atau spanduk dan sebagainya.
c. Pengetahuan Dasar
Pengetahuan dasar atau kecakapan dasar yang diperoleh sebelumnya mempengaruhi pula hasil belajar individu, di dalam sekolah ataupun di luar sekolah. Anak sebelum mengenal sekolah sudah memiliki pengetahuan dasar yang diperoleh dari orang tua atau keluarga (rumah tangga). Pengetahuan inilah yang menjadi dasar selanjutnya bagi anak di sekolah dasar menjadi pengetahuan dasar di sekolah menengah, pengetahuan yang diperoleh di sekolah menengah akan menjadi pengetahuan dasar di sekolah tinggi atau perguruan tinggi. Makin kuat pengetahuan dasar yang diperoleh individu dari sekolah sebelumnya makin mudah keberhasilan dapat diraih. Akan terjadi sebaliknya jika individu memiliki pengetahuan dasar yang kurang memadai pada sekolah sebelumnya akan dapat mengalami kesulitan belajar. Misalnya siswa SD yang tamat dan tidak memiliki pengetahuan atau sekolah lanjutan atas. Hal ini dapat diatasi jika guru, siswa bahkan orang tua menyadari dan berusaha dalam berbagai bentuk, misalnya: lees (pelajaran tambahan di luar sekolah) aktif belajar kelompok, tugas-tugas tambahan dari guru, pelajaran perbaikan dan sebagainya.
d. Faktor Keturunan
Faktor keturunan dan kebiasaan belajar dengan baik sangat memerlukan keteraturan dan kedisiplinan. Teratur dan disiplin dalam menggunakan alat belajar, waktu belajar dan catatan-catatan lain. Lengkapnya alat belajar, waktu yang memadai tempat belajar yang baik tanpa pengaturan dan disiplin yang baik, tidak banyak memperoleh keberhasilan. Demikian halnya kebiasaan belajar, walaupun sarana yang memadai dan waktu yang cukup tanpa kebiasaan belajar yang memadai.
Kebiasaan yang kurang baik atau buruk seperti malas, acuh tak acuh, mencari gampangnya saja, suka menunda-nunda waktu, belajar yang keras pada waktu ujian tidak mengalami selingan dan sebagainya. Jadi faktor-faktor ini semua dapat menyebabkan kegagalan belajar atau ketidaksuksesan.
e. Faktor Motivasi
motivasi dalam belajar merupakan kondisi psikologis yang menjadi pendorong atau tenaga penggerak untuk melakukan kegiatan belajar. Kuat atau lemahnya motivasi belajar dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan hidup realisasi diri. Makin rill kebutuhan hidup individu, makin kuat motivasinya.
Motivasi bersumber dari dua hal yaitu:
1) Motivasi yang bersumber dalam diri individu tanpa rangsangan dari luar, yang biasa disebut insting.
2) Motivasi yang bersumber dari luar diri pribadi individu didasari dengan rangsangan dari luar.
f. Faktor Intelegensi
Kesanggupan individu untuk menyesuaikan diri secara mandiri pada situasi-situasi baru atau krisis dalam kehidupannya, disebut intelegensi, pengertian lain mengemukakan bahwa intelegensi adalah “keseluruhan kemampuan individu”.[12]
Untuk berfikir dan bertindak secara baik serta mengelola dan menguasai lingkungan secara efektif maka lahirlah suatu. Anggapan tradisional berpendapat bahwa intelegensi itu berkembang, padahal tidak demikian, para ahli umumnya berpendapat:
. . .  bahwa intelegensi merupakan kecakapan yang bersifat potensial yang dapat dikembangkan. Proses perkembangan intelegensi sebagai kecakapan yang bersifat potensial (Thorndike, ahli psikologi), utamanya pada masa kanak-kanak dipengaruhi oleh gizi makanan, pengalaman kesempatan belajar.[13]
Selanjutnya beliau berpendapat:
Intelegensi digolongkan atas tiga jenis, yaitu:
1) Intelegensi abstrak, yaitu kecakapan individu yang dinyatakan dalam bentuk konsep-konsep kata atau simbol-simbol lainnya.
2) Intelegensi konkrit, yaitu kecakapan individu yang dinyatakan dalam bentuk keterampilan dan perbuatan.
3) Intelegensi sosial, yaitu kecakapan individu yang dinyatakan dalam bentuk penyesuaian sosial.[14]
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa intelegensi dan hasil belajar mempunyai kaitan yang erat secara statistik angka korelasi dari keduanya menunjukkan sekitar 0,50., perkiraan umum dijelaskan di SD. Sedangkan tingkat IQ di atas rata-rata (120-keatas) dapat menyelesaikan studinya sampai di perguruan tinggi.
g. Faktor Minat
Kecenderungan jiwa untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu objek disebut minat.
Minat sangat besar pengaruhnya terhadap belajar. Karena minat sebagai suatu daya tarik untuk memperhatikan bahkan untuk melakukan konsentrasi terhadap pelajaran atau bidang studi yang akan atau sedang diikuti dapat mengandung rasa senang, gairah dan semangat belajar, minat belajar terhadap pelajaran akan menambah perasaan senang pada guru atau pengajar, bahkan menumbuhkan rasa senang dan menyentuh seluruh aktivitas jiwa siswa di sekolah. Sebaliknya, kurang minat terhadap pelajaran, akan menimbulkan perasaan kurang senang terhadap guru bahkan terhadap berbagai aktivitas sekolah secara keseluruhan. Hal ini dapat berakibat tingkah laku tidak sesuai, acuh tak acuh, bolos, malas ke sekolah, mogok belajar, dendam atau dengan kata lain mengalami kesulitan belajar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurangnya minat siswa terhadap pelajaran akan mengakibatkan tidak tertarik pada guru sekolah, sehingga dapat berakibat kesulitan belajar yang serius. Usaha untuk mengembangkan minat siswa terhadap pelajaran dilakukan latihan untuk membentuk kebiasaan berkonsentrasi, karena konsentrasi bukanlah suatu warisan (bawaan), tetapi sesuatu yang diperoleh dan dipelajari. Anggapan ini memperoleh minat dan konsentrasi sebagai aktivitas kejiwaan yang tidak terpisah.
Konsentrasi merupakan akibat dari perhatian yang spontan (walaupun ada pula perhatian yang tidak spontan) yang timbul minat terhadap sesuatu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsentrasi itu muncul jika ada minat terhadap sesuatu, jadi minat dan konsentrasi adalah dua aktivitas yang tidak terpisahkan.
Untuk menumbuhkan dan memperoleh konsentrasi dapat dilakukan sebagai usaha, antara lain:

1) Membawakan materi pelajaran secara sistematis, praktis dan berseni
2) Memberi rangsangan terhadap aktivitas siswa individu sehingga merupakan suatu yang menarik dan menantang.
3) Membiasakan diri secara teratur, disiplin dan melakukan kegiatan-kegiatan secara terprogram.
4) Kondisi kesehatan fisik dan psikis senantiasa dalam keadaan utuh, sehat dan tidak mengalami kegoncangan. [15]
h. Faktor Bakat
Bakat atau aptitude adalah aktualisasi potensi (potencial actualization) yang sering pula disebut sebagai kemampuan khusus dari individu.
Sesuatu yang dibawa lahir kemudian dikembangkan oleh lingkungan melalui berbagai kegiatan pengalaman dan latihan. Bakat mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap proses dan hasil belajar individu, sehingga hampir  tidak ada yang membantah pernyataan bahwa individu yang belajar pada bidang yang sesuai dengan bakatnya, ia akan berhasil, sukses dan berprestasi apakah itu bidang pelajaran atau bidang lain dalam berbagai aktivitas atau kegiatan. Pada bidang studi yang ada di sekolah lanjutan atau kejuruan, hal ini (bakat) perlu diidentifikasi secara akurat sehingga perkembangan maksimal dari individu dapat dicapai.
Usaha-usaha pemahaman bakat siswa di sekolah hendaknya dapat dilakukan oleh semua staf sekolah, apakah ia sebagai pemimpin sekolah, guru, konselor, atau staf lain dari sekolah, baik dengan pengamatan langsung dengan tes standar (baku) atau tidak. Pengetahuan guru atau petugas lain tentang bakat siswa di sekolah dapat dilakukan secara sistematis atau tidak sistematis terhadap: kecakapan, penyelesaian tugas, prestasi yang dicapai, tingkat kepuasan, minat dan daya tahan konsentrasi dan sebagainya.
Bertolak dari beberapa penjelasan di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan, tanpa pengalaman dan latihan sangat sedikit proses belajar mengajar berlangsung. Pengalaman merupakan suatu interaksi antara individu dengan lingkungan, pengalamannya, dalam interaksi itulah individu belajar, ia memperoleh pengertian sikap keterampilan dan sebagainya. Sehingga dari sekian faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses belajar mengajar ini merupakan garis penentu tujuan proses belajar mengajar, dimana peranan guru mesti mengatur lingkungan sebagai komponen pengajaran yang penting kedudukannya secara baik dan memenuhi syarat.
B.        Model Mengajar Synectik
1. Pengertian
Ada sejumlah model atau pendekatan mengajar yang perlu dikenal oleh para guru. Model-model atau pendekatan tersebut pada umumnya bersumber dari literatur asing. Model atau pendekatan itu ada baiknya diketahui untuk memperluas wawasan tentang pembelajaran. Berikut ini akan dijelaskan model yang sesuai dengan judul skripsi yang penulis bahas yakni model synectik.
Synectik merupakan suatu pendekatan baru yang menarik guna mengembangkan kreatifitas, dirancang oleh William J. J. Gordon dan kawan-kawannya. Mula-mula William J. J. Gordon menerapkan prosedur synectik untuk keperluan mengembangkan aktivitas kelompok dalam organisasi-organisasi industri, di mana individu dilatih untuk mampu bekerja sama satu dengan yang lainnya agar nantinya dapat berfungsi sebagai orang yang mampu mengatasi masalah atau sebagai orang yang mampu mengembangkan produksi.
Untuk memberikan batasan tentang pengertian model synectik ini, maka penulis akan memaparkan beberapa pengertian yang diungkapkan oleh para ahli antara lain:
Drs. H. Abdurrahman memberikan pengertian synectik[16] bahwa:
Synectik adalah model pengembangan kreatifitas untuk memecahkan masalah dengan melatih individu untuk bekerja sama mengatasi problema sehingga mampu meningkatkan produktivitasnya”.[17]
Prof. Dr. M.D. Dahlan, memberikan pengertian synectik mengemukakan, bahwa “Synectik adalah suatu cara baru untuk mengenal ide yang “asing” dan dengan cara ini menghasilkan perspektif baru”.[18]
Dr. Nana Sudjana dan Dra. Wari Suwariyah mengemukakan pengertian synectik, bahwa “Synectik adalah suatu pendekatan untuk mengembangkan kreatifitas siswa, termasuk kreatifitas dalam mengarang (creative writing)’.[19]
Dari pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian model synectik adalah suatu model mengajar untuk mengembangkan kreatifitas berfikir siswa baik secara kelompok maupun secara individual dan dapat pula mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam proses belajar mengajar.
Partisipasi dalam suatu kelompok synectik tentang kreatif merupakan andil yang unik membantu mengembangkan pemahaman interpersonal dan rasa kemasyarakatan, menyebabkan yang bersangkutan dapat saling memahami satu dengan yang lainnya, menyadari kelemahan dan kebebasannya dalam berbagai persepsi anggota kelompok.
2. Proses dan Prosedur Penyusunan Model
Model mengajar adalah suatu rencana atau pola mengajar yang digunakan oleh guru baik dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran apa yang harus diberikan dan petunjuk yang bagaimana seharusnya guru mengajar di kelas.
a. Proses synectik
Menurut Gordon, ada empat yang mendasari synectik yaitu:
1) Kreatifitas merupakan kegiatan sehari-hari. Pada umumnya beranggapan bahwa proses kreatifitas adalah suatu pekerjaan yang unik seperti seni, musik, atau penemuan-penemuan yang baru.
Menurut Gordon, kreatifitas adalah kegiatan rutin setiap hari yang dilakukan oleh individu dan berlangsung terus-menerus sepanjang hidup manusia, karena itu model ini menekankan pada peningkatan kreatifitas untuk memecahkan masalah yang dihadapi jadi kreatifitas bukanlah sesuatu yang misterius, tetapi dapat diuraikan dan dijelaskan proses dan prosedurnya.[20]
2) Proses kreatif tidak selamanya misterius. Tetapi dapat dimanfaatkan untuk melatih individu dalam meningkatkan kreatifitas mereka. Menurut pandangan yang tradisonal kreatifitas itu merupakan suatu misterius, bahwa sejak lahir, dan kreatifitas ini bisa hilang sewaktu-waktu. Gordon percaya jika individu memahami proses kreatifitas, maka mereka dapat belajar atau memanfaatkannya untuk meningkatkan kreatifitas dimana mereka hidup atau bekerja, secara kelompok atau secara mandiri.
3) Kreatifitas tercipta di segala bidang. Ide ini sangat bertentangan dengan keyakinan umum bahwa kreatifitas itu hanya terbatas meningkat karena kreasi manusia.
4) Peningkatan berfikir kreatif individu dan kelompok sama. Individu dan kelompok menimbulkan ide-ide dan produk dalam berbagai hal, sangat berbeda dengan pendirian yang mengatakan, bahwa kreatifitas merupakan pengalaman yang bersifat individual.
Proses spesifik dalam synectik dikembangkan dari seperangkat anggapan dasar tentang psikologis kreatifitas.
Pertama, proses kreatif itu harus mampu dimunculkan agar dapat menuju kesadaran serta dapat dikembangkan secara nyata untuk membantu kreatifitas.
Kedua, komponen perasaan dianggap lebih penting dari pada komponen pemikiran atau intelektual. Kreatifitas merupakan pengembangan pola mental yang baru. Hal-hal yang bersifat irrasional dapat membuka fikiran dan membimbing mental guna memunculkan ide-ide baru.
Ketiga, elemen-elemen emosional dan irrasional sekiranya dapat dipahami untuk meningkatkan kemungkinan sukses dalam situasi pemecahan masalah.
b. Proses penyusunan model
Strategi synectik mempergunakan aktivitas metaporik yang terencana, memberikan struktur langsung di mana individu bebas mengembangkan daya imajinasinya dan pemahaman mereka dalam aktivitas kegiatan sehari-hari.
Ada tiga tipe analogi yang dipergunakan sebagai dasar latihan synectik yaitu:
1) Analogi personal
2) Analogi langsung
3) Menekankan pertentangan.[21]
Analogi personal menuntut siswa agar dapat ditempati terhadap ide atau objek yang dibandingkan. Siswa menjadi bagian dari elemen fisik suatu masalah. Penjabaran mungkin pada individu, perancang, binatang atau benda mati. Contohnya siswa diperintahkan: jadilah mesin motor apa yang kamu rasakan ketika kamu distater di pagi hari sementara akimu mati, dan ketika kamu tiba dilampu stop.
Gordon mengidentifikasi empat tingkat keterlibatan individu dalam analogi personal:
1) Orang pertama menjabarkan kenyataan
2) Orang pertama menganalisis dengan perasaan
3) Identifikasi empatetik dengan benda mati
4) Identifikasi empatetik dengan sesuatu yang hidup
Analogi personal adalah membedakan dua objek atau konsep secara sederhana. Analogi personal ini berfungsi menyederhanakan pengubahan kondisi suatu kenyataan atau problema menjadi situasi yang lain untuk memperoleh suatu pandangan baru tentang ide atau masalah.
Bentuk metapora yang ketiga adalah memberikan tekanan pada pertentangan, umumnya berbentuk dua buah kata yang bertentangan misalnya: kawan musuh, siang-malam.

3. Keunggulan dan Kelemahan Model Synectik
Dalam proses belajar mengajar sangatlah diperlukan seorang guru untuk dapat menerapkan suatu model mengajar untuk menghindari kejenuhan siswa dalam belajar, walaupun sangat disadari bahwa setiap model-model mengajar itu memiliki kelemahan dan keunggulan, demikian pula halnya dengan model mengajar synectik yang penulis bahas memiliki keunggulan dan kelemahan.
Di bawah ini penulis akan memaparkan kelemahan dan keunggulan model synectik.
a. Kelemahan model synectik
Seperti telah dibahas sebelumnya, bahwa model synectik adalah model pengembangan kreatifitas berfikir siswa, yang mula-mula dikembangkan oleh William J.J. Gordon, walaupun menurut Gordon model ini berhasil meningkatkan kreatifitas berfikir siswa dan dapat memecahkan masalah berbagai masalah yang dialami oleh siswa baik kelompok maupun individu, tetapi menurut Prof. Dr. S. Nasution M.A., mengklasifikasikan kelemahan model synectik, yakni model synectik menuntut persiapan siswa yang sering makan waktu yang banyak, akibatnya sering sukar dievaluasi karena memerlukan yang konfleks, pelaksanaannya makan waktu yang banyak”.[22]
Melihat kelemahan model synectik yang dipaparkan oleh para ahli tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa model synectik itu menuntut persiapan siswa yang lebih matang dan persiapan siswa yang lebih matang ini memakan waktu yang banyak, dan dari hasil apa yang dilakukan tersebut sulit untuk dievaluasi secara nyata, karena memerlukan beberapa kriteria yang lengkap. Pelaksanaan terhadap semuanya itu memerlukan waktu yang banyak.
Walaupun model synectik ini memiliki kelemahan umum, bukan berarti kelemahan itu membuat model synectik ini tidak efektif dijadikan oleh guru sebagai model mengajar dalam proses belajar mengajar, karena model synectik ini pula memiliki keunggulan–keunggulan.
b. Keunggulan model synectik
Seperti telah dijelaskaan sebelumnya bahwa setiap mengajar memiliki keunggulan dan kelemahan, termasuk pula model synectik.
Keunggulan-keunggulan model synectik ini diungkapkan oleh para ahli yakni:
Prof.Dr. S. Nasution M.A. mengungkapkan keunggulan model synectik yakni:
“Mendorong siswa menjelajahi hal–hal yang tak biasa, yang lain dari pada yang lain, menciptakan suasana baru, merangsang siswa mengadakan sintesis serta pertimbangan dan pemikiran kritis kreatif.”[23]
Drs. Abdurrahman mengungkapkan keunggulan model synectik sebagai berikut:

1)  Meningkatkan kemampuan kreatifitas siswa pada umumnya secara berkelompok
2) Meningkatkan kemampuan dan kreatifitas siswa secara individual
3) Membina keakraban dan kerukunan kelompok.
4) Meningkatkan produktivitas secara perorangan maupun berkelompok.[24]
Menurut Prof. Dr. M.D. Dahlan mengungkapkan keunggulan model synectik yakni:

1) Model synectik bermanfaat dalam kurikulum
2) Model synectik dapat mengembangkan kreasi menulis
3) Model synectik dapat menjelajahi masalah-masalah sosial
4) Sebagai problem solving
5) Pengembangan kreasi rencana produk
6) Memperluas perspektif tentang konsep.[25]
Model synectik dapat bermanfaat dalam pembuatan kurikulum karena model synectik dirancang untuk meningkatkan kreatifitas siswa baik secara individu maupun secara kelompok. Dengan pengalaman synectik ini dapat membentuk perasaan kemasyarakatan para siswa. Siswa tersebut dapat belajar satu sama lain seperti melihat bagaimana rekan-rekannya bereaksi tentang suatu ide atau masalah.
Model synectik dapat merangsang kreasi menulis siswa karena aktivitas metaporik dari model synectik merangsang imajinasi siswa, dan hal ini membentuk fikiran dan perasaan siswa dalam menulis.
Model synectik dapat menjelajahi masalah-masalah karena strategi dari model synectik ini yakni, metapora atau analogi menciptakan jarak, sehingga konfrontasi itu tidak mengancam siswa dan memungkinkan terjadinya diskusi dan saling menguji diri. Model synectik ini dapat pula membantu memecahkan baik masalah pribadi maupun masalah sosial dan itu dapat dipertanggungjawabkan.
Model synectik dapat pula digunakan untuk menciptakan suatu rencana atau produk. Produk adalah suatu yang nyata seperti lukisan, gedung atau buku-buku, sedangkan suatu pola seperti ide-ide, konsep-konsep, atau pemahaman baru yang dipergunakan sebagai bahan untuk transportasi.
Model synectik dapat pula memperluas pandangan tentang suatu konsep, karena model ini dapat dimanfaatkan untuk semua tingkatan umur, meskipun oleh anak-anak yang masih sangat mudah untuk memperkuat atau memperpanjang latihan.
Sesuai dengan analisa tersebut di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa kelemahan model synectik itu dapat ditutupi oleh keunggulan model synectik. Prosedur synectik dapat dimanfaatkan siswa dalam semua bidang studi baik sains maupun seni. Dapat pula prosedur ini diaplikasikan terhadap hubungan guru siswa di dalam kelas di mana guru membuat materi untuk siswa-siswanya.
4. Tehnik pelaksanaan oleh guru, faktor pendukung dan penghambat.
a. Teknik pelaksanaan oleh guru
Teknik pelaksanaan model synectik oleh guru, yakni guru berusaha untuk memaparkan sesuatu yang baru, mengenal keanehan, dan hal ini akan membantu para siswa memahami masalah ide, atau produk dalam sesuatu yang baru.
Ada dua strategi atau model mengajar yang mendasari prosedur synectik itu yakni: “Strategi pertama: menciptakan sesuatu yang baru. Strategi kedua : memperkenalkan keanehan.”[26]
Strategi pertama membantu para siswa melihat sesuatu yang dikenalkannya melalui sesuatu yang tidak dikenal dengan mempergunakan analogi-analogi untuk menciptakan konsep jarak, kecuali dalam langkah yang terakhir, para siswa kembali ke masalah yang sebenarnya dengan memberikan perbedaan yang berarti. Tujuan strategi ini untuk dapat mengembangkan suatu pemahaman baru, misalnya terhadap gerak-gerik atau tingkah laku seseorang, pemecahan masalah-masalah hubungan sosial, antara lain perkelahian, pemogokan dan sebagainya. Peranan guru hanya memberikan bimbingan pada tahap awal dan tahap akhir kegiatan.
Strategi kedua, memperkenalkan keanehan memberikan pemahaman para siswa untuk menambah dan memperdalam hal-hal yang baru atau materi yang sulit. Metapora dipergunakan untuk keperluan penganalisaan, bukan untuk menciptakan konsep jarak seperti halnya pada siswa strategi pertama.
Kedua strategi tersebut di atas memiliki tahapan-tahapan yaitu:
1)       Tahapan strategi pertama:
(a) mendeskripsikan kondisi saat ini, yakni guru menyuruh siswa mendeskripsikan situasi atau sesuatu topik yang mereka lihat saat ini.
(b) Analogi langsung, salah satu diseleksi dan selanjutnya dikembangkan.
(c) Analogi personal, yakni para siswa mengambil analogi yang diseleksinya pada tahap kedua.
(d) Konflik ditekan, yakni berdasarkan pada tahap kedua dan ketiga, para siswa mengemukakan beberapa konflik dan dipilih salah satunya.
(e) Analogi langsung, yakni para siswa mengembangkan dan menyeleksi analogi langsung lainnya berdasarkan konflik tadi.
(f) Meninjau tugas yang sebenarnya, yakni guru menyuruh para siswa meninjau kembali tugas atau masalah yang sebenarnya dan menggunakan analogi terakhir dan masuk pada pengalaman synectik.
2)       Tahapan Strategi kedua:
(a) Input tentang keadaan yang sebenarnya, yakni guru menyajikaan informasi tentang suatu topik yang baru.
(b) Analogi langsung, yakni guru mengusulkan analogi langsung dan menyuruh siswa untuk menjabarkannya.
( c) Analogi personal, yakni guru menyuruh siswa untuk menjadi analogi langsung.
(d) Membedakan analogi, yakni para siswa menjelaskan dan menerangkan kesamaan antara materi yang baru dengan analogi yang langsung.
(e) Menjelaskan perbedaan, yakni para siswa menjelaskan mana analogi-analogi yang tidak sesuai.
(f) Penjelajahan, yakni para siswa menjelajahi kembali kebenaran topik-topik dengan batasan-batasan mereka.
(g) Membangkitkan analogi, yakni para siswa memberikan analogi sendiri secara langsung dan menjelajahi persamaan dan perbedaan.[27]
Dari tahapan strategi tersebut di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa dalam penerapan model synectik ini oleh guru yakni guru tersebut hanya memberikan gambaran atau informasi tentang sesuatu bahan pelajaran kemudian siswa tersebut mengelolanya sendiri, nanti pada tahap akhir baru guru memberikan bimbingan lagi. Jadi peranan guru hanya memberikan gambaran dan bimbingan hanya pada tahap awal dan tahap akhir kegiatan.
b. Faktor pendukung dan penghambat
1) Faktor Pendukung
Penerapan model mengajar synectik ini akan berlangsung dengan baik apabila didukung oleh sarana-sarana pendidikan yang lengkap.
Menurut Prof. Dr. M.D. Dahlan mengungkapkan sistem pendukung model synectik yaitu:
Dalam Prosedur synectik, kelompok membutuhkan semua fasilitas melalui seorang pemimpin yang kompeten. Dalam hubungannya dengan masalah-masalah yang membutuhkan laboratorium, mereka membutuhkan peralatan untuk dapat digunakan dalam keperluan praktek yang lebih berdayaguna memberi manfaat bagi siswa.[28]
Dari pendapat ahli tersebut di atas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa faktor pendukung model synectik adalah; (a) Guru yang profesional dalam bidangnya masing-masing, (b) Adanya laboratorium yang lengkap, (c) Tersedianya peralatan atau sarana pendidikan yang baik untuk keperluan praktek bagi siswa.
2) Faktor penghambat
Penerapan modal mengajar synectik ini akan sulit untuk diterapkan oleh guru-guru apabila sarana pendidikan tidak mendukung.

Faktor penghambat dari penerapan model synectik ini adalah:
(a) Guru-guru kurang profesional
(b) Tidak ada laboratorium untuk praktek
(c) Kurangnya peralatan atau sarana yang ada di sekolah.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Dalam penelitian, teori membenarkan meneliti keseluruhan yang menjadi pusat penelitian untuk memperoleh data yang diperlukan (penelitian populasi) dan dapat pula meneliti dari sebagian kelompok yang menjadi pusat penelitian.
Berkaitan dengan pembahasan ini, Prof. Dr. Sudjana mengemukakan bahwa:
Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung ataupun pengukuran, kuantitatif, maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya.[29]
Demikian pula I Made Putrawan mengatakan, “Populasi adalah seluruh data yang menjadi pusat perhatian kita dalam satu lingkup dan waktu yang kita tentukan”.[30] Demikian pula halnya yang dikemukakan oleh Dr. Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa “Populasi adalah keseluruhan penelitian”.[31]
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah keseluruhan dari siswa SD Inpres Rappokalling I Makassar. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut ini:

Tabel  I

Daftar Keadaan /Jumlah Siswa SD Inpres Rappokalling I Makassar
Periode 2002/2003
Kelas
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-Laki
Perempuan
I A-B
34
47
81
II A-B
36
44
80
III A-B
34
46
80
IV A-B
31
49
80
V A-B
26
53
79
VI A-B
24
55
79
Jumlah
185
294
479

Daftar Keadaan Guru dan Staf SD Inpres Rappokalling I Makassar
No.
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-Laki
Perempuan
1
2
10
12
2
1
0
1
Jumlah
3
10
13
Sumber:             Daftar Laporan Bulanan SD Inpres Rappokalling I Makassar  Juli 2003.
2. Sampel
Dalam suatu penelitian biasanya penelitian tidak menggunakan kelompok populasi, sehingga tidak disangsikan penggeralisasian hasil penelitian oleh karena sampel harus dipertanggungjawabkan, maka perlu kehati-hatian dalam menetapkan besarnya sampel.
Sampel merupakan bagian dari populasi yang diteliti dan untuk mengambil sampel dari populasi di atas, maka teknik sampling yang digunakan oleh penelitian adalah sampel random atau sampel acak atau sampel campur, yakni peneliti mencampur subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek-subjek di dalam populasi dianggap sama. Dengan demikian, maka peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi sampel.
Adapun pengertian sampel yang penulis kutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa “sampel adalah bagian dari populasi statistik yang cirinya dipelajari untuk memperoleh informasi tentang seluruhnya.[32]
Penelitian sampel beranekaragam atau teknik yang ditempuh berbeda-beda, dalam penelitian ini dipergunakan stratified sampling (sampel berstrata atau sampel bertingkat). Menurut Suharsini Arikunto stratified sampling digunakan jika:

Di dalam populasi terdapat kelompok-kelompok subjek dan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain tampak adanya strata atau tingkatan-tingkatan.[33]
Atas pertimbangan itulah, maka besarnya sampel yang diambil dalam penelitian ini ditetapkan oleh peneliti. Dalam hal ini jumlah siswa yang akan diteliti atau akan dijadikan sampel penelitian adalah sebanyak 75 orang, masing-masing kelas IV sebanyak 25 orang, kelas V sebanyak 25 orang, dan kelas VI sebanyak 25 orang siswa.
B. Instrumen Pengumpulan Data
Salah satu hal yang perlu disiapkan dalam penelitian adalah instrumen penelitian atau alat pengumpulan data sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Keberhasilan dalam penelitian banyak dipengaruhi oleh instrumen yang digunakan. Oleh karena itu, instrumen penelitian merupakan bagian penting dalam penelitian karena berfungsi sebagai sarana mengumpulkan data yang banyak menentukan keberhasilan proses penelitian, maka dalam penyusunannya berpedoman pada pendekatan yang digunakan, agar data yang dikumpulkan dapat dijadikan dasar untuk menguji hipotesis.
Adapun instrumen yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah:
1.  Pedoman interview (wawancara), sebelum mengumpulkan data dengan wawancara terlebih dahulu menyusun pedoman wawancara yang menyangkut fasilitas, sarana dan prasarana sekolah, gambaran umum kondisi guru dan siswa, di mana wawancara ini dilakukan penulis kepada guru, siswa dan segenap unsur yang dapat memberikan data yang hasilnya dan dipilih-pilih berdasarkan pembahasannya.
2. Instrumen observasi, digunakan dalam bentuk chek list atau alat kontrol dengan mengamati proses belajar mengajar, dengan menggunakan model synectik di kelas, mengamati keadaan dan kondisi fasilitas belajar mengajar yang sangat menunjang dalam penerapan model synectik.
3. Instrumen angket, yaitu pernyataan melalui lembaran yang sifatnya koesioner tertutup, angket ini terdiri dari 13 item yang telah mewakili yang mungkin terjadi bagi siswa. Jawaban yang diperoleh dapat memberikan gambaran, bagaimana tingkat efektifitas penggunaan model synectik dalam proses belajar mengajar.

C. Prosedur Pengumpulan Data
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan adalah merupakan langkah awal dalam menyusun instrumen pengumpulan data, dimana pertama-tama adalah menyusun pedoman wawancara (interview) selanjutnya observasi, yang digunakan oleh penulis dalam bentuk cek list atau alat kontrol dalam mengamati proses belajar mengajar, kemudian instrumen angket yaitu pernyataan melalui lembaran yang sifatnya kuesioner dan yang terakhir adalah penelitian.
2. Tahap pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan yang paling penting dalam melaksanakan penelitian untuk memperoleh hasil yang memuaskan. Realibilitas data yang diperoleh selain ditentukan oleh instrumen yang digunakan juga didukung oleh teknik  pengumpulan data yang benar. Dalam pengumpulan data penulis menggunakan beberapa teknik:
1. Riset kepustakaan yaitu metode penelitian yang dipakai untuk memperoleh data dengan jalan membaca buku-buku atau literatur, majalah, bacaan lainnya yang ada hubungannya dengan pembahasan skripsi ini. Dalam riset kepustakaan, penulis mengumpulkan data-data dengan menggunakan dua cara yaitu:
a. Kutipan langsung, yaitu penulis membaca buku-buku yang ada hubungannya dengan pembahasan skripsi ini kemudian mengutip pendapat di dalamnya sesuai dengan aslinya.
b. Kutipan tidak langsung, yaitu penulis mengutip buku-buku bacaan dengan cara data yang diperoleh, dibahas sendiri, penulis tidak mengurangi maksud dan tujuan yang terkandung di dalamnya. Artinya terjadi perubahan–perubahan bahasa yang disesuaikan pembahasan skripsi ini tanpa mengurangi maknanya.
2. Penelitian lapangan yaitu metode yang digunakan untuk mendapatkan data secara obyektif dengan mengurangi secara langsung ke lokasi penelitian, dengan hal ini pengambilan data dengan wawancara, observasi, dan metode angket. Penelitian ini dilakukan selama sebulan penuh yang lebih banyak berorientasi kepada guru dan siswa terhadap penerapan model synectik dalam proses belajar mengajar.
D. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh baik melalui penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan diolah dan disusun secara sistematis dengan menggunakan metode:
1. Metode induksi yaitu suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yang bersifat khusus untuk mengambil kesimpulan yang sifatnya umum.
2. Metode deduksi yaitu suatu metode yang digunakan untuk mengolah data yang bersifat umum untuk mengambil kesimpulan yang bersifat khusus.
3. Metode tabulasi yaitu suatu metode pengolahan data yang digunakan untuk mengolah data kualitatif yakni menyajikan data dalam bentuk tabel atau daftar untuk memudahkan pengamatan atau pengolahan.
4. Metode komparatif, yaitu suatu metode yang digunakan untuk membandingkan antara data yang satu dengan data yang lainnya untuk memperoleh kesimpulan yang sifatnya baru.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Teknik Penerapan Model Synectik di SD Inpres Rappokalling I Makassar
Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, bahwa teknik penerapan model synectik di SD Inpres Rappokalling I Makassar oleh guru yakni; guru berusaha memaparkan sesuatu yang baru, mengenal keanehan, dan hal ini akan membantu para siswa memahami masalah, ide atau produk dalam sesuatu yang baru, dimana ada dua strategi atau model mengajar yang mendasari prosedur atau penerapan model synectik di SD Inpres Rappokalling I Makassar yaitu: “Strategi pertama: menciptakan sesuatu yang baru. Strategi kedua: memperkenalkan keanehan.
Strategi pertama membantu para siswa melihat sesuatu yang dikenalnya dengan mempergunakan analogi-analogi yang menciptakan konsep jarak. Kecuali dalam langkah yang terakhir, para siswa kembali ke masalah yang sebenarnya dengan memberikan perbedaan yang berarti. Tujuan strategi ini untuk dapat mengembangkan suatu pemahaman baru misalnya terhadap gerak-gerik atau tingkah laku seseorang, pemecahan masalah-masalah hubungan sosial, antara lain perkelahian, pemogokan dan sebagainya peranan guru hanya memberikan bimbingan pada tahap awal dan tahap akhir kegiatan.
Strategi kedua, memperkenalkan keanehan memberikan pemahaman kepada para siswa untuk menambah dan memperdalam hal-hal yang baru atau materi yang sulit. Metapora dipergunakan untuk keperluan penganalisaan, bukan untuk menciptakan konsep jarak seperti halnya pada siswa strategi pertama. Dimana tahapan strategi kedua ini memiliki input tentang keadaan yang sebenarnya yakni guru menyajikan informasi tentang suatu topik yang baru, disamping itu juga memiliki analogi langsung yakni guru mengusulkan analogi langsung dan menyuruh siswa untuk menjabarkannya.
Dari tersebut di atas maka penulis mengambil kesimpulan bahwa dalam penerapan model synectik ini oleh guru yakni guru tersebut hanya memberikan gambaran atau informasi tentang sesuatu bahan pelajaran kemudian siswa tersebut mengolahnya sendiri, nanti pada tahap akhir baru memberikan bimbingan lagi. Jadi peranan guru hanya memberikan bimbingan pada tahap awal dan tahap akhir kegiatan.
Dalam teknik penerapan model synectik di SD Inpres Rappokalling I Makassar, seperti yang kita ketahui bahwa untuk mencapai tujuan belajar sebagai mana yang diharapkan, maka perlu diciptakan situasi dan kondisi belajar yang baik. Untuk mencapai situasi tersebut, maka guru memegang peranan penting karena gurulah secara langsung mengatur. Jadi dalam hal ini, peranan guru sangat menentukan berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar.
Untuk mengetahui cara guru menerapkan model synectik di SD Inpres Rappokalling I Makassar perhatikan tabel berikut ini:


Tabel II

Tanggapan Siswa Terhadap Cara Guru Menerapkan Model Synectik                   
dalam Proses Belajar Mengajar
No.
Kategori jawaban
Frekuensi jawaban
Persentase
a.
Membangkitkan minat
68
68
b.
Kurang membangkitkan minat
20
20
c.
Membosankan
12
12

Total
100
100
Sumber Data; Hasil angket siswa No.5
Dari tabel tersebut di atas, dapat dilihat bahwa sekitar 68 persen siswa yang berpendapat bahwa guru yang mengajarkan mata pelajaran dengan menerapkan model synectik dapat membangkitkan minat siswa, hal ini sangat berpengaruh pada prestasi belajar siswa.
Untuk mengetahui apakah penerapan model synectik ini sudah merata diterapkan dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar, maka perhatikan tabel berikut ini:
Tabel III
Tanggapan siswa terhadap setiap guru yang masuk kelas menggunakan model synectik dalam proses belajar mengajar
No.
Kategori Jawaban
Frekuensi jawaban
Persentase
a.
Ya
60
80
b.
Kebanyakan
15
20
c.
Jarang
-
-
d.
Tidak ada
-
-

T o t a l
75
100
Sumber Data : Hasil angket siswa No. 9
Dari tabel tersebut di atas, dapat dilihat bahwa 80 persen siswa yang berpendapat, setiap guru yang masuk di kelas menggunakan model synectik dalam proses belajar mengajar.
Dari hasil persentase data angket siswa tersebut di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Model synectik itu sudah merata diterapkan dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar.
2. Bahwa dalam penerapan model synectik oleh guru-guru tersebut hanya memberikan gambaran atau informasi tentang sesuatu bahan pelajaran kemudian siswa tersebut mengelolanya sendiri, nanti pada tahap akhir baru guru memberikan bimbingan lagi jadi peranan guru hanya memberikan bimbingan pada tahap awal dan pada tahap akhir kegiatan.
Untuk mengetahui pemahaman siswa SD Inpres Rappokalling I Makassar terhadap pelajaran apabila menggunakan model synectik, maka perhatikan tabel berikut:
Tabel  IV
Pemahaman siswa terhadap pelajaran apabila menggunakan model synectik
No
Kategori jawaban
Frekwensi jawaban
Persentase %
a.
Mudah sekali
11
14,67
b.
Mudah
39
52,00
c.
Sukar
15
20,00
d.
Sukar sekali
10
13,33

T o t a l
75
100,00
Sumber Data: Hasil angket siswa No 3.
Dari tabel tersebut di atas, dilihat bahwa sekitar 52 persen siswa yang berpendapat bahwa pelajaran tersebut mudah dipahami apabila menggunakan model synectik, sedangkan yang mengatakan bahwa pelajaran tersebut sukar dipahami hanya 20 persen dan selebihnya menjawab mudah sekali dan sukar sekali.
Tingginya perhatian siswa terhadap mata pelajaran mengakibatkan kerajinan siswa terhadap mata pelajaran tersebut otomatis meningkat.
Untuk mengetahui tingkat kerajinan siswa siswi SD Inpres Rappokalling I Makassar terhadap pelajaran apabila menggunakan model synectik, maka perhatikan tabel berikut:

Tabel  V

Kerajinan Siswa dalam Mengikuti Pelajaran Apabila
Menggunakan Model Synectik
No.
Kategori jawaban
Frekuensi jawaban
Persentase
a.
Rajin sekali
23
30,67
b.
Rajin
39
52,00
c.
Kurang rajin
13
17,33
d.
Tidak rajin
-
-

T o t a l
75
100
Sumber Data: Hasil angket No. 4
Dari tabel tersebut di atas, dapat dilihat bahwa 30,67 persen siswa yang rajin sekali mengikuti pelajaran apabila menggunakan model synectik, sedangkan yang rajin 52 persen dan yang kurang rajin 17,33 persen serta yang tidak rajin tidak ada.
Dengan demikian jelas, bahwa tingkat prestasi belajar siswa SD Inpres Rappokalling I Makassar terhadap pelajaran cukup baik, itu disebabkan karena model synectik yang membuat siswa tidak bosan belajar baik pada pelajaraan eksakta maupun non eksakta.
Selanjutnya tingginya minat siswa terhadap mata pelajaran tersebut, untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan dalam tabel:

Tabel VI

Perhatian Siswa Terhadap Pelajaran Apabila Menggunakan Model Synectik
No
Keterangan
Frekuensi Jawaban
Persentase
a.
Sangat memperhatikan
15
20,00
b.
Memperhatikan
45
60,00
c.
Kurang memperhatikan
8
10,67
d.
Tidak memperhatikan
7
9,33

T o t a l
75
100
Sumber Data: Hasil angket No 13
Dari tabel tersebut di atas, dapat dilihat bahwa siswa yang sangat memperhatikan pelajaran yang disajikan oleh guru bidang studi apabila menggunakan model synectik yaitu sebanyak 20 persen, siswa yang memperhatikan 60 persen, sedangkan yang kurang memperhatikan 10,67 persen, sementara yang tidak memperhatikan 9,33 persen.
Senangnya siswa terhadap suatu pelajaran terkadang disebabkan oleh guru bidang studi, mungkin karena model pengajarannya yang sangat menarik, bahkan mungkin karena guru tersebut sangat menguasai dalam penerapan model mengajar dalam proses belajar mengajar, sehingga minat siswa terhadap mata pelajaran tersebut otomatis disenangi.
Untuk mengetahui penguasaan guru bidang studi pada penerapan model synectik dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel VII

Penguasaan Guru dalam Menerapkan Model Synectik
No
Kategori jawaban
Frekuensi Jawaban
Persentase
a
Sangat menguasai
17
22,67
b.
Menguasai
43
57,33
c.
Kurang menguasai
12
16,00
d.
Tidak menguasai
3
4,00

T o t a l
75
100,00
Sumber Data: Hasil angket No 2.
Dari tabel tersebut di atas, dapat dilihat bahwa jumlah persentase jawaban siswa terhadap penguasaan guru pada penerapan model synectik yaitu; guru menguasai sebanyak 57,33 persen, sedangkan sangat menguasai 22,67 persen, sementara yang kurang menguasai 16 persen dan yang tidak menguasai hanya 4 persen.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa guru yang menguasai model mengajar dalam proses belajar mengajar, jelas dapat membangkitkan minat siswa terhadap mata pelajaran yang disajikan tersebut.
Kemudian minat siswa dalam menerima pelajaran apabila menggunakan model synectik. Untuk jelasnya tentang hal tersebut, maka berikut ini akan disajikan keadaan minat siswa dalam menerima pelajaran apabila menggunakan model synectik.

Tabel  VIII

Minat Siswa Menerima Pelajaran apabila Menggunakan Model Synectik

No.
Kategori Jawaban
Frekuensi Jawaban
Persentase %
a.
Senang sekali
22
29,33
b.
Senang
35
46,67
c.
Kurang senang
11
14,67
d.
Tidak senang
7
9,33

T o t a l
75
100,00
Sumber Data: Hasil angket No 7
Dari tabel tersebut di atas, dapat dilihat bahwa minat siswa dalam menerima pelajaran apabila menggunakan model synectik, cukup senang terbukti hasil angket siswa pada tabel tersebut. Siswa yang tidak senang dengan persentase jawaban 9,33 persen sedangkan yang kurang senang hanya 14,67 persen. Dengan demikian masih tersisa 76 persen siswa yang senang dan yang senang sekali menerima pelajaran apabila menggunakan model synectik dalam proses belajar mengajar.
C. Faktor Penunjang Peranan Model Synectik dalam Proses Belajar Mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar.
Penerapan model synectik ini akan berjalan dengan baik karena ditunjang oleh:
a.    Sarana-sarana pendidikan yang memadai, dikatakan memadai karena tersedianya peralatan atau pendidikan untuk keperluan praktek bagi siswa, walaupun masih sederhana, seperti perpustakaan, mushalla, lapangan olah raga dan sarana-sarana pendidikan lainnya.
b.   Sebagian besar gurunya yang sudah profesional, dikatakan sudah profesional dimana latar belakang pendidikan guru-guru SD Inpres Rappokalling I Makassar, mengajar sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka dapatkan dan dipelajari pada waktu duduk di bangku kuliah, selain itu keikutsertaan mereka terhadap pelatihan-pelatihan atau penataran yang berhubungan dengan disiplin ilmu yang mereka miliki.
c.    Dukungan orang tua yang sudah mengarah ke penggunaan model synectik, dimana dalam hal ini orang tua siswa memberikan dukungan, walaupun dalam bentuk saran sebagai bahan masukan terhadap kelancaran penggunaan penerapan model synectik dalam proses belajar mengajar.
d.   Menarik dalam penerapan, disini kita dapat lihat kembali pada tabel dan hasil angket siswa No. 3, 4, 5, 7, 9, 13.

D. Efektivitas Penerapan Model Mengajar Synectik dalam Proses Belajar Mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar
Untuk membahas masalah yang berbunyi, “apakah model synectik efektif diterapkan dalam proses belajar mengajar, maka diajukan hipotesis yang berbunyi “Model synectik efektif diterapkan dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar”.
Untuk membahas masalah dan pengujian hipotesis tersebut, maka penulis mengajukan data-data yang dikumpulkan dari jawaban siswa kelas IV, V, dan VI di SD Inpres Rappokalling I Makassar, dengan menggunakan model synectik pada semester II tahun pelajaran 2002/2003 .
Untuk mengetahui hasil belajar siswa atau daya serap siswa dengan menggunakan model synectik di SD Inpres Rappokalling I Makassar, maka hasil belajar siswa tersebut, akan diolah dengan menggunakan rumus statistik sebagai berikut:


          
Keterangan:
x = Mean

fx = Jumlah hasil perkalian frekuensi dengan nilai tengah
f  = Jumlah frekuensi
Nilai (x)
Frekuensi
Fx
9
7
63
8
38
304
7
25
245
6
5
30
Jumlah
75
642

            x = 8,56

Dari keseluruhan jumlah rata-rata hasil belajar siswa SD Inpres Rappokalling I Makassar diperoleh nilai rata-rata sebanyak 8,56 dengan demikian dapat dikategorikan nilai rata-ratanya baik.
Kemudian hasil belajar tersebut diolah dalam bentuk persentase  untuk mengetahui tingkat daya serap siswa tersebut, adapun rumus daya serap yang digunakan sebagai berikut:
Jumlah seluruh nilai siswa x 10 %
Banyaknya siswa

Jadi untuk mengetahui daya serap siswa SD Inpres Rappokalling I Makassar, kelas IV adalah:
  624
------ x 10 % = 85,6%
  75
 
 



Berdasarkaan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa daya serap siswa kelas IV SD Inpres Rappokalling I Makassar pada pelajaran apabila menggunakan model synectik 85,6 %.
Selanjutnya akan diolah data hasil belajar siswa kelas V SD Inpres Rappokalling I Makassar dengan menggunakan rumus yang sama, yakni sebagai berikut:
Nilai (x)
Frekuensi
Fx
8
42
336
7
27
189
6
6
36
Jumlah
75
561

           

           
x  = 7,48

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas V SD Inpres Rappokalling I Makassar yakni 7,48. Dengan demikian, dapat dikategorikan nilai rata-ratanya baik.
Kemudian hasil belajar siswa tersebut akan diolah untuk mencari tingkat daya serap siswa tersebut dengan menggunakan rumus yang sama.
748
------ x 10 % = 74,8 %
 100
 
 



Berdasarkan data tersebut di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa tingkat daya serap siswa kelas V SD Inpres Rappokalling I Makassar sudah baik karena sudah mencapai daya serap 74,8 %.
Selanjutnya akan diolah data hasil belajar siswa kelas VI yakni sebagai berikut:

 Nilai  (x)
Frekuensi
Fx
9
19
117
8
24
128
7
11
105
6
9
36
Jumlah
75
368
           
            x = 7, 72

Hasil belajar siswa tersebut di atas, dapat dikategorikan bahwa siswa kelas VI mempunyai hasil belajar yang baik dengan nilai rata-rata 7,72.
386
------ x 10 % = 77,2 %
 50
 
Sedangkan daya serapnya, dapat dilihat pada pengolahan data berikut ini:


Berdasarkan data tersebut di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa tingkat daya serap siswa kelas VI SD Inpres Rappokalling I Makassar, sudah mempunyai daya serap 77,2 %. Ini berarti bahwa hasil yang diharapkan sudah tercapai dan mendapat hasil yang diharapkan sudah tercapai dan mendapat hasil yang baik, karena model synectik yang diterapkan guru dalam proses belajar mengajar.
Dari uraian tersebut di atas, tentang hasil belajar siswa SD Inpres Rappokalling I Makassar dengan menggunakan model mengajar synectik dapat disimpulkan, bahwa untuk kelas IV, V, dan VI sudah mencapai rata-rata 7,52. Sedangkan daya serap yang diperoleh sudah mencapai 75,2 persen.
Dari hasil uraian tersebut di atas, diperoleh bahwa hasil belajar siswa dengan menerapkan model synectik dalam proses belajar mengajar itu cukup baik. Hal ini dapat dilihat melalui tabel interprestasi dibawah ini:
F
Interprestasi
76 – 100
Baik
56 – 75
Cukup
40 – 55
Kurang baik
< 40
Tidak baik
Jadi menurut tabel interprestasi tersebut di atas, menunjukkan bahwa tingkat efektivitas model synectik dalam proses belajar mengajar dilihat dari hasil belajar yang penulis teliti sesuai dengan besarnya sampel mulai dari kelas I, II, dan III itu cukup baik.
Selanjutnya berdasarkan sampel yang telah penulis teliti sejumlah 75 orang, terdiri dari kelas IV sebanyak 25 orang siswa, kelas V sebanyak 25 orang siswa, dan kelas VI sebanyak 25 orang siswa di SD Inpres Rappokalling I Makassar, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama dan kedua dapat diterima.
Hipotesis pertama berbunyi, “diduga teknik penerapan model synectik ini oleh guru-guru dalam proses belajar mengajar adalah model yang berhasil memecahkan masalah atau kesulitan belajar yang mereka miliki”. Mengingat model ini adalah model mengajar yang berhasil memecahkan kesulitan siswa, oleh karena adanya rasa kebersamaan yang mereka miliki, ini terbukti dari hasil penelitian angket siswa No.9 dari 75 orang responden, menjawab bahwa setiap guru yang masuk di kelas untuk mengajar kebanyakan menggunakan model mengajar synectik dalam proses belajar mengajar.
Hipotesis kedua berbunyi: “Mengingat model synectik sebagai model pengembangan kreativitas berpikir siswa untuk memecahkan kesulitan dalam belajar, maka dapat diperkirakan bahwa model synectik efektif diterapkan dalam proses belajar mengajar”. Hal ini terbukti dari hasil angket siswa dan nilai belajar siswa yang menunjukkan rata-rata 7,52 dan daya serap siswa 75,2 % ini menunjukkan, bahwa model synectik efektif diterapkan dalam proses belajar mengajar.

D. Prestasi Belajar Siswa

Dalam hal ini jumlah siswa yang diukur hasil belajarnya sebanyak 75 orang, kelas IV sebanyak 25 orang, kelas V sebanyak 25 orang, dan kelas VI sebanyak 25 orang siswa. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut.

Tabel  IX

Hasil belajar siswa SD Inpres Rappokalling I Makassar dengan Menggunakan Model Mengajar Synectik Tahun Pelajaran 2002/2003
No.
Kelas IV
No
Kelas V
No
Kelas VI
1.
8
26
8
51
8
2.
7
27
7
52
9
3.
8
28
8
53
8
4.
7
29
8
54
8
5.
8
30
8
55
9
6.
6
31
8
56
8
7.
7
32
6
57
7
8.
8
33
7
58
8
9.
7
34
7
59
8
10.
8
35
8
60
7
11.
7
36
8
61
7
12.
7
37
8
62
6
13.
7
38
7
63
9
14.
7
39
8
64
9
15.
7
40
8
65
8
16.
8
41
8
66
9
17.
8
42
7
67
9
18.
7
43
8
68
8
19.
7
44
8
69
8
20.
7
45
7
70
7
21.
8
46
7
71
7
22.
6
77
6
72
8
23.
8
48
8
73
9
24.
8
49
8
74
8
25.
8
50
7
75
8
Jumlah         184

187

386
Sumber Data:   Daftar nilai siswa SD Inpres Rappokalling I Makassar Tahun pelajaran 2002/2003
Untuk mengetahui tingkat hasil belajar siswa atau daya serap siswa di SD Inpres Rappokalling I Makassar, maka hasil belajar siswa tersebut, akan diolah dengan menggunakan rumus statistik.
Adapun rumus statistik yang dimaksud adalah:
 




Keterangan :
x   = Mean

Σ   = Jumlah
f    = frekuensi                          x   = nilai hasil belajar
Sebagaimana diketahui bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai setelah melakukan kegiatan belajar, hasil tersebut merupakan kecakapan nyata yang diukur langsung dengan menggunakan tes hasil belajar. Prestasi belajar adalah suatu nilai (angka) pada tiap-tiap mata pelajaran yang ditempuhnya di sekolah.
Dengan adanya hasil belajar siswa, maka kita dapat mengetahui tingkat kesiapan masing-masing siswa dalam setiap kelas atau secara umum dapat diketahui antara siswa yang cakap dengan siswa yang kurang cakap.
Dalam kaitannya dengan hasil belajar siswa yang dicapai dengan menggunakan model synectik dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar penulis akan menyajikan sesuai dengan besarnya sampel penilaian.
Berdasarkan distribusi nilai-nilai hasil belajar siswa SD Inpres Rappokalling I Makassar tahun pelajaran 2002/2003 yang telah penulis kumpulkan melalui metode dokumentasi, dimana secara sepintas dapat dipahami bahwa nilai-nilai belajar siswa SD Inpres Rappokalling I Makassar dengan menggunakan model synectik bergerak dari 6 sampai 9.
Nilai-nilai hasil belajar itu menunjukkan bahwa nilai hasil belajar yang paling rendah adalah 6. Frekuensi nilai hasil belajar siswa tersebut dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel X
Frekuensi nilai hasil belajar siswa SD Inpres Rappokalling I Makassar
 tahun pelajaran 2002/2003
Nilai (x)
Frekuensi
9
7
8
38
7
25
6
5
Sumber Data: Tabel V
Sedangkan data yang dikumpulkan dengan menggunakan metode angket adalah faktor yang mempengaruhi efektivitas penggunaan model synectik yang meliputi minat siswa, perhatian, kerajinan, pemahaman siswa dalam belajar mengajar.
Data angket yang dinyatakan masuk dalam sebanyak eksamplar sedangkan item yang diolah adalah 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 13. Sedangkan 1, 6, 11, 12 tidak diolah, hanya merupakan pelengkap saja.
BAB V
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan melalui pembahasan skripsi ini, maka dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.  Teknik penggunaan penerapan model synectik dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar yakni guru tersebut hanya memberikan gambaran atau informasi tentang suatu bahan pelajaran kemudian siswa tersebut mengolahnya sendiri nanti pada tahap akhir, baru guru memberikan bimbingan lagi. Jadi peranan guru hanya memberikan bimbingan pada tahap awal dan tahap akhir kegiatan.
2.  Yang menjadi faktor penunjang penerapan model synectik dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar adalah :
a.  Guru yang profesional dalam bidangnya masing-masing
b.  Adanya laboratorium yang lengkap
c.  Tersedianya peralatan atau sarana pendidikan yang baik untuk keperluan praktek bagi siswa.
B. Implikasi Penelitian
1. Kepada Kepala SD Inpres Rappokalling I Makassar agar dapat memantau guru dari dekat terhadap penerapan model synectik dalam proses belajar mengajar agar mutu dan kualitas siswa dapat lebih ditingkatkan pada masa yang akan datang, dimana putra-putri Indonesia dituntut untuk dapat mengembangkan kreatifitas berpikir mereka untuk menyongsong millenium ketiga Indonesia baru.
2. Kepada para guru di SD Inpres Rappokalling I Makassar kiranya model mengajar synectik ini terus dipertahankan dan dikembangkan semaksimal mungkin untuk mendapat hasil yang memuaskan.
3. Kepada para siswa SD Inpres Rappokalling I Makassar, kiranya dapat lebih bersungguh-sungguh dalam belajar agar pengembangan kreatifitas berpikir yang mereka miliki lebih meningkat dengan bantuan model mengajar synectik.






 
DAFTAR  PUSTAKA


Abdullah, Ambo Enre. H. Pokok-pokok Layanan Bimbingan Belajar. Ujung Pandang: Fakultas Ilmu Pendidikan, 1990.
Abdurrahman, H. Pengelolaan Pengajaran. Ujung Pandang: Bintang Selatan, 1990.
Arief, Sadiman. et.al. Media Pendidikan. Pustekkom Dikbud dan PT. Raja Grafindo Persada. t.th.
Dahlan M.D. Model-model Mengajar. Cet. II; Bandung: Diponegoro, 1990.
Hamalik, Oemar. Strategi Belajar Mengajar. Cet. I; Bandung: Sinar Baru, 1989.
Ibnu Hajar, Sumiati. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar Mengajar. Universitas Indonesia, 1980/1981.
Kimle dan Germezy. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: PBFE, 1989.
Komaruddin. Kamus Istilah Skripsi dan Tesis. Bandung: Angkasa, 1988.
Nasution, S. Kurikulum dan Pengajaran. Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1989.
Shadily, Hassan, Ensiklopedi Indonesia. Jilid II.
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bina Aksara, 1987.
Sudirman N. dkk., Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Karya, 1989.
Sudjana, Nana. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Cet. II; Bandung: Sinar Baru, 1989.
Surachmad, Winarno. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Aksara Baru, 1984.
Suwariyah, Wari dan Nana Sudjana. Model-model Belajar CBSA. Cet. I; Bandung: Sinar Baru, 1991
Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta.



ANGKET PENELITIAN
PENGANTAR
Angket ini dimaksudkan untuk memperoleh data dari siswa dalam rangka menyusun skripsi yang berjudul EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL SYNECTIK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI SMU NEGERI I BAJENG KECAMATAN BAJENG KABUPATEN GOWA. Dengan demikian jawaban anda tidak ada sangkut pautnya dengan penilaian dalam mata pelajaran.
Untuk itu penelitian sangat mengharapkan bantuan anda untuk mengisi/ menjawab angket ini dengan sejujurnya sesuai dengan penilaian anda serta penuh dengan kesungguhan, tanpa menulis nama. Atas bantuan anda dalam mengisi/jawaban angket ini peneliti tidak lupa mengucapkan terima kasih.

PETUNJUK
Jawablah setiap pertanyaan/pertanyaan dalam angket ini dengan memberi tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang telah disiapkan pada masing-masing pertanyaan.
PERTANYAAN-PERTANYAAN
1.   Model mengajar yang bagaimana yang adik senangi dalam menerima pelajaran?
      a. Model syinectik                                       b.   Model Inkuiri
      c. Model Pertemuaan kelas                          d.   Model permainan perang
2.   Bagaimana tingkat penguasaan guru adik dalam menerapkan model syinectik di kelas?
      a.    Sangat menguasai                                  b.   Menguasai
      c.    Kurang menguasai                                 d.   Tidak menguasai
3.   Bagaimana pemahaman adik terhadap pelajaran yang menggunakan model syinectik?
      a.    Mudah sekali                                         b.   Mudah
      c.    Sukar                                                     d.   Sukar sekali
4.   Apakah adik rajin mengikuti pelajaran apabila guru menggunakan model syinectik?
      a.    Rajin sekali                                            b.   Rajin
      c.    Kurang rajin                                          d.   Tidak rajin
5.   Bagaimana tanggapan adik terhadap cara guru dalam menerapkan model mengajar syinectik?
      a.    Membangkitkan minat                          b.   Membosankan
      c.    Kurang membangkitkan minat
6.   Bagaimana hubungan adik dengan teman-temannya dalam belajar.
      a.    Kerja sama dengan baik                        b.   Tidak kerja kelompok
7.   Apakah adik senang menerima pelajaran apabila guru menggunakan model syinectik?
      a.    Senang sekali                                         b.   Senang
      c.    Kurang senang                                      d.   Tidak senang
8.   Apakah dalam proses belajar mengajar guru sering menggunakan model syinectik?
      a.    Sering sekali                                          b.   Sering
      c.    Jarang                                                    d.   Tidak sama sekali
9.   Apakah setiap guru yang masuk dikelas menggunakan model syinectik dalam proses belajar mengajar?
      a.    Ya                                                          b.   Kebanyakan
      c.    Jarang                                                    d.   Tidak ada
10.        Apakah penerapan model syinectik ini sudah merata di kelas
      a.    Sudah merata                                        b.   Belum merata
11.        Setelah berlangsungnya proses belajar mengajar dengan menggunakan model syinectik, bagaimana penguasaan adik terhadap pelajaran tersebut?
      a.    Sangat meningkat                                  b.   Meningkat
      c.    Kurang meningkat                                 d.   Tidak meningkat
12.        Bagaimana tanggapan adik dengan penerapan model syinectik tersebut?
      a.    Perlu diterapkan                                    b.   Diterapkan
      c.    Tidak perlu diterapkan
13. Bagaimana perhatiaan adik terhadap pelajaran apabila guru menerapkan model syinectik dalam proses belajar mengajar
      a.    sangat memperhatikan                           b.   Memperhatikan
      c.    Kurang memperhatikan                         d.   Tidak memperhatikan.


PEDOMAN WAWANCARA UNTUK GURU

1.       Apakah teknik penerapan model syinectik oleh guru-guru dalam proses belajar mengajar adalah model yang berhasil memecahkan masalah?
2.       Apakah kendala yang dihadapi untuk menerapkan model syinectik dalam proses belajar mengajar?
3.       faktor-faktor apa saja yang mendorong bapak dan ibu untuk menerapkan model syinectik dalam proses belajar mengajar?
4.       Apakah menurut tanggapan ibu dan bapak model syinectik itu efektif diterapkan dalam proses belajar mengajar?



PENGGUNAAN MODEL SYNECTIK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI SD INPRES
RAPPOKALLING I MAKASSAR











SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebahagian Syarat-syarat Ujian
Skripsi Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan MIPA  Program Studi Biologi





Oleh :

NAMA       : R U J I A H

STAMBUK  :







FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS VETERAN REPUBLIK INDONESIA
MAKASSAR
2004

 
 

PERSETUJUAN  PEMBIMBING

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk diajukan kepada Panitia Ujian Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Republik Indonesia Makassar.

Judul                : PENGGUNAAN MODEL SYNECTIK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI SD INPRES RAPPOKALLING I MAKASSAR
Atas Nama       : BAHARUDDIN
Stambuk           :
Program           : Strata Satu (S1)
Jurusan            : Biologi
Fakultas           : Keguruan dan Ilmu Pendidikan


                                                                                            Makassar,      Maret  2004


Pembimbing  I                                               Pembimbing  II



Muh. Khalifah Mustami, M.Pd.                                       Drs. Ahmad Hasyim, M.Si.


Mengetahui
Ketua Jurusan MIPA
FKIP UVRI Makassar



Drs. H.M. Said Arman




KATA   PENGANTAR

بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji adalah bagi Allah, Tuhan tempat menyampaikan segala hajat permohonan untuk mengharapkan pertolongan di dalam mengerjakan dan menyelesaikan segala masalah dan segala urusan.
Atas rahmat dan pertolongan Allah jualah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “PENGGUNAAN MODEL SYNECTIK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI SD INPRES RAPPOKALLING I MAKASSAR”.
Salawat dan salam kami haturkan kepada Nabiullah Muhammad saw. Sebagai anutan hidup yang sempurna dan pembawa keselamatan dan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat kelak.  
Penulis menyadari sedalam-dalamnya, bahwa baik isi maupun penulisan skrispi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena  itu saran dan kritikan yang sifatnya membangun senantiasa penulis harapkan. Begitu pula penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari adanya bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Rektor UVRI Makassar, Dekan dan Pembantu Dekan FKIP UVRI Makassar, Ketua Jurusan MIPA, serta seluruh staf, atas segala bimbingan dan perhatiannya, baik selama penulis menjalani perkuliahan hingga berhasil menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Muh. Khalifah Mustami, M.Pd., dan Bapak Drs. Ahmad Hasyim, M.Si., pembimbing dalam penulisan skripsi ini, yang telah membimbing dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. Keduanya telah berjasa mengarahkan dan membangkitkan semangat dan mendorong penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Para bapak dan ibu Dosen serta segenap jajaran civitas akademika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)-UVRI Makassar, khususnya program Studi Biologi.
Tak lupa kepada semua pihak yang turut membantu dan telah memberikan bantuannya baik langsung maupun tidak langsung, penulis menyerahkan semuanya kepada Allah swt., semoga mendapat ganjaran yang setimpal di sisi-Nya. Amin.

Makassar,     Oktober 2003
Penulis,



DAFTAR  ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i
PENGESAHAN  PEMBIMBING ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... v
BAB      I.   PENDAHULUAN
                   A.   Latar Belakang.................................................................................... 1
                   B.   Rumusan Masalah .............................................................................. 2
                   C.   Hipotesis ............................................................................................ 2
                   D.   Pengertian Judul dan Definisi Operasional......................................... 3                                               
                   E.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian........................................................ 4
                   F.    Garis Besar Isi .................................................................................... 5
BAB    II.   TINJAUAN  KEPUSTAKAAN
                   A.   Proses Belajar Mengajar ..................................................................... 8
                   B.   ................................................................................................ Model Mengajar Synectik      26
BAB   III.   METODE  PENELITIAN
                   A.   Populasi dan Sampel ........................................................................ 39
                   B.   Instrumen Pengumpulan Data ......................................................... 42
                   C.   Prosedur Pengumpulan Data ........................................................... 43
                   D.   Teknik Analisis Data ........................................................................ 44
BAB   IV.   HASIL  PENELITIAN
                   A.   ................................................................................................ Teknik Penerapan Model Synectik di SD Inpres Rappokalling I Makassar ............................. 45
                   B.   Faktor Penunjang dan Penghambat Penerapan Model Synectik dalam Proses Belajar Mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar............................. 52
                   C.   Efektivitas Penerapan Model Mengajar Synectik dalam Proses Belajar Mengajar di SMU  Negeri I Bajeng................................................................................. 53
                   D.   Prestasi Belajar Siswa....................................................................... 59

BAB    V.   P E N U T U P 
                   A.   Kesimpulan....................................................................................... 63
                   B.   Implikasi Penelitian .......................................................................... 63

DAFTAR  PUSTAKA .............................................................................................. 65



  


DAFTAR  TABEL
Tabel                                                                                                                  Halaman
I           Daftar Keadaan/ Jumlah Siswa SMU Negeri I Bajeng Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa Periode 2002/2003.............................................................................................         39
II         Keadaan Sarana dan Prasarana SMU Negeri I Bajeng Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa        .............................................................................................................. 45
III        Daftar Keadaan Guru SMU Negeri I Bajeng Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa                      46
IV        Daftar Keadaan/ Jumlah Siswa SMU Negeri I Bajeng Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa Tahun Pelajaran 2002-2003.............................................................................         49
V         Frekwensi Nilai Hasil Belajar Siswa SMU Negeri I Bajeng Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa Tahun Pelajaran 2002/2003...................................................................         51
VI        Tanggapan Siswa Terhadap Cara Guru Menerapkan Model Synectik dalam Proses Belajar Mengajar ..............................................................................................         56
VII      Tanggapan Siswa Terhadap setiap Guru yang Masuk Kelas Menggunakan Model Synectik dalam Proses Belajar Mengajar........................................................................         56
VIII     Pemahaman Siswa terhadap Pelajaran apabila Menggunakan Model Synectik                   57
IX        Kerajinan Siswa dalam Mengikuti Pelajaran apabila Menggunakan Model Synectik                      58
X         Perhatian Siswa terhadap Pelajaran apabila Menggunakan Model Synectik           59       
XI        Penguasaan Guru dalam Menerapkan Model Synectik........................         60
XII      Minat Siswa Menerima Pelajaran apabila Menggunakan Model Synectik               61
XIII     Hasil Belajar Siswa SMU Negeri I Bajeng Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa Dengan Menggunakan Model Mengajar Synectik Tahun Pelajaran 2002/2003         68




1H. Abdurrahman, Pengelolaan Pengajaran, (Ujung Pandang; Bintang Selatan, 1990), h. 144
2Sadiman Arief. et.al. Media Pendidikan, (Pustekkom Dikbud dan PT. Raja Grafindo Persada), h. 11
[1]Sudirman N.dkk., Ilmu Pendidikan, (Bandung: Remaja Karya, 1989) h. 99
[2]Winarno Surachmad, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Aksara Baru, 1984) h. 18
[3]Kimle dan Germezy, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta: PBFE, 1989), h. 59.
[4]Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h. 18
[5]Nasution., Berbagai pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h. 9
[6]Nasution, op. cit, h. 13
[7]Slameto, op. cit., h. 33
[8]Oemar Hamalik, Strategi Belajar Mengajar, (Cet.I;Bandung: Mandar Maju, 1993), h. 3.
[9] Dr. Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Cet. II: Bandung; Siamar Baru, 1989). h.30.
[10]Ibid., h. 130.
[11]Sumiati Ibnu Hajar, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses belajar mengajar, (Universitas Indonesia: 1980/1981)
[12]H. Ambo Enre Abdullah, Pokok-pokok Layanan Bimbingan Belajar, (Ujungpandang: Fak Ilmu Pendidikan, 1990).,h. 43.
[13]Ibid., h. 73.
[14]Ibid.
[15]Ibid., h. 75.
[16] H. Abdurrahman, Pengelolaan Pengajaran. (Ujung Pandang: Bintang Selatan, 1998), h. 146.
[17]Ibid., h. 144.
[18]M.D. Dahlan, Model-model Mengajar, (Cet. II; Bandung: Diponegoro, 1990) h. 101.
[19]Nana Sudjana dan Wari Suwariyah, Model-model Mengajar CBSA, (Cet, I; Bandung: Sinar Baru, 1991), h. 49
[20]H. Abdurrahman, op. cit., h. 145.
[21]M.D. Dahlan, op.cit., h. 90.
[22]S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Cet. I; jakarta: Bumi Aksara, 1989) h. 82-83.
[23]Ibid.
[24] Abdurrahman, op. cit., h. 146-147
[25]M.D. Dahlan, op. cit., h. 99-100.
[26]Ibid., h. 93.
[27] M.D. Dahlan. Model-model Mengajar. (Cet. III: Bandung; Diponegoro, 1990), h. 109.
[28]M.D. Dahlan, op. cit., 99.
[29]Sudjana, Metode Statistika, (Cet. V; Bandung: Tarsito, 1992) h. 6
[30]I Made Putrawan. Pengujian Hipotesis dalam Penelitian sosial, (Cet. I; jakarta: Rineka Cipta, 1990) h. 5
[31]Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik,  (Cet. VIII; Jakarta: Rineka Cipta, 1992) h. 102.
[32] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 122.
[33] Suharsini Arikunto, Manajemen Penelitian (Cet. IV; Jakarta: Rineka Cipta, 1998). H. 127.

0 komentar:

Post a Comment

 

Pengikut

Copyright © ZONA SKRIPSI All Rights Reserved • Design by Dzignine
best suvaudi suvinfiniti suv