Skripsi Fisika 2

Monday, March 26, 2012
Upaya Pembuatan Sumber Radioaktif Dari Abu Kaos Lampu Petromaks Untuk Praktikum di Laboratorium dan Karakterisasi Radioaktifnya


Bab I

A.      Pendahuluan
Di Indonesia pemanfaatan teknologi nuklir telah dikembangkan sejak tahun 1968 dan pada waktu ini pemanfaatannya telah diterapkan di berbagai bidang (Suratman, 2001:21). Beberapa contoh manfaat teknologi nuklir untuk kesejahteraan manusia, diantaranya adalah bidang pertanian seperti pencarian bibit unggul dengan iradiasi, bidang kedokteran seperti terapi pada penyinaran kanker dengan radiasi dosis tertentu, bidang industri seperti industri peningkatan mutu berbagai komoditi pangan dan bidang-bidang lainnya.
Dalam kaitan dengan sumber radiasi buatan manusia, dapat diberikan contoh bahwa saat ini banyak diproduksi hasil industri yang sengaja memanfaatkan  zat  radioaktif, misalnya: jarum pendar  pada  arloji, detektor asap dalam  gedung-gedung,  pesawat  televisi  dan  kaos  lampu  petromaks  (J. Sassung  dalam  Pratiwi  dan  Yulianti, 2003:20).  Selanjutnya    menurut  J. Sassung, kaos lampu petromaks menggunakan thorium yang merupakan unsur radioaktif. Kaos lampu petromaks mengandung sedikit thorium dan menunjukkan gejala radioaktivitas yang sangat lemah (Van Klinken dalam Pratiwi dan Yulianti, 2003:20).
Pendapat di atas didukung oleh hasil penelitian Pratiwi DJ dan Dwi Yulianti  bahwa kaos lampu petromaks  mempunyai cacah radiasi. Hasil penelitian didapat bahwa zat radioaktif  yang  terkandung  di dalam kaos lampu petromaks  akan selalu  memancarkan  sinar-sinar  radioaktif, baik  pada saat dinyalakan maupun saat menjadi abu. Dengan demikian dimungkinkan  untuk membuat  prototipe  sumber radioaktif  dari kaos  lampu  petromaks.
Karena itu masalah yang hendak dipecahkan pada makalah ini adalah upaya pembuatan sumber radioaktif dari abu kaos lampu petromaks untuk praktikum di laboratorium dan karakterisasi radioaktifnya. Tujuannya adalah untuk membuat prototipe sumber radioaktf dari abu kaos lampu petromaks yang dapat dipergunakan untuk praktikum di laboratorium dan mengetahui karakteristik radioaktif prototipe yang dihasilkan.

B.       Landasan Teori
1.             Kaos Lampu Petromaks
Salah satu barang atau produk konsumen yang mengandung zat radioaktif adalah kaos lampu petromaks. Kaos lampu petromaks terbuat dari kain halus atau asbes yang diliputi zat radioaktif. Asbes dapat bertahan pada temperatur tinggi, tapi beracun. Sedangkan kain halus sebagai bahan dasar kaos lampu petromaks memiliki kekurangan yaitu mudah sekali terbakar, sehingga harus diganti secara teratur.
Kaos lampu petromaks adalah salah satu dari banyak penemuan Auer Von Welsbach seorang ahli kimia dari Jerman yang mempelajari unsur-unsur lapisan bumi pada tahun 1880. Zat radioaktif yang terkandung dalam kaos lampu petromaks merupakan campuran 99% thorium oxide dan 1% cerium oxide (Wikipedia, 2004). Oksida ini mengeluarkan kelipan cahaya pada temperatur tinggi.

2.             Sumber – Sumber Radiasi Penghasil Thorium
2.1         Sumber – Sumber Radiasi Alam
Sumber – sumber radiasi alam dikelompokkan menjadi dua yaitu radiasi teresterial (berasal dari permukaan bumi) dan radiasi ekstra teresterial (berasal dari angkasa luar). Sumber thorium sendiri berupa monazite yang merupakan campuran tipis dari  beberapa unsur fosfat yang berada di lapisan kerak bumi.
2.2         Sumber – Sumber Radiasi Buatan
Radioaktivitas buatan timbul karena dibuat manusia, antara lain yang berasal dari hasil pembelahan (fisi), reaksi inti dan debu – debu radioaktif dari hasil ledakan bom nuklir.

C.      Metodologi Penelitian
1.             Alat dan Bahan
Alat/bahan yang dipergunakan meliputi: Kaos lampu petromaks, seperangkat Geiger Muller Counter (GMC), neraca timbang, alat press, XRD, EDS, lampu petromaks.
2.             Pembuatan prototipe dengan cara sebagai berikut :
2.1         Pembakaran kaos lampu petromaks untuk mendapatkan abu.
2.2         Penimbangan abu kaos lampu petromaks.
2.3         Pengukuran cacah radiasi menggunakan GMC.
2.4         Pengepressan abu dengan menggunakan alat press.
2.1         Pemasangan holder pada prototipe yang sudah dipress.
3.             Metode Analisis
3.1         Membuat curve plateu dengan kemiringan sebagai berikut :
3.2         Menentukan Vop GMC dengan persamaan sebagai berikut :
Vop = Vo +
3.3         Menentukan Dead Time GMC ( ) dengan persamaan sebagai berikut :
     

3.4         Analisis  Cacah Radiasi Prototipe Sumber Radioaktif Menggunakan Geiger Muller Counter (GMC)
Pengukuran prototipe dilakukan pada kondisi alat yang tepat sama dengan kondisi setting. Rata-rata cacah dirumuskan sebagai berikut :
Dimana                          dan                 
Karena tGi   dan tBi  dijaga konstan untuk semua N pengukuran,  maka tGi = tG  dan  tBi = tB.
   = cacah sumber radioaktif dalam interval ke-i
      = cacah radiasi latar
    = interval pencacahan untuk sampel sumber radioaktif
    = interval pencacahan untuk radiasi latar
   = banyaknya pengukuran cacah
3.5         Analisis Unsur  yang Terkandung dalam Prototipe Sumber Radioaktif Menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD)
Difraksi sinar-X (XRD) adalah teknik analitis yang tidak merusak untuk identifikasi dan penentuan kuantitatif berbagai bentuk kristal dalam bahan. Pengujian dengan XRD dimaksudkan untuk menganalisis unsur yang terkandung di dalam prototipe sumber radioaktif. Hasilnya berupa difraktogram sinar-X yang menyatakan hubungan antara intensitas sinar pantul terhadap sudut difraksinya, kemudian dari grafik yang diperoleh diamati dengan melihat puncak-puncak tertinggi pada sudut difraksi 2θ dan dibandingkan dengan data standar. Skema alat difraksi sinar-X ditunjukkan pada gambar 1.
sinar x
kolimator
lintasan detektor
detektor
kristal
 








Gambar 1. Skema Alat Difraksi Sinar-X

     (Beiser, 1999:68)

3.6         Analisis Unsur yang Terkandung dalam Prototipe Sumber Radioaktif Menggunakan Energy Dispersive Analysis X-Ray Spectroscopy (EDS)
Prinsip kerja EDS menggunakan metode EDAXS yaitu elektron ditembakkan pada lapisan tipis sehingga memancarkan sinar-X. Sinar-X kemudian menembus lapisan silikon pada detektor sehingga menghasilkan pasangan elektron dan hole. Hasilnya ditampilkan di layar monitor berupa puncak-puncak spektrum sinar-X yang masing-masing menunjukkan adanya unsur tertentu. Puncak-puncak spektrum sinar-X tersebut diidentifikasikan sehingga memberikan hasil kuantitatif. Adapun prinsip kerja EDAXS seperti gambar 2.
                           Gambar 2. Diagram Prinsip Kerja EDAXS
                                              (Awati, 2003:44 )

D.      Hasil dan Pembahasannya
1.        Pembuatan prototipe sumber radioaktif
Prototipe yang terbuat dari abu kaos lampu petromaks  mengandung radioaktif yang cukup tinggi yaitu sebesar (n ± )  = (1,106 ± 0,006) 10  cpm. Untuk mendapatkan prototipe dari abu kaos lampu petromaks dengan cacah radiasi yang besar diperlukan kaos lampu sebanyak 34 buah. Hal ini disebabkan karena cacah radiasi abu dari satu kaos lampu petromaks sangat rendah dibandingkan dengan kaos dalam bentuk yang masih utuh. Tegangan yang dipakai dalam GMC (Geiger Muller Counter) adalah tegangan operasional (Vop) yang besarnya 442 volt dengan dead time ( ) sebesar 185 s. Besarnya cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks akibat pengaruh dead time yaitu sebesar (r ±  ) = (1,108 ± 0,007) 10  cpm. Besarnya cacah radiasi prototipe dari bubuk kaos lampu petromaks sebesar (n ± )  = (1,43 ± 0,02)10  cpm (Ariyawan Sunardi, 2005). Prototipe yang terbuat dari campuran abu dan bubuk kaos lampu petromaks memiliki cacah radiasi sebesar (n ± )  = (5,11 ± 0,04)10  cpm (Rosyidah Azmi, 2005). Berdasarkan hasil perbandingan cacah radiasi ketiga prototipe maka prototipe dari abu kaos lampu petromaks untuk sementara layak dipakai sebagai sumber radioaktif karena cacah radiasi yang dimiliki cukup besar.
2.        Analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan XRD (X – Ray Diffractometer) 6000
Dari hasil XRD dapat diketahui bahwa unsur yang paling banyak terdapat pada prototipe dari abu kaos lampu petromaks adalah thorium. Hal ini ditunjukkan dengan tiga puncak yang paling kuat yang selanjutnya disesuaikan dengan referensi basic data yang mengacu pada kandungan unsur yang ada. Pencocokan data puncak terkuat dengan referensi basic data,  didasarkan pada jarak antar atom dari unsur yang ada dengan nilai referensi yang mendekati unsur tersebut. Data puncak terkuat hasil analisis unsur menggunakan XRD dapat ditunjukkan dengan (x,y); x : sudut bidang kristal, y: intensitas (cpm). Adapun hasilnya adalah sebagai berikut : (27,5689; 3537) dengan d(A) : 3,23789; (45,821; 1904) dengan d(A) : 1,97826 dan (54,3373; 1744) dengan d(A) : 1,68699. Jarak antar atom atau d(A) dari ketiga puncak terkuat spectrum hasil XRD ini cenderung mendekati d(A) unsur thorium yang terdapat pada senyawa Thorium Oxide (ThO2) dan senyawa Calcium Thorium Fluoride (Ca.82Th.18F2.36).
3.        Analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan EDS (Energy Dispersive X – Ray Spectrometer)
Hasil EDS juga ditampilkan dalam bentuk spectrum namun kandungan unsur didalamnya sudah bisa dilihat langsung melalui spectrum yang ada. Spectrum energi sinar X (sumbu X) menggambarkan jenis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu tersebut. Sedangkan intensitas (sumbu Y) menggambarkan prosentase unsur yang terkandung didalamnya.
Dari hasil analisis ini, dapat dibuktikan bahwa unsur radioaktif thorium memang mendominasi unsur – unsur radioaktif yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks. Hal tersebut dapat dilihat dari prosentase senyawa Thorium Oxide (ThO2) yang terkandung yaitu sebesar 56,12 %. Sedangkan unsur thorium sendiri memiliki massa 49,32 % dari massa seluruh unsur yang terkandung dalam prototipe.
 


E.       Kesimpulan dan Saran
1.        Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pembuatan prototipe sumber radioaktif dari abu kaos lampu petromaks maka dapat disimpulkan :
1.            Abu kaos lampu petromaks dapat dijadikan sebagai sumber radiasi detektor jenis isian gas yaitu Geiger Muller di Laboratorium Jurusan Fisika FMIPA UNNES karena mengandung thorium.
2.            Dari pengujian prototipe dari abu kaos lampu petromaks didapatkan :
a.        Hasil pencacahan prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan GMC  (Geiger Muller Counter) adalah sebesar         (1,106 ± 0,006)10  cpm.
b.        Analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks dengan XRD (X-ray Diffractometer) 6000 membuktikan adanya thorium yang terkandung dalam senyawa Thorium Oxide (ThO2) dan Calsium Thorium Fluoride (Ca. 82Th. 18F2 .36).
c.        Analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan EDS (Energy Dispersive X – Ray Spectrometer) membuktikan adanya thorium dengan prosentase massa sebesar 49, 32 % dari massa seluruh unsur yang terkandung. Selain itu terdapat unsur – unsur : 9, 86 % oksigen; 0,25 % fluor; 0,15 % calsium dan 40, 42 % perak.
 
2.    Saran - saran
Dengan selesainya penelitian ini semoga bisa memberikan manfaat pada pengembangan alat dan bahan laboratorium terutama menambah jenis praktikum yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas mahasiswa. Untuk kepentingan tersebut maka penulis memberikan masukan – masukan guna meningkatkan hasil penelitian selanjutnya sebagai berikut :
1.         Dalam rangka pemasyarakatan manfaat teknologi nuklir melalui jalur pendidikan, mahasiswa perlu mengenal sumber radioaktif dan pemanfaatannya salah satunya yaitu prototipe dari abu kaos lampu petromaks maka dari itu perlu diadakan penelitian yang lebih mendukung penggunaan sumber radioaktif tersebut.
2.         Untuk menghindari bahaya maka perlu tindakan proteksi radiasi khususnya pada praktikum yang menggunakan energi nuklir misalnya saja dengan mempekerjakan orang yang ahli dalam hal proteksi radiasi atau PPR (Petugas Pemantau Radiasi) sehingga tidak terjadi efek yang fatal.
3.         Perlu tindak lanjut dalam mengantisipasi sulitnya perijinan dan juga proses birokrasi yang lama untuk menggunakan sumber radioaktif di laboratorium.




DAFTAR PUSTAKA

Beiser, Arthur.1986. Konsep Fisika Modern. Jakarta : Erlangga

Cameron Jhon R, Skonfronick James G. 1978. Medical Physics. New York : Jhon Wiley & Sons Inc

Chember, Herman. 1987. Pengantar Fisika Kesehatan. USA : Pergarmon press

Dieter K Schroder. 1990. Semiconductor Material & Device Characterization. Canada : Addison Wisley Publising Company Inc

Diamant, R. M. E. 1982. Atomic Energy. USA : Ann Arbor Science

Dwi Yulianti dan Pratiwi DJ. 2003. Fisika Radiasi. Diktat Kuliah Fisika FMIPA UNNES

Gabriel J. F. dr. 1988. Fisika Kedokteran. Jakarta : EGC
Hadi Marsongko. 1994. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir. Jakarta : BATAN

Kaplan, Irving. 1979. Nuclear Physics. Canada : Addision Wesley Publising Company. Inc
       M. Darussalam. 1989. Radiasi dan Radioisotop Teknologi Maju. Yogyakarta : BATAN

       Mukhlis Akhadi. 1997.  Dasar – Dasar Proteksi Radiasi. Jakarta : Rineka Cipta

Pratiwi DJ dan Dwi Yulianti. 1993. Identifikasi cacah radiasi berbagai merk kaos lampu petromaks yang beredar di Kodya Semarang. Jurnal Pendidikan Fisika

Price. W. 1964. Nuclear Radiation Detection. New York. Mac Graw Hill

Sassung, J. 1986. Pengantar Nuklir. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Universitas Terbuka

Suratman. 1996. Introduksi Prototipe Radiasi. P3TM. Yogyakarta : BATAN

Sutrisno. 1989. Fisika Dasar ( Fisika Modern ). Bandung : ITB

Tsoulfanidis, N., 1983. Measurement and Detection of Radiation, Hemisphere Publishing Corporation, New York

Van Klinken, Gerry. 1991. Pengantar Fisika Modern. Semarang : Penerbit Satya Wacana

Wisnu Arya Wardhana. 1993. Teknik Analisis Radioaktivitas Lingkungan. Yogyakarta : Andi Offset

Wisnu Susetyo, 1988. Spektrometri Gamma. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

_______, 2004.  Energy Dispersive Spectroscopy. Http :// www.mee-inc.com/eds.html

_______, 2004. Gas Mantle, Http ://en.wikipedia.org/wiki/Gas_mantle

BAB I

PENDAHULUAN



A.       Alasan Pemilihan Judul
Saat ini energi nuklir dinilai sebagai sumber energi andalan dalam rangka memenuhi kebutuhan energi masyarakat di masa yang akan datang. Pemanfaatan energi nuklir menghindarkan masyarakat dari krisis energi akibat semakin menipisnya energi fosil yang selama ini digunakan. Dalam perkembangan teknologi, sengaja diproduksi sumber – sumber radiasi untuk berbagai tujuan penggunaan di berbagai bidang seperti kedokteran, industri pertanian, perhubungan, pertambangan dll. Sumber – sumber radiasi tersebut terdapat dalam berbagai bentuk seperti Sinar X, radionuklida, irradiator, sumber neutron, reaktor atom dan alat pencacah partikel. Sampai saat ini banyak nuklida  radioaktif  yang proses pembuatannya dengan menggunakan reaktor atom atau pemercepat partikel seperti akselerator dan siklotron.
Walaupun manfaat teknologi nuklir begitu banyak, namun di sisi lain teknologi nuklir lebih banyak dikenal dari segi negatifnya dibandingkan dari segi positifnya. Misalnya saja masyarakat memahami pengertian nuklir yang hanya sebatas pada bom atom, salah satu penyebab sempitnya pengetahuan masyarakat tentang nuklir karena penggunaan / pemanfaatan teknologi nuklir belum memasyarakat sehingga diperlukan pengenalan dini tentang penggunaan / pemanfaatan teknologi nuklir. Dalam rangka pemasyarakatan penggunaan / pemanfaatan teknologi nuklir, salah satunya ditempuh melalui jalur pendidikan. Dalam hal ini mahasiswa perlu dikenalkan sumber radiasi nuklir dan pemanfaatannya.
Di Jurusan Fisika FMIPA UNNES terdapat jenis praktikum yang bertujuan membekali mahasiswa untuk mengenal sumber radiasi nuklir dan pemanfaatannya. Salah satu kendala yang dihadapi adalah tidak tersedianya sumber radiasi yang memadai, sumber radiasi yang ada aktivitasnya sangat rendah yaitu 50 cpm. Sedangkan pengadaan sumber radiasi nuklir yang asli diperlukan birokrasi yang panjang serta proses perijinan yang tidak mudah, di samping itu untuk penyimpanan sumber radiasi nuklir diperlukan proteksi radiasi yang direncana dengan baik. Tidak adanya sumber radiasi yang memadai menyebabkan jenis praktikum tersebut tidak dapat berlangsung, hal seperti ini jika tidak segera dicari alternatif pemecahannya maka akan mengurangi kualitas mahasiswa yang dihasilkan Jurusan Fisika  FMIPA UNNES.
Berdasarkan uraian di atas maka dipandang perlu dilaksanakan penelitian dengan judul Pembuatan Prototipe Sumber Radioaktif Dari Abu Kaos Lampu Petromaks.


B.       Permasalahan

1.             Apakah abu kaos petromaks dapat dimanfaatkan sebagai sumber radiasi nuklir di Laboratorium Jurusan Fisika FMIPA UNNES ?
2.             Bagaimana karakteristik prototipe yang dihasilkan ?

C.        Tujuan
1.    Membuat prototipe sumber radiasi nuklir dari abu kaos lampu petromaks.
2.    Mengetahui karakteristik dari prototipe yang dihasilkan.


D.      Manfaat
Dengan selesainya penelitian ini semoga dapat memberikan manfaat pada pengembangan alat dan bahan laboratorium terutama menambah jenis praktikum yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas mahasiswa.
Dengan adanya prototipe yang dihasilkan, maka kebutuhan sumber radioaktif laboratorium Fisika FMIPA UNNES untuk sementara menjadi terpenuhi guna mendukung program peningkatan kualitas mahasiswa jurusan Fisika FMIPA UNNES.


E.       Sistimatika Skripsi
Skripsi ini secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian awal, bagian isi dan bagian akhir.
1.             Bagian awal terdiri dari : halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, pernyataan, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, sari / abstrak, daftar isi dan daftar lampiran, daftar tabel dan daftar gambar.


2.             Bagian isi terdiri dari :
a.         Bab I. Pendahuluan terdiri dari alasan pemilihan judul, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistimatika penulisan skripsi.
b.         Bab II. Landasan Teori
c.         Bab III. Metodologi Penelitian
d.        Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan
e.         Bab V. Penutup terdiri dari : simpulan dan saran
3.             Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan lampiran – lampiran



























BAB II

DASAR TEORI



Dalam kehidupan sehari – hari tidak bisa terlepas dari radiasi, bahkan untuk radiasi gelombang elektromagnetik seperti cahaya matahari atau cahaya lampu merupakan kebutuhan utama dalam kehidupan sehari – hari. Begitu juga dengan radiasi sinar radioaktif atau radiasi sinar X banyak dijumpai dalam lingkungan. Radiasi nuklir alami berasal dari sinar kosmis ketika memasuki atmosfer, zat radioaktif buatan di dalam bumi maupun yang berasal dari perkembangan teknologi.
Dalam kaitannya dengan sumber radiasi buatan manusia, banyak hasil industri yang diproduksi dengan sengaja memanfaatkan zat radioaktif misalnya : jarum pendar arloji, detektor asap, pesawat TV dan kaos petromaks (Sassung, 1986 : 96). Selanjutnya menurut J. sassung, kaos lampu petromaks mengandung sedikit thorium dan menunjukkan gejala radioaktivitas yang sangat lemah (van klinken, 1991 : 136). Kemudian industri kaos lampu petromaks memerlukan thorium, maka besar kemungkinannya ikut andil dalam pencemaran radioaktivitas lingkungan (Wardana, 1993 : 71).
Pendapat di atas didukung oleh hasil penelitian Pratiwi DJ dan Dwi Yulianti (1993) bahwa cacah radiasi kaos lampu petromaks dalam bentuk kaos lebih besar dari pada bentuk abu dan pada waktu menyala. Cacah radiasi yang dihasilkan 99 cpm. Dengan demikian dimungkinkan untuk membuat prototipe sumber radiasi nuklir dari kaos lampu petromaks.


A.      Radioaktivitas
Pengetahuan tentang radioaktivitas dimulai ketika pada tahun 1896 Beqquerrell menemukan fenomena tentang adanya desintegrasi (peluruhan / pererasan radioaktif). Pada tahun 1902 Rhuterford dan Soddy mengemukakan bahwa fenomena radioaktivitas disebabkan oleh desintegrasi spontan inti. Satuan fenomena radioaktivitas dinyatakan dengan :
desintegrasi
                                                                                  = bequerrel
      t

1.             Hukum Radioaktivitas
Dari hasil uji kaji terbukti bahwa pererasan radioaktif memenuhi hukum eksponensial, maka pererasan dapat dikatakan sebagai peristiwa statistik. Sifat statistik ini menyatakan bahwa tidak mungkin dapat diramalkan atom mana yang akan mereras atau meluruh pada detik berikutnya. Dalam waktu detik probabilitas dari suatu atom yang mereras adalah :  dt dengan   adalah tetapan peluruhan.
Bila dalam waktu t detik terdapat N atom tidak mereras, maka cacah atom yang mereras :
                        dN       =     -  N dt
                             =     -   dt
Syarat batas :
                    Jika t      =     0   maka N = N        
                    Jika T      =     t    maka N = N
Sehingga :
  =     -  t
                        ln =     -  t
                             =     e , jadi :
                               N         =     N  e  ………………………………... (1)
2.             Waktu Paro (T)
Waktu paro (T) merupakan waktu yang dibutuhkan oleh radionuklida untuk mencapai jumlah atom menjadi 50 %, dapat dituliskan sebagai berikut :
                        N         =     ½ N  
Dengan  mensubtitusikan persamaan (1) didapatkan :
                        ½ N    =     N  e          
                        ½         =     e
                        ln 2      =     t;  jika t = T maka :            
                        T          =     0,693 /  ……………………………… (2)



3.             Aktivitas (A)
Aktivitas merupakan cacah desintegrasi per detik yang dapat dituliskan sebagai berikut :
                          A         =    
                          A         =                         
                          A         =     N e   = N ……………………….(3)
Dari persamaan (1) dikali  :
                          N(t)     =     N  e , 
                      N(t)     =     N  e  ……………………………….(4)
Berdasarkan persamaan (3) maka persamaan (4) dapat ditulis menjadi :
                          A        =     A  e  ; atau 
                                     A        =     A  (½)
Keterangan     :
N          :    Cacah atom setelah mereras
N         :    Cacah atom mula – mula
A         :    Aktivitas atom setelah pererasan
A         :    Aktivitas atom mula – mula
e           :    Bilangan eksponensial
         :    Tetapan pererasan
T           :    Waktu paro
B.       Kaos Lampu Petromaks
Lampu Petromaks merupakan alat penerangan yang menggunakan sumber energi berbentuk gas dan kaos lampu petromaks sebagai sumber cahaya. Sumber cahaya ini semula digunakan di sepanjang jalan Eropa dan Amerika Utara pada abad – 19. Kaos lampu petromaks dipasang dengan cara memasukkan ke tempat perapian atau nyala api. Sumber cahaya ini sering disebut sebagai lentera Coleman yang dinyalakan dengan minyak tanah.
Kaos Lampu Petromaks ditemukan oleh Auer von Welsbach pada tahun 1880. Dia adalah ahli Kimia yang mempelajari tentang unsur yang jarang ditemukan di bumi. Pada penelitiannya yang pertama dia menggunakan campuran 60 % magnesium oxide, 20 % lanthanum oxide dan 20 % yttrium oxide yang dia sebut sebagai Actinophor. Untuk mendapatkan kaos dengan bahan cotton dilakukan dengan cara memanaskan campuran hingga memadat. Kemudian dalam pengangkatannya harus hati – hati karena bahan cotton tersebut sangat rapuh yaitu berbentuk jala dari abu. Kaos lampu petromaks pada awalnya memberikan cahaya berwarna hijau pastel tapi semua itu tidak berhasil, dan usaha yang didirikan oleh Auer von Welsbach gagal pada tahun 1889. Penelitian selanjutnya menggunakan campuran baru berupa 99 % thorium oxide dan 1 % cerium oxide yang memberikan cahaya berwarna putih. Setelah diperkenalkan pada tahun 1892 maka dengan cepat menyebar di seluruh Eropa. Pemakaian lampu petromaks menjadi sangat penting sebelum lampu listrik diperkenalkan secara merata pada tahun 1900. Kaos lampu pada dasarnya berbentuk kaos kaki kecil yang terbuat dari sutra atau asbetos. Asbetos dapat bertahan lama pada temperatur yang sangat tinggi, tapi asbetos banyak mengandung racun. Kaos lampu yang berasal dari sutra sangat rapuh dan sesering mungkin harus diganti setelah pembakaran beberapa saat (http//en.wikipedia.org/wiki/Gas_mantle).


C.      Thorium
Komposisi fisika dari senyawa thorium bersifat sangat kuat, hal ini dipengaruhi oleh prosentasi banyaknya unsur didalamnya yang sangat komplek. Adapun komposisi fisika thorium adalah sebagai berikut :
·                Memiliki kepadatan (density) sebesar : 11.720 kg m  pada 20
·                Memilki hambatan (electrical resistivity) sebesar : 15.1 - 10  W / cm
·                Memiliki kalor lebur sebesar : 19.2 kJ / mol
·                Memiliki daya rentang sebesar : 186 Mpa
·                Memilki Modulus Young sebesar : 71 Gpa
·                Memiliki Modulus Shear sebesar : 28.3 Gpa
(Diamant, 1982 : 109)
Sumber – Sumber Radiasi Penghasil Thorium
1.             Sumber – Sumber Radiasi Alam
Sumber – sumber radiasi alam dikelompokkan menjadi dua yaitu radiasi teresterial (berasal dari permukaan bumi) dan radiasi ekstra teresterial (berasal dari angkasa luar).
Radiasi ekstra teresterial yang sering terjadi yaitu radiasi sinar kosmis yang terdiri dari radiasi kosmis primer dan radiasi kosmis skunder. Radiasi                   kosmis primer dibagi menjadi tiga yaitu radiasi kosmis galaksi, radiasi yang terperangkap dalam medan magnet bumi dan radiasi kosmis dari matahari. Sedangkan radiasi kosmis skunder terjadi saat radiasi kosmis primer mencapai energi tertinggi memasuki atmosfer bumi, maka akan terjadi reaksi inti antara partikel – partikel kosmis dengan unsur yang ada di atmosfer bumi.
Radiasi teresterial berasal dari bahan radioaktif alam yang disebut  radionuklida primordial yang dapat ditemukan dari lapisan tanah dan batuan, air serta udara. Kandungan unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks didominasi oleh thorium yang terdapat dalam senyawa Thorium Oxide ( ), hal ini sesuai dengan hasil analisis unsur yang terkandung dalam prototipe menggunakan XRD (X – Ray Diffractometer) dan EDS (Energy dispersive X – Ray Spectrometer). Sumber thorium sendiri berupa monazite yang merupakan campuran tipis dari  beberapa unsur fosfat yang berada di lapisan kerak bumi. Material ini dileburkan dan dicerna oleh komponen asam sulfur yang terdapat dalam thorium dan larut dalam tanah. Setelah terjadi penyaringan, material ini akan dinetralkan oleh amonia. Selanjutnya akan terjadi pemisahan thorium dari cerium dan material lainnya yang berasal dari bumi. Thorium akan meluruh dan menghasilkan unsur radioaktif anakan. Unsur radioaktif anak ini juga dapat meluruh dan menghasilkan unsur radioaktif lainnya, sehingga membentuk suatu deret peluruhan yang sangat panjang. Deret peluruhan radioaktif alam sendiri dikelompokkan menjadi tiga  yaitu :

1.             Deret Uranium (U), dimulai dari  dan berakhir pada timah hitam ( ) yang stabil. Deret ini juga di sebut deret (4n + 2) karena nomor massa dari unsur – unsur radioaktif yang terdapat dalam deret ini habis dibagi 4 dengan sisa 2.
Tabel 1. Unsur – unsur radioaktif dalam deret Uranium (Deret 4n + 2)
No
Nama Radionuklida
Lambang
Radiasi yang Dipancarkan
Waktu paro
1.
Uranium I(UI)
 
4,5 x 10  tahun
2.
Uranium IX(UXI)
24,1 hari
3.
Uranium X2(UX2)
1,18 menit
4.
Uranium Z(UZ)
6,7 jam
5.
Uranium II(UII)
2,5 x 10  tahun
6.
Ionium (I )
8,0 x 10  tahun
7.
Radium (Ra)
1620 tahun
8.
Ra Emanation (Rn)
3,82 hari
9.
Radium A(RaA)
 dan
3,20 menit
10.
Radium B(RbB)
26,8 menit
11.
Astatie 218
1,5 detik
12.
Radium C(RaC)
 dan
19,7 menit
13.
Radium C’(RaC’)
1,64 x 10  detik
14.
Radium C’’(RaC”)
1,32 menit
15.
Radium D(RaD)
19,4 tahun
16.
Radium E(RaE)
5 hari
17.
Radium F(RaF)
138,3 hari
18.
Thalium 206
4,2 menit
19.
Radium G(RaG)
Stabil
_
Sumber : Mukhlis Akhadi, 1997 : 98


2.             Deret Thorium (Th), mulai dari  dan berakhir pada  yang stabil. Disebut juga deret 4n karena nomor massa unsur – unsur radioaktif yang terdapat dalam deret ini selalu habis dibagi 4.
Tabel 2. Unsur – unsur radioaktif  dalam deret Thorium (Deret 4n)
No
Nama Radionuklida
Lambang
Radiasi yang Dipancarkan
Waktu Paro
1.
Thorium (Th)
1,39x10 tahun
2.
Mesothorium 1 (MsTh1)
6,7 tahun
3.
Mesothorium 2
(Ms Th2)
6,13 tahun
4.
Radiothorium (RdTh)
1,91 tahun
5.
Thorium X (ThX)
3,64 hari
6.
Th Emanation (Tn)
51,5 detik
7.
Thorium a (ThA)
 dan
0,16 detik
8.
Thorium B (ThB)
10,6 jam
9.
Astatine 216
3x10 detik
10.
Thorium C (ThC)
 dan
60,5 menit
11.
Thorium C’ (ThC’)
3x10  detik
12.
Thorium C” (C”)
3,10 menit
13.
Thorium D (ThD)

-
Sumber : Mukhlis Akhadi, 1997 : 98








3.             Deret aktinium (Ac), mulai dari  dan berakhir pada  yang stabil. Deret ini disebut deret (4n + 3) karena unsur – unsur radioaktif anak luruh yang dihasilkannya bernomor massa habis dibagi 4 dengan sisa 3.
Tabel 3. Unsur – unsur radioaktif dalam deret Aktinium (Deret 4n + 3)
No
Nama Radionuklida
Lambang
Radiasi yang dipancarkan
Waktu Paro
1.
Actionouranium (AcU)
7,10x10 tahun
2.
Uranium Y (UY)
25,6 jam
3.
Protactinium (Pa)
3,43x10  tahun
4.
Actinium (Ac)
 dan
21,6 hari
5.
Radioactinium (RdAc)
18,17hari
6.
Actinium K (AcK)
 dan
22 menit
7.
Actinium X (AcX)
 
11,68 hari
8.
Astatine 219
 dan
0,9 menit
9.
Ac Emanation (An)
3,92detik
10.
Bismuth 215
 dan
8 menit
11.
Actinium A (AcA)
 dan
1,83x10  detik
12.
Actinium B (AcB)
36,1 menit
13.
Astatine 215
10  detik
14.
Actinium C (AcC)
 dan  
2,15 menit
15.
Actinium C’ (AcC’)
 
0,52 detik
16.
Actinium C” (C”)
4,79 menit
17.
Actinium D (AcD)
Stabil
-
Sumber : Mukhlis Akhadi, 1997 : 99




Ketiga deret radioaktif alam tersebut mempunyai karakteristik umum sebagai berikut :
·                Radionuklida induk (radionuklida anggota pertama) pada masing – masing deret mempunyai waktu paro yang sangat panjang, yang dapat dinyatakan dalam satuan waktu geologi. Dalam deret uranium, radionuklida induknya  dengan  = 4,5 x  tahun. Dalam deret thorium, radionuklida induknya  dengan  = 1,39 x  tahun. Dalam deret aktinium, radionuklida induknya  dengan  = 7,10 x   tahun.
·                Masing – masing deret mempunyai anak luruh radionuklida berbentuk gas dan radionuklida gas pada masing – masing deret itu adalah isotop yang berbeda dari gas radon. Dalam deret uranium, gas yang terbentuk adalah ( ) yang disebut radon (Rn), dalam deret thorium gas yang terbentuk adalah  ( ) yang disebut thoron (Tn) dan dalam deret aktinium gas yang terbentuk adalah ( ) yang disebut actinon (An).
·                Produk akhir dari ketiga deret radioaktif alam adalah isotop timbal (Pb) yang stabil. Dalam deret uranium, produk akhirnya , dalam deret thorium  dan dalam deret aktinium .



2.             Sumber – Sumber Radiasi Buatan
Radioaktivitas buatan timbul karena dibuat manusia, antara lain yang berasal dari hasil pembelahan (fisi), reaksi inti dan debu – debu radioaktif dari hasil ledakan bom nuklir.
Reaksi inti yang menghasilkan nuklida – nuklida baru sebagai sumber radioaktivitas buatan dapat terjadi melalui jalan pembelahan (rekasi fisi) atau jalan penggabungan (reaksi fusi). Reaksi fisi dilakukan di dalam reaktor nuklir dengan cara menembaki sasaran dengan memakai neutron yang secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :
X + n               X  + X  + (2-3) n + E

Keterangan     :
X          :    Inti bahan fisil
N         :    neutron penembak
A         :    Energi hasil pembelahan, kira – kira 200 MeV
X  adalah inti baru sebagai hasil fisi yang berupa inti tidak stabil. Untuk menjadi stabil, inti – inti tersebut akan meluruh dengan memancarkan radiasi .
Pada reaksi inti dihasilkan neutron – neutron baru yang dapat meneruskan reaksi fisi selanjutnya secara berantai sehingga membentuk suatu deret yang sangat panjang. Deret peluruhan radiasi buatan ini dinamakan deret neptunium (Np). Pada Deret neptunium ini waktu paro induknya memiliki waktu paro sangat pendek dibandingkan ketiga deret di atas, selain itu deret neptunium juga tidak menghasilkan anakan berupa gas.
Tabel 4. Unsur – unsur radioaktif dalam deret Neptunium (Deret 4n + 1)
No
Lambang
Radiasi yang dipancarkan
Waktu Paro
1.
 dan
1,3 tahun
2.
458 tahun
3.
6,75 hari
4.
 
2,20x10  tahun
5.
27 hari
7.
 
1,65x10  tahun
8.
 
7340 tahun
9.
14,8 hari
10.
10,0 hari
11.
 
4,8 menit
12.
 
0,018 detik
13.
 dan
47 menit
14.
4,20x10  detik
15.
 
2,2 menit
16.
3,3 jam
17.
Stabil
-
Sumber : Mukhlis Akhadi, 1997 : 114











Deret peluruhan thorium


Th-228
1.90 y
Ra-224
3.64 d
U-232
72 y
Rn-220
54.5 s
Po-216
0.16 s
Pb-212
10.6 h
Bi-212
60.5 m
Po-212
3x107s
Pb-208
Stabil
Ac-228
6.13 h
Th-232
1.39x1010 y
Ra-228
6.7 y
Tl-208
3.1 m
a
a
a
a
a
a
b
b
a
33,4%
b 66,6%
b
a
b
 



























Gambar 1. Deret peluruhan horium (Diamant, 1982:10)





Karena jenis radiasi pengion yang dipancarkan oleh inti radioaktif ada tiga macam yaitu sinar , sinar  (baik beta positif maupun beta negatif) dan sinar , maka ada tiga garis peluruhan yang penggambarannya mengikuti ketentuan Soddy dan Fajans sebagai berikut :
1.             Pemancaran partikel bermuatan positif seperti sinar  dan positron menyebabkan penurunan proton dalam inti, sehingga garis peluruhannya ke bawah condong ke kiri.
2.             Pemancaran partikel bermuatan negatif (sinar  negatif) menyebabkan penambahan jumlah proton dalam inti, sehingga garis peluruhannya ke bawah condong ke kanan.
3.              Pemancaran radiasi elektromagnet (sinar ) tidak menyebabkan penurunan jumlah proton dalam inti, sehingga garis peluruhannya lurus ke bawah.


D.      Detektor Pencacah Radioaktif

Pengukuran radiasi pada penelitian ini menggunakan detektor nuklir yaitu detektor Geiger Muller (GM). Detektor ini termasuk jenis detektor isian gas (gas filled detector). Detektor ini biasanya terdiri dari sebuah tabung berdinding logam yang diisi dengan gas dan mempunyai kawat di tengahnya. Dinding tabung merangkap sebagai katoda sedang kawat yang di tengah itu sebagai anoda (Wisnu Susetyo, 1988 : 39).


Katodanya berasal dari logam silindris yang dilapiskan pada dinding tabung. Antara anoda dan katodanya di pasang suatu tegangan tinggi dengan polaritas positif pada anoda. Karena itu perlu isolasi yang baik antara anoda dan katoda.
                         Katoda          Anoda

                                                                                            C
 

         
 


                                                       Co             R
         


 

                          V                                                  
                                                                                        
Gambar 2. Skema detektor Geiger Muller  (Cameron dkk, 1978 : 454)

Apabila dikenakan tegangan sebesar V antara katoda (dinding tabung) dan anoda (kawat tengah) melalui tahanan luar R maka akan timbul medan listrik dalam tabung yang berisi gas itu. Kapasitas elektroda dan seluruh sistem adalah Co.
Apabila sinar  melalui gas dalam tabung detektor, maka sinar  akan berinteraksi dengan atom – atom gas melalui proses fotolistrik, hamburan Compton dan pembentukan pasangan. Ketiga proses tersebut menghasilkan pembebasan elektron dari atom – atom yang berinteraksi dengan sinar . Efek fotolistrik penting pada daerah tenaga sinar  di bawah 1 Mev; hamburan Compton penting untuk daerah jangkau tenaga yang sangat lebar; sedang pembentukan pasangan hanya penting untuk tenaga sinar  > 1,022 Mev.
Pada detektor Geiger Muller interaksi sinar  akan menghasilkan elektron bebas dan ion positif. Apabila tidak ada medan listrik maka elektron akan kembali bergabung dengan ion positif sedangkan jika ada medan listrik, elektron akan bergerak menuju kawat anoda dan ion positif menuju katoda. Elektron akan bergerak dengan kelajuan yang lebih tinggi dibanding dengan ion positif dan sebagai akibatnya di anoda (elektroda positif) akan terkumpul muatan negatif netto sebagai Q yang akan menimbulkan perubahan potensial sebesar Q / Co. Perubahan potensial ini akan menimbulkan signal pulsa listrik yang dapat diproses lebih lanjut oleh suatu penguat awal (preamplifier). Sedangkan emisi tunggal sinar beta yang masuk dalam tabung Geiger Muller akan mengionisasi gas dan melepaskan muatan listrik dengan menghasilkan pulsa listrik yang besar.
Tegangan tinggi menyebabkan elektron – elektron (ion – ion  negatif) tertarik ke anoda dengan cepat, sebaliknya ion – ion positif bergerak ke katoda jauh lebih lambat karena massanya jauh lebih besar. Selama geraknya, elektron – elektron terus memperoleh tenaga gerak dari medan listrik antara anoda dan katoda. Sesudah tenaganya cukup tinggi untuk bisa mengionisasi atom – atom gas mulia terjadi ionisasi sekunder, timbul ion – ion sekunder dan elektron – elektron sekunder. Elektron ini dan elektron yang semula dipercepat ke arah anoda, setiap kali tambahan tenaganya mencukupi, terjadi ionisasi dan di samping itu juga terjadi eksitasi kalau elektron mempengaruhi kulit elektron atom pada jarak yang agak jauh ke dalam.
Jadi dari sejumlah elektron ion dan elektron primer terjadi secara beranting sejumlah elektron dan ion positif yang jauh lebih banyak sehingga elektron yang terkumpul di anoda = N jauh lebih banyak dari pada elektron yang timbul dari ionisasi primer = n, peristiwa ionisasi beranting ini disebut avalanche. Hal ini bisa dirumuskan sebagai berikut :
N = Mn ; M = Faktor multiplikasi yang besarnya  1
Elektron tidak hanya timbul dari ionisasi saja. Atom – atom yang tereksitasi dalam waktu yang cepat akan kembali ke keadaan semula dengan memancarkan foton – foton. Pada tabung Geiger Muller dengan isian tunggal, maka foton – foton ini akan sampai ke katoda sehingga akan timbul fotoelektron lewat efek fotolistrik. Fotoelektron ini akan menambah jumlah elektron dalam ruang dan ini muncul hampir di semua bagian dari tabung ionisasi berangkai terjadi di seluruh bagian dalam tabung.. Ion – ion positif yang terjadi dari avalanche membentuk selubung di sekitar anoda karena rapat ionisasi tertinggi adalah di sekitar anoda karena medan listrik sangat besar. Jumlah pasangan ion pada Geiger Muller tersebut terkumpul di anoda, muatan positif dari selubung begitu besar yang berakibat mengurangi kuat medan di sekitar anoda. Akibatnya elektron – elektron yang masih ada dan bergerak ke anoda tidak lagi mampu mengadakan avalanche dan selanjutnya terjadi quenching.
Oleh karena itu cacah elektron yang terkumpul di anoda mula – mula sedikit lalu naik sampai maksimal dan turun akibat quenching sampai semua elektron terkumpul dan terjadi suatu pulsa dengan durasi yang singkat (berorde ). Jadi tiap – tiap ada ionisasi primer terjadi suatu pulsa yang rendah sekali bila dibandingkan dengan tegangan V antara anoda dan katoda. Tiap daerah Geiger Muller, pulsa yang timbul tidak bergantung pada banyaknya ion primer sehingga juga tidak bergantung pada tenaga zarrah pengionnya. Akibatnya alat ini hanya  bisa dipakai sebagai pendeteksi zarrah pengion yang masuk. Sesudah waktu yang cukup lama ion akan sampai di katoda dengan tenaga tinggi. Sewaktu ion – ion gas mulia sampai di dekat katoda, ion – ion ini akan menarik elektron – elektron keluar dari katoda dan bersatu dengan ion – ion tadi sehingga menjadi atom yang netral. Tetapi tenaga ionisasi dari gas mulia jauh lebih besar daripada workfunction dari logam yaitu tenaga yang diperlukan untuk membebaskan suatu elektron keluar dari logam. Akibatnya ada sisa tenaga yang dilepaskan sebagai foton. Foton ini segera akan menimbulkan efek dalam katoda sehingga jika fotoelektron sudah terjadi maka akan menimbulkan avalanche yang sebenarnya justru tidak diinginkan. Jadi pada detektor dengan isian gas tunggal, avalanche yang sudah terhenti akan memulai lagi aktivitasnya begitu selubung ion mencapai katoda. Hal ini harus dihindari kalau detektor tadi akan digunakan untuk mendeteksi zarah – zarah pengion satu persatu dengan cara memakai suatu rangkaian elektronik yang secara otomatis memperendah beda tegangan antara anoda – katoda dalam waktu yang cukup lama sesudah avalanche yang pertama dan terkumpulnya elektron timbulnya pulsa (Rangkaian Neher – Harper).
Proses avalanche juga dapat dihindari dengan mengisikan quenching gas ke dalam detektor misalnya gas polyatomic atau gas halogen. Ion gas mulia yang positif tidak akan bisa mencapai katoda tanpa mengalami tumbukan yang seiring dengan molekul – molekul gas. Karena potensial ionisasi gas lebih rendah dari potensial ionisasi gas mulia, akhirnya dalam satu tumbukan akan terjadi pemindahan elektron dari molekul gas ion ke ion gas mulia, ion – ion gas mulia akan ternetralisasi sedangkan ion – ion gas akan bergerak ke katoda.
Pada katoda, ion – ion gas ini akan menetralkan diri dengan elektron – elektron dari katoda. Seperti halnya dengan gas mulia, potensial ionisasi dari gas akan lebih besar dari workfunction dari logam hingga gas sesudah menangkap elektron masih ada dalam keadaan tereksitasi.
Tenaga eksitasi ini tidak dilepaskan sebagai pancaran foton tetapi dipakai untuk berdisosiasi. Tidak adanya foton – foton yang terpancar pada waktu ion – ion positif tiba di katoda memungkinkan tidak terjadi avalanche lagi yang akan menimbulkan pulsa tambahan. Jadi detektor dengan gas isian gas mulia – polyatomic atau gas mulia -  halogen, tidak memerlukan alat quenching dari luar sehingga detektor ini disebut dengan iquenching detector.
Gas halogen lebih sulit penangannya pada waktu pengisian karena sifatnya yang memakan gelas tetapi lebih menguntungkan karena sesudah mengurai atom – atomnya bisa bergabung lagi menjadi molekul – molekul halogen misalnya Br  akibatnya daya quenching tidak terbatas umurnya.


     Cacah ion (cpm)
                10                 I                II                            III                  I V         V

                10

                10

                10


                10

                                                     

                                                              500                               1000        Tegangan (V)

Gambar 3. Variasi cacah ion yang terbentuk terhadap tegangan
            dalam detektor isi gas (Tsoulfanidis, 1983 : 167)

Keterangan   :
Daerah I       :    Pada daerah ini potensialnya masih sangat rendah dan Energi (E) dalam pencacah tidak terlalu kuat. Jika potensial (V) dinaikkan maka energi akan bertambah dan muatan yang dihasilkan oleh radiasi pengion akan terkumpul. Dengan adanya peristiwa ini maka daerah I sering dikenal sebagai daerah ionisasi.
Daerah II      :    Pada daerah ini tidak ada perubahan jumlah muatan walaupun potensial (V) diubah – ubah. Pada kondisi ini laju rekombinasinya = nol sehingga tidak ada muatan baru yang terbentuk. Sehubungan dengan peristiwa ini maka daerah II ini sering disebut sebagai daerah rekombinasi.


Daerah III    :    Pada daerah ini mulai terjadi ionisasi primer dan sekunder sehingga diperlukan energi yang jauh lebih besar dalam fraksi tertentu dari volume pencacah. Kondisi ini akan mengakibatkan adanya penggandaan muatan yang dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut :
                          N    = Mn ; dengan :
                          N    = Ionisasi total = ionisasi primer + ionisasi sekunder
                          M    = Faktor multiplikasi yang besarnya  1
                          n      = Ionisasi primer yang menghasilkan ion – ion primer
                          Pada daerah ini identifikasi partikel dan pengukuran energi (E) dapat dilakukan sehingga daerah ini disebut daerah proporsional.
Daerah IV    :    Pada daerah ini jika potensial dinaikkan maka pasangan ion dibangkitkan sehingga cukup untuk memulai avalanche sehingga daerah ini dinamakan daerah Geiger Muller .
Daerah V      :    Pada daerah ini jika potensial dinaikkan melebihi potensial daerah IV maka proses ionisasi yang sedang berlangsung akan terhenti, counter tidak akan mencacah lagi. Jika counter dipaksakan beroperasi pada potensial yang tinggi melebihi potensial daerah IV bisa mengakibatkan kerusakan.



E.       Difraksi Sinar X
Difraksi sinar X (XRD) adalah teknik analitis yang tidak merusak untuk identifikasi dan penentuan kuantitatif berbagai bentuk kristal dalam bahan. Pengujian dengan XRD dimaksudkan untuk menganalisis unsur yang terkandung di dalam prototipe sumber radioaktif. Hasilnya berupa difraktogram sinar X yang menyatakan hubungan antara intensitas sinar pantul terhadap sudut difraksinya. Dari grafik yang diperoleh diamati dengan puncak – puncak tertinggi pada sudut 2q dan dibandingkan dengan data standar. Skema alat difraksi sinar X ditunjukkan pada gambar 4.

sinar x
kolimator
lintasan detektor
detektor
kristal
 











Gambar 4. Skema Alat Difraksi Sinar X (Beiser, 1999 : 68)




Suatu berkas sinar X yang panjang gelombangnya l jatuh pada kristal dengan sudut q terhadap permukaan keluarga bidang Bragg yang jarak antaranya d. Seberkas sinar mengenai atom A pada bidang dan atom B pada bidang berikutnya, dan masing – masing atom menghambur sebagian berkas tersebut dalam arah rambang. Interferensi konstruktif hanya terjadi antara sinar terhambur yang sejajar dan beda jarak jalannya tepat l, 2l, 3l, dan sebagainya. Jadi beda jarak jalan harus nl, dengan n menyatakan bilangan bulat. Berkas cahaya yang dihambur oleh A dan B yang memenuhi ialah yang bertanda I dan II dalam gambar 5.
Persyaratan pertama terhadap I dan II adalah sudut hambur bersama – sama dengan sudut jatuh q dari berkas semula. Persyaratan kedua adalah
2d sin q = nl ………………………………...(5)
Keterangan     :
n           :    Bilangan bulat (1, 2, 3,…)
l           :    Panjang gelombang sinar X
d           :    Jarak antar bidang kristal  
q           :    Sudut difraksi





 



                                              I   

 



                                           II   q                 A                  q                        beda jarak jalan d sin q
 

                                                                    I

                                                                 q I q                                   d
                                                                   
                                                                    B
                                                                d sin q






Gambar 5. Hamburan sinar X dari kristal kubus (Beiser , 1999 : 68)

Seberkas sinar X yang terarah jatuh pada kristal dengan sudut q dan sebuah detektor diletakkan untuk mencatat sinar yang sudut hamburnya juga q. Setiap sinar X yang sampai ke detektor memenuhi persyaratan pertama Bragg. Ketika q diubah, detektor akan mencatat puncak intensitas yang bersesuaian dengan orde seperti persamaan (5). Data yang digunakan untuk identifikasi dan analisis kuantitatif  berbagai bentuk kristal dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks adalah sebagai berikut :
No
Peak
no
2Theta
(deg)
d
(A)
I/II
FWHM
(deg)
Intensity
(counts)
Integrated Int
(counts)
















BAB III
 METODOLOGI PENELITIAN


A.     Lokasi dan Waktu Penelitian

1.         Lokasi Penelitian
a.              Pembuatan prototipe dari abu kaos lampu petromaks dan pencacahan radiasi prototipe untuk mengetahui sifat kenukliran menggunakan GMC (Geiger Muller Counter), dilaksanakan di Laboratorium Fisika Modern FMIPA UNNES.
b.             Analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan XRD (X – Ray Diffractometer) 6000, dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisika UGM.
c.              Analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan EDS (Energy Dispersive X – Ray Spectrometer), dilaksanakan di P3GK (Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan) Bandung.
2.         Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan antara bulan Mei 2004 sampai dengan November 2004.





B.     Metode Pengumpulan Data

1.         Alat dan Bahan
1.1     Bahan terdiri dari :
Kaos lampu petromaks
1.1     Alat eksperimen terdiri dari :
a.       Lampu petromaks
b.      Seperangkat alat Detektor Geiger Muller yang terdiri dari :
·         1 Timer Digital
·         1 tabung Geiger Muller (tabung GM)
·         1 pencacah
·         1 sumber tegangan tinggi
c.       Neraca timbang
d.      Alat press
e.       XRD (X – ray Diffractometer) 6000
f.       EDS (Energy Dispersive X – ray Spectrometer)

Set Up  GMC (Geiger Muller Counter)

Tabung GM
GM pulse Inverter
Counter
Timer
EHT
S
 




Gambar 6. Skema alat pencacah radiasi nuklir dengan Geiger Muller



Keterangan            :
S ( Source )            :  Bahan radioaktif yang berupa kaos lampu petromaks yang di taruh dalam bejana timbal.
Tabung GM           :  Detektor menjadi satu kesatuan dengan rak tempat zat radioaktif.
GM Pulse Inverter :  Berfungsi sebagai pembangkit pulsa dan merubah gejala yang terjadi elektron ketika tiba di anoda menjadi sinyal yang berupa pulsa di dalamnya berisi rangkaian resistor dan kapasitor.
EHT                       :  Sumber pemberi tegangan tinggi.
Counter                  :  Mencacah banyaknya pulsa yang terjadi.
Timer                     :  Pencacah waktu secara otomatis sesuai dengan berapa lama pencacah yang diinginkan.

2.         Langkah – langkah penelitian
2.1     Menentukan Curve Plateau Geiger Muller dengan langkah – langkah sebagai berikut :
a.        Set up alat eksperimen seperti gambar 5 dan periksa semua kabel yang menghubungkan satu dengan yang lain. Pastikan semua dalam kondisi baik dan pemasangannya tidak terbalik.
b.       Pastikan posisi High Voltage (HV) pada posisi nol saat switch High Voltage (HV) pada kondisi off.
c.        Tempatkan sumber pada planchet.
d.       Pasang switch count stop pada count kemudian nyalakan High Voltage (HV).
e.        Amati counts per minute mulai dari High Voltage (HV) 300 volt sampai 500 volt.
f.        Catat counts per minute setiap voltage.
g.       Dari data – data tersebut buatlah grafik antara cpm vs HV dan tentukan lebar plateau serta kemiringannya.
h.       Hitung Vop dan pakailah sebagai HV setiap Geiger Muller ini akan digunakan.
2.2     Menentukan Dead Time Geiger Muller menggunakan metode dua sumber dengan langkah – langkah sebagai berikut :
a.        Sediakan dua sumber yang memberikan counts per minute yang besar.
b.       Posisikan High Voltage (HV) pada Vop yang telah ditentukan.
c.        Tempatkan sumber pertama dan amati counts per minute selama satu menit sebagai .
d.       Tempatkan sumber kedua tanpa menyinggung sumber pertama dan amati counts per minute selama satu menit sebagai .
e.        Lepaskan sumber pertama tanpa menyinggung sumber kedua dan amati counts per minute selama satu menit sebagai .
f.        Lepaskan sumber kedua dan amati counts per minute sebagai cacah latar (b).

2.3     Pembuatan prototipe dengan cara sebagai berikut :
a.        Pembakaran  kaos lampu petromaks untuk mendapatkan sample berupa abu dengan cara sebagai berikut :
·        Siapkan lampu petromaks.
·        Pasangkan kaos lampu pada petromaks kemudian nyalakan dalam waktu  lima menit.
·        Setelah kaos lampu yang terbakar tadi berwarna keputihan, matikan petromaks lalu ambil kaos lampu menggunakan pinset.
·        Perhatikan warna kaos lampu dan usahakan abu kaos yang didapat tidak tercampur dengan carbon sehingga didapatkan abu kaos yang berwarna keputihan.
·        Tunggu beberapa saat sampai kaos lampu mendingin untuk mendapatkan abu yang diinginkan dengan cara menghancurkan kaos lampu tersebut.
b.       Penimbangan abu kaos lampu petromaks.
c.        Pengukuran cacah radiasi untuk mengetahui besarnya kandungan radioaktif dalam abu kaos lampu tersebut sehingga bisa ditetapkan jumlah abu yang harus digunakan untuk membuat prototipe.
d.       Pengepressan abu dengan menggunakan alat press untuk mendapatkan prototipe yang diinginkan dengan ketebalan dan lebar tertentu.
e.        Dihasilkan prototipe dari abu kaos lampu petromaks.
f.        Pemasangan holder pada prototipe dari abu kaos lampu petromaks.
2.4     Uji prototipe yang dihasilkan dengan cara sebagai berikut :
a.        Pencacahan radiasi prototipe dari abu kaos lampu dengan GMC (Geiger Muller Counter) untuk mengetahui karakteristik atau sifat kenuklirannya.
b.       Prototipe yang telah diuji dengan GMC (Geiger Muller Counter) dilanjutkan dengan pengujian menggunakan XRD (X – ray Diffractometer)  untuk mengetahui unsur yang terkandung didalamnya.
c.        Prototipe yang telah diuji dengan XRD (X – ray Diffractometer)   dilanjutkan dengan pengujian menggunakan EDS (Energy Dispersive X – ray Spectrometer) yang juga untuk mengetahui unsur yang terkandung didalamnya.
2.5     Dalam melakukan penelitian ini penulis mendapatkan data sebagai berikut :
a.        Data untuk menentukan Vop Geiger Muller
·        Jenis detektor Geiger Muller :
·        Jenis Sumber Radioaktif :
·        Jarak detektor terhadap sumber radioaktif ( r ) :
·        Waktu pencacahan :
Data untuk menentukan Vop Geiger Muller


No
V
(Volt)
(cpm)
(cpm)
(cpm)
(cpm)







                    Keterangan  :

V                 :Tegangan Geiger Muller yang digunakan saat    pencacahan
                : Cacah radiasi pada pencacahan ke-1
               : Cacah radiasi pada pencacahan ke-2
               : Cacah radiasi pada pencacahan ke-3
       : Cacah radiasi rata – rata dari pencacahan ke-1, ke-2,  ke-3
b.       Data untuk menentukan Dead Time Geiger Muller ( )
·        Jenis detektor Geiger Muller :
·        Jenis Sumber Radioaktif ( ) :
·        Jenis Sumber Radioaktif ( ) :
·        Jarak detektor terhadap sumber radioaktif ( r ) :
·        Waktu pencacahan :
·        Vop :
Data untuk menentukan Dead Time Geiger Muller

No
(cpm)
(cpm)
(cpm)
(cpm)






                                   



Keterangan :
               : Cacah radiasi dari sumber radiasi ke-1
               : Cacah radiasi dari sumber radiasi ke-2
              : Cacah radiasi dari sumber radiasi ke-1 + sumber radiasi ke-2
           : Cacah radiasi latar
c.        Data pencacahan radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks :
·        Jenis detektor Geiger Muller :
·        Massa prototipe :      ; tebal   :
·        Jarak detektor terhadap sumber radioaktif ( r ) :
·        Waktu pencacahan :
·        Vop Geiger Muller :
Data pencacahan radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks
No
G
(cpm)
B
(cpm)





Keterangan :
G                 : Cacah radiasi prototipe abu kaos lampu
B                 : Cacah radiasi latar





C.        Analisis Data
a.       Membuat curve plateau dengan kemiringan kurva sebagai berikut :
 …………………………………….. (6)
(Tsoulfanidis, 1983 : 184)
Keterangan :
m                 : Kemiringan kurva
            : Perubahan relatif cacah rata – rata (n) dalam perubahan tegangan V yang bersesuaian.
V             : Perubahan tegangan
b.       Menentukan tegangan operasi (Vop) GMC (Geiger Muller Counter) dari grafik curve plateau yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Vop = Vo + …………………………………………… (7)
Keterangan :
Vop             : Tegangan operasional Geiger Muller.
Vo               : Tegangan threshold (Threshold Voltage) yaitu tegangan saat pulsa Geiger Muller mulai mencapai harga jenuh hingga untuk beberapa waktu akan mencapai harga yang sama. Hal ini ditunjukkan dengan grafik yang mulai mendekati datar atau bahkan datar.
Vx               : Tegangan saat pulsa Geiger Muller mulai terjadi discharge continue atau kenaikan pulsa kembali setelah melewati masa jenuh.
c.       Menentukan Dead Time Geiger Muller( ) yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
      …………………………………………… (8)
(Tsoulfanidis, 1983 : 70)
Keterangan :
                : Dead Time Geiger Muller
                : Cacah radiasi dari sumber radiasi 1 (S1)
               : Cacah radiasi dari sumber radiasi 2 (S2)
               : Cacah radiasi dari S1 + S2
b                  : Cacah rata – rata sumber radiasi latar
d.      Mendeteksi cacah radiasi prototipe dengan menggunakan GMC (Geiger Muller) yang telah diketahui tegangan operasinya (Vop), dilanjutkan perhitungan statistik untuk mengetahui ketidakpastian dari cacah radiasi yang telah diukur (Tsoulfanidis, 1983 : 65)
·          Besarnya cacah radiasi rata - rata prototipe dari abu kaos lampu petromaks (g) selama selang waktu t  adalah :
       …………………………………………... (9)
·          Standar deviasi untuk cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks ( ) adalah :
…………………………………………..(10)
·          Besarnya cacah radiasi latar saat pengukuran cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks adalah :
     …………………………………………... (11)
·          Standar deviasi untuk cacah radiasi latar ( ) adalah :
         …………………………………………… (12)
·          Besarnya cacah radiasi total untuk pencacahan radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks (n) adalah :
n = g – b                      …………………………………………… (13)
·          Jadi standar deviasi total untuk pencacahan radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks ( ) adalah :
 =         …………………………………………… (14)
Sehingga n = (n ± )
·          Kesalahan relatif adalah :
x100%                   …………………………………………… (15)
Keterangan :
N                 : Banyaknya pencacahan yang dilakukan
G                 : Cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu
t                : Waktu pencacahan radiasi prototipe dari abu kaos lampu
g                  : Cacah radiasi rata - rata prototipe dari abu kaos lampu
B                 : Cacah radiasi latar
                : Waktu pencacahan radiasi latar
            : Cacah radiasi latar rata – rata;  = b   
n                  : Cacah radiasi total
            : Standar deviasi untuk cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu;  =  
               : Standar deviasi untuk cacah radiasi latar
               : Standar deviasi total
e.       Pengaruh Dead Time terhadap hasil pencacahan prototipe dari abu kaos lampu petromaks (Tsoulfanidis, 1983 : 69)
·          Perkiraan cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks yang sebenarnya (n) adalah :
 ;
                  ...…………………………………… (16)
·          Standar deviasi untuk cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks yang sebenarnya ( ) adalah :
          ……………………………………... (17)
·          Standar deviasi untuk cacah radiasi latar ( ) adalah :
                       ……………………………………... (18)
·          Besarnya cacah radiasi total prototipe dari abu kaos lampu petromaks (r) adalah :
r = n – b                                ……………………………………... (19)
·          Jadi standar deviasi total untuk cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks (  ) adalah :
  …………………………………….. (20)
Sehingga r = (r ± )
·          Kesalahan relatif adalah :
  x100 %                          …………………………………….. (21)
·          Jadi saat terjadi pengukuran pencacahan, prototipe kehilangan counts per second selama selang waktu G  atau sebesar :
                          …………………………………….. (22)
Keterangan :
             : Cacah radiasi rata – rata prototipe dari abu kaos lampu;     = G
t                : Waktu pencacahan radiasi prototipe dari abu kaos lampu
B                 : Cacah radiasi latar selama
            : Cacah radiasi latar rata – rata   
                : Waktu pencacahan radiasi latar
n                  :  Perkiraan cacah radiasi sebenarnya
r                   : Cacah radiasi total
               : Standar deviasi untuk perkiraan cacah radiasi sebenarnya
               : Standar deviasi untuk cacah radiasi latar
               : Standar deviasi total
                : Dead time counter
f.        Analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks yang meliputi :
·          Analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan XRD (X - ray Diffractometer) 6000, yang menggunakan sifat difraksi sinar X yang berinteraksi dengan bahan. Hasil interaksi ditampilkan dalam bentuk spectrum yang merupakan grafik antara counts per minute (cpm) vs sudut antar bidang kristal (degree) dan hasilnya disesuaikan dengan referensi Basic Data untuk mengetahui jenis unsur yang terkandung dalam prototipe.
·          Analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan EDS (Energy Dispersive X – Ray Spectrometer). Informasi langsung yang dapat diperoleh dari pengujian menggunakan EDS adalah bentuk permukaan (topografi) dan unsur yang dikandung sample. Setelah radiasi sinar X karakteristik yang dipancarkan oleh sample ditangkap detektor, maka akan diperoleh informasi secara kualitatif dan kuantitatif tentang unsur yang terkandung pada sample pada daerah yang sangat kecil (Nurcahyo, 2000 dalam Irawan, 2001). Sedangkan metode yang digunakan untuk menganalisis jenis unsur yang terkandung dalam lapisan tipis adalah metode EDAXS. Prinsip kerja metode EDAXS adalah sebagai berikut : elektron ditembakkan pada lapisan tipis sehingga memancarkan sinar X. Sinar X kemudian menembus lapisan silikon pada detektor sehingga menghasilkan pasangan elektron dan hole. Pulsa tegangan dari detektor masih kecil sehingga diperlukan penguatan. Dayanya diperkuat oleh pre – amplifier dan tinggi pulsanya diperkuat dengan amplifier. Pulsa yang sudah diperkuat ini diteruskan ke analisis saluran ganda (Multi Channel Analyzer – MCA) dan hasilnya ditampilkan di layar monitar berupa puncak – puncak spektrum sinar X yang masing – masing menunjukkan adanya unsur tertentu. Puncak – puncak spektrum sinar X tersebut diidentifikasi sehingga memberikan hasil kuantitatif.




Si(Li)
Sumber elektron

MCA
CRT
                                                                            Amplifier                  
                                                                                    




Si (Li)
Komputer
                                                                                
                       Sampel                                                                 


        Gambar 7. Diagram  prinsip kerja EDAXS (Schroder, 1990:524)

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.       Hasil Penelitian
1.         Tegangan operasional (Vop) Geiger Muller
Data yang didapatkan saat pencacahan radiasi sumber radioaktif  menggunakan Geiger Muller Counter adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Data untuk menentukan Vop Geiger Muller

No
V
(Volt)
(cpm)
(cpm)
(cpm)
(cpm)
1
300
17340
17342
17339
17340.33333
2
325
18152
18243
18282
18225.66667
3
350
19899
19907
19894
19900
4
375
21425
21435
21579
21479.66667
5
400
21890
21911
21960
21920.33333
6
425
21944
21839
22153
21978.66667
7
450
22394
22390
22416
22400
8
475
22747
22751
22752
22750
9
500
24173
24317
24325
24271.66667

Keterangan :
V                :Tegangan Geiger Muller yang digunakan saat    pencacahan
               : Cacah radiasi pada pencacahan ke-1
              : Cacah radiasi pada pencacahan ke-2
              : Cacah radiasi pada pencacahan ke-3
      : Cacah radiasi rata – rata dari pencacahan ke-1, ke-2,  ke-3

Dari data diatas maka didapatkan grafik sebagai berikut : 


Gambar 8. Curva Plateau Geiger Muller

Vop dari Geiger Muller sebesar 442 volt dengan kemiringan Curva Plateau sebesar 5,9 % (Lampiran 1 : 63).
2.         Dead Time Geiger Muller ( )
Data yang diperoleh untuk menentukan besarnya dead time Geiger Muller ( ) adalah sebagai berikut:
Tabel 6. Data untuk menentukan Dead Time Geiger Muller
No
1
107
100
189
32
2
122
111
187
34
3
129
112
190
35
4
114
131
197
32
5
119
127
195
27
6
108
98
190
29
7
107
102
198
31
8
109
101
192
36
9
124
102
202
38
10
108
148
206
17
Jml
1147
1132
1946
311
jml rata - rata
114.7
113.2
194.6
31.1



Keterangan   :
               : Cacah radiasi dari sumber radiasi ke-1
              : Cacah radiasi dari sumber radiasi ke-2
              : Cacah radiasi dari sumber radiasi ke-1 + sumber radiasi    ke-2
           : Cacah radiasi latar
 Besarnya dead time ( ) adalah sebesar :   
 = 0,0001848  = 185 s (Lampiran 2 : 66)
3.         Hasil pengukuran cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan Geiger Muller Counter
Prototipe sumber radioaktif dari abu kaos lampu petromaks yang dibuat dalam penelitian ini memiliki spesifikasi sebagai berikut :
Massa prototipe : 10 g
Tebal prototipe : 6,5 mm
Data yang diperoleh dari pengukuran cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks adalah sebagai berikut :
Tabel 7. Data pengukuran cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu  petromaks
No
G (cpm)
B (cpm)
1
906
36
2
1131
32
3
1123
27
4
1116
24
5
1146
29
6
1168
33
7
1106
29
8
1166
33
9
1170
25
10
1129
28
11
1174
24
12
1162
31
13
1061
30
14
1168
30
15
1062
24
16
1086
33
17
1208
32
18
1151
26
19
1178
29
20
1160
35
21
1180
28
22
1139
32
23
1124
23
24
1163
34
25
1165
30
26
1151
27
27
1110
34
28
1169
31
29
1148
27
30
1141
26
jml
34061
882

Keterangan        :
G                : Cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu
B                : Cacah radiasi latar
a.         Besarnya cacah radiasi untuk pengukuran cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks adalah sebesar :
(n ± )  = (1,106 ± 0,006) 10  cpm
b.         Kesalahan relatif pengukuran cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks  = 1%
(Lampiran 3 : 70)

4.         Pengaruh Dead Time terhadap hasil pencacahan prototipe dari abu kaos lampu petromaks
a.         Besarnya cacah radiasi total untuk pengukuran cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks adalah sebesar :
(r ±  ) = (1,847 ± 0,13) 10 cps = (1,108 ± 0,007) 10  cpm
b.         Dengan kesalahan relatif pengukuran cacah radiasi pengukuran  = 1%
c.         Saat terjadi pengukuran pencacahan, prototipe kehilangan counts per second selama selang waktu N    0 % dari counts per second yang sebenarnya.
(Lampiran 3 : 73


5.         Hasil analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan XRD (X – Ray Diffractometer) 6000



Gambar 9. Spectrum  hasil analisis unsur yang terkandung dalam     prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan XRD 6000
Tabel 8. Hasil analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan XRD
No
Peak   no.
2theta (deg)
d(A)
I/II
FWHM
(deg)
Intensity
(counts)
Integrated Int (Counts)
1
4
27.5689
3.23289
100
0.19960
3537
38430
2
13
45.8321
1.97826
54
0.18520
1904
21671
3
18
54.3373
1.68699
49
0.18370
1744
14965

Tabel 9. Referensi basic data XRD untuk Thorium Oxide (ThO2) yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks
d(A)
Int
H
K
l
3.232
100
1
1
1
2.799
41
2
0
0
1.9787
45
2
2
0
1.6877
46
3
1
1

Tabel 10. Referensi basic data Calsium Thorium Fluoride (Ca.82Th.18F2.36) yang terkandung dalam  prototipe dari abu kaos lampu petromaks
D(A)
Int
H
K
L
3.2297
999*
1
1
1
2.7970
197
2
0
0
1.9777
726
2
2
0
1.6866
391
3
1
1


Analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu menggunakan XRD ditampilkan dalam bentuk spectrum. Hasil dari spectrum ini selanjutnya disesuaikan dengan referensi basic data.






6.          Hasil analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan EDS (Energy Dispersive X – Ray Spectrometer).

















 Gambar 10. Spectrum  hasil analisis unsur yang terkandung dalam
prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan EDS

Tabel 11. Hasil analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan EDS
No
Element
(keV)
Mass%
Error %
At
    %
Compound
Mass        %
Cation
K
1
O

9.86






2
FK *
0.677
0.25
 0.32
3.13
F
  0.25
0.00
0.0572
3
CaK*
3.690
0.15
 0.50
0.90
CaO
  0.21
0.15
0.1563
4
AgL
2.983
40.42
 1.33
44.96
Ag2O
  43.42
14.
59
46.2896
5
ThL*
12.952
49.32
 41.40
51.01
ThO2
  56.12
8.28
53.4969
6
Total

100.00

100.00

 100.00
23.02


B.       Pembahasan
1.             Pembuatan prototipe dari abu kaos lampu petromaks
Prototipe yang terbuat dari abu kaos lampu petromaks  mengandung radioaktif yang cukup tinggi yaitu sebesar (n ± )  = (1,106 ± 0,006) 10  cpm. Untuk mendapatkan prototipe dari abu kaos lampu petromaks dengan cacah radiasi yang besar diperlukan kaos lampu sebanyak 34 buah. Hal ini disebabkan karena cacah radiasi abu dari satu kaos lampu petromaks sangat rendah dibandingkan dengan kaos dalam bentuk yang masih utuh, seperti diungkapkan oleh Pratiwi DJ dan Dwi Yulianti (1993). Mereka membuktikan bahwa cacah radiasi kaos lampu petromaks lebih besar daripada bentuk abu dan pada waktu menyala yaitu sebesar 99 cpm, sehingga dimungkinkan untuk membuat prototipe dari bahan kaos lampu petromaks.
Pencacahan radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks dengan menggunakan GMC (Geiger Muller Counter) dimaksudkan untuk mengetahui sifat kenukliran yang ditunjukkan oleh besarnya cacah radiasi yang dipancarkan. Tegangan yang dipakai dalam GMC (Geiger Muller Counter) adalah tegangan operasional (Vop) yang besarnya 442 volt dengan dead time ( ) sebesar 185 s. Hal ini berarti detektor masih dalam keadaan baik karena memiliki dead time  100 -300  (Tsoulfanidis, 1983 : 187) sehingga tidak mempengaruhi besarnya cacah radiasi yang dideteksi counter. Besarnya cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks akibat pengaruh dead time yaitu sebesar (r ±  ) = (1,108 ± 0,007) 10  cpm.

Radiasi yang dipancarkan prototipe dari abu kaos lampu petromaks memiliki intensitas yang tinggi dibandingkan dengan radiasi yang dipancarkan oleh prototipe dari bubuk kaos lampu petromaks maupun prototipe yang terbuat dari campuran abu dan bubuk kaos lampu petromaks. Hal ini disebabkan karena prototipe dari abu kaos lampu petromaks sudah mengalami berbagai reaksi kimia yang terjadi ketika proses pembuatan bubuk kaos. Besarnya cacah radiasi prototipe dari bubuk kaos lampu petromaks sebesar (n ± )  = (1,43 ± 0,02)10  cpm (Ariyawan Sunardi, 2005). Prototipe yang terbuat dari campuran abu dan bubuk kaos lampu petromaks memiliki cacah radiasi sebesar (n ± )  = (5,11 ± 0,04)10  cpm (Rosyidah Azmi, 2005). Berdasarkan hasil perbandingan cacah radiasi ketiga prototipe maka prototipe dari abu kaos lampu petromaks untuk sementara layak dipakai sebagai sumber radioaktif karena cacah radiasi yang dimiliki cukup besar. 
2.             Analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan XRD (X – Ray Diffractometer) 6000
Hasil XRD (X - Ray Diffractometer) ditampilkan dalam bentuk spectrum yang disesuaikan dengan referensi basic data yang ada. Spectrum ini menggambarkan antara counts per minute (cpm) dengan sudut antara bidang – bidang kristal (degree).
Dari hasil XRD dapat diketahui bahwa unsur yang paling banyak terdapat pada prototipe dari abu kaos lampu petromaks adalah thorium. Hal ini ditunjukkan dengan tiga puncak yang paling kuat yang selanjutnya disesuaikan dengan referensi basic data yang mengacu pada kandungan unsur yang ada. Pencocokan data puncak terkuat dengan referensi basic data,  didasarkan pada jarak antar atom dari unsur yang ada dengan nilai referensi yang mendekati unsur tersebut. Data puncak terkuat hasil analisis unsur menggunakan XRD dapat ditunjukkan dengan (x,y); x : sudut bidang kristal, y: intensitas (cpm). Adapun hasilnya adalah sebagai berikut : (27,5689; 3537) dengan d(A) : 3,23789; (45,821; 1904) dengan d(A) : 1,97826 dan (54,3373; 1744) dengan d(A) : 1,68699. Jarak antar atom atau d(A) dari ketiga puncak terkuat spectrum hasil XRD ini cenderung mendekati d(A) unsur thorium yang terdapat pada senyawa Thorium Oxide (ThO2) dan senyawa Calcium Thorium Fluoride (Ca.82Th.18F2.36).
3.             Analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan EDS (Energy Dispersive X – Ray Spectrometer)
Hasil EDS juga ditampilkan dalam bentuk spectrum namun kandungan unsur didalamnya sudah bisa dilihat langsung melalui spectrum yang ada. Spectrum energi sinar X (sumbu X) menggambarkan jenis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu tersebut. Sedangkan intensitas (sumbu Y) menggambarkan prosentase unsur yang terkandung didalamnya.
Dari hasil analisis ini, dapat dibuktikan bahwa unsur radioaktif thorium memang mendominasi unsur – unsur radioaktif yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks. Hal tersebut dapat dilihat dari prosentase senyawa Thorium Oxide (ThO2) yang terkandung yaitu sebesar 56,12 %. Sedangkan unsur thorium sendiri memiliki massa 49,32 % dari massa seluruh unsur yang terkandung dalam prototipe.
 
















BAB V
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pembuatan prototipe sumber radioaktif dari abu kaos lampu petromaks maka dapat disimpulkan :
3.            Abu kaos lampu petromaks dapat dijadikan sebagai sumber radiasi detektor jenis isian gas yaitu Geiger Muller di Laboratorium Jurusan Fisika FMIPA UNNES karena mengandung thorium.
4.            Dari pengujian prototipe dari abu kaos lampu petromaks didapatkan :
d.       Hasil pencacahan prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan GMC  (Geiger Muller Counter) adalah sebesar         (1,106 ± 0,006)10  cpm.
e.        Analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks dengan XRD (X-ray Diffractometer) 6000 membuktikan adanya thorium yang terkandung dalam senyawa Thorium Oxide (ThO2) dan Calsium Thorium Fluoride (Ca. 82Th. 18F2 .36).
f.         Analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan EDS (Energy Dispersive X – Ray Spectrometer) membuktikan adanya thorium dengan prosentase massa sebesar 49, 32 % dari massa seluruh unsur yang terkandung. Selain itu terdapat unsur – unsur : 9, 86 % oksigen; 0,25 % fluor; 0,15 % calsium dan 40, 42 % perak. 


B.   Saran - saran
Dengan selesainya penelitian ini semoga bisa memberikan manfaat pada pengembangan alat dan bahan laboratorium terutama menambah jenis praktikum yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas mahasiswa. Untuk kepentingan tersebut maka penulis memberikan masukan – masukan guna meningkatkan hasil penelitian selanjutnya sebagai berikut :
4.         Dalam rangka pemasyarakatan manfaat teknologi nuklir melalui jalur pendidikan, mahasiswa perlu mengenal sumber radioaktif dan pemanfaatannya salah satunya yaitu prototipe dari abu kaos lampu petromaks maka dari itu perlu diadakan penelitian yang lebih mendukung penggunaan sumber radioaktif tersebut.
5.         Untuk menghindari bahaya maka perlu tindakan proteksi radiasi khususnya pada praktikum yang menggunakan energi nuklir misalnya saja dengan mempekerjakan orang yang ahli dalam hal proteksi radiasi atau PPR (Petugas Pemantau Radiasi) sehingga tidak terjadi efek yang fatal.
6.         Perlu tindak lanjut dalam mengantisipasi sulitnya perijinan dan juga proses birokrasi yang lama untuk menggunakan sumber radioaktif di laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA



Beiser, Arthur.1986. Konsep Fisika Modern. Jakarta : Erlangga

Cameron Jhon R, Skonfronick James G. 1978. Medical Physics. New York : Jhon Wiley & Sons Inc

Chember, Herman. 1987. Pengantar Fisika Kesehatan. USA : Pergarmon press

Dieter K Schroder. 1990. Semiconductor Material & Device Characterization. Canada : Addison Wisley Publising Company Inc

Diamant, R. M. E. 1982. Atomic Energy. USA : Ann Arbor Science

Dwi Yulianti dan Pratiwi DJ. 2003. Fisika Radiasi. Diktat Kuliah Fisika FMIPA UNNES

Gabriel J. F. dr. 1988. Fisika Kedokteran. Jakarta : EGC
Hadi Marsongko. 1994. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir. Jakarta : BATAN

Kaplan, Irving. 1979. Nuclear Physics. Canada : Addision Wesley Publising Company. Inc

       M. Darussalam. 1989. Radiasi dan Radioisotop Teknologi Maju. Yogyakarta : BATAN

       Mukhlis Akhadi. 1997.  Dasar – Dasar Proteksi Radiasi. Jakarta : Rineka Cipta

Pratiwi DJ dan Dwi Yulianti. 1993. Identifikasi cacah radiasi berbagai merk kaos lampu petromaks yang beredar di Kodya Semarang. Jurnal Pendidikan Fisika

Price. W. 1964. Nuclear Radiation Detection. New York. Mac Graw Hill

Sassung, J. 1986. Pengantar Nuklir. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Universitas Terbuka

Suratman. 1996. Introduksi Prototipe Radiasi. P3TM. Yogyakarta : BATAN

Sutrisno. 1989. Fisika Dasar ( Fisika Modern ). Bandung : ITB

Tsoulfanidis, N., 1983. Measurement and Detection of Radiation, Hemisphere Publishing Corporation, New York

Van Klinken, Gerry. 1991. Pengantar Fisika Modern. Semarang : Penerbit Satya Wacana

Wisnu Arya Wardhana. 1993. Teknik Analisis Radioaktivitas Lingkungan. Yogyakarta : Andi Offset

Wisnu Susetyo, 1988. Spektrometri Gamma. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

_______, 2004.  Energy Dispersive Spectroscopy. Http :// www.mee-inc.com/eds.html

_______, 2004. Gas Mantle, Http ://en.wikipedia.org/wiki/Gas_mantle
























0 komentar:

Post a Comment

 

Pengikut

Copyright © ZONA SKRIPSI All Rights Reserved • Design by Dzignine
best suvaudi suvinfiniti suv