Upaya Pembuatan Sumber Radioaktif Dari Abu Kaos Lampu Petromaks Untuk Praktikum di Laboratorium dan Karakterisasi Radioaktifnya
Bab I
A. Pendahuluan
Di Indonesia pemanfaatan teknologi nuklir
telah dikembangkan sejak tahun 1968 dan pada waktu ini pemanfaatannya telah
diterapkan di berbagai bidang (Suratman, 2001:21). Beberapa contoh manfaat
teknologi nuklir untuk kesejahteraan manusia, diantaranya adalah bidang
pertanian seperti pencarian bibit unggul dengan iradiasi, bidang kedokteran
seperti terapi pada penyinaran kanker dengan radiasi dosis tertentu, bidang
industri seperti industri peningkatan mutu berbagai komoditi pangan dan
bidang-bidang lainnya.
Dalam kaitan dengan sumber radiasi buatan
manusia, dapat diberikan contoh bahwa saat ini banyak diproduksi hasil industri
yang sengaja memanfaatkan zat radioaktif, misalnya: jarum pendar pada
arloji, detektor asap dalam gedung-gedung, pesawat
televisi dan kaos
lampu petromaks (J. Sassung
dalam Pratiwi dan
Yulianti, 2003:20).
Selanjutnya menurut J. Sassung, kaos lampu petromaks menggunakan
thorium yang merupakan unsur radioaktif. Kaos lampu petromaks mengandung sedikit
thorium dan menunjukkan gejala radioaktivitas yang sangat lemah (Van Klinken
dalam Pratiwi dan Yulianti, 2003:20).
Pendapat di atas didukung oleh hasil
penelitian Pratiwi DJ dan Dwi Yulianti
bahwa kaos lampu petromaks
mempunyai cacah radiasi. Hasil penelitian didapat bahwa zat
radioaktif yang terkandung
di dalam kaos lampu petromaks
akan selalu memancarkan sinar-sinar
radioaktif, baik pada saat
dinyalakan maupun saat menjadi abu. Dengan demikian dimungkinkan untuk membuat
prototipe sumber radioaktif dari kaos
lampu petromaks.
Karena itu masalah yang hendak dipecahkan
pada makalah ini adalah upaya pembuatan sumber radioaktif dari abu kaos lampu
petromaks untuk praktikum di laboratorium dan karakterisasi radioaktifnya.
Tujuannya adalah untuk membuat prototipe sumber radioaktf dari abu kaos lampu
petromaks yang dapat dipergunakan untuk praktikum di laboratorium dan
mengetahui karakteristik radioaktif prototipe yang dihasilkan.
B. Landasan Teori
1.
Kaos Lampu Petromaks
Salah satu barang atau produk konsumen yang mengandung zat
radioaktif adalah kaos lampu petromaks. Kaos lampu petromaks terbuat dari kain
halus atau asbes yang diliputi zat radioaktif. Asbes dapat bertahan pada
temperatur tinggi, tapi beracun. Sedangkan kain halus sebagai bahan dasar kaos
lampu petromaks memiliki kekurangan yaitu mudah sekali terbakar, sehingga harus
diganti secara teratur.
Kaos lampu petromaks adalah salah satu dari banyak penemuan Auer Von
Welsbach seorang ahli kimia dari Jerman yang mempelajari unsur-unsur lapisan
bumi pada tahun 1880. Zat radioaktif yang terkandung dalam kaos lampu petromaks
merupakan campuran 99% thorium oxide
dan 1% cerium oxide (Wikipedia,
2004). Oksida ini mengeluarkan kelipan cahaya pada temperatur tinggi.
2.
Sumber – Sumber Radiasi
Penghasil Thorium
2.1
Sumber – Sumber Radiasi Alam
Sumber – sumber radiasi alam dikelompokkan menjadi
dua yaitu radiasi teresterial
(berasal dari permukaan bumi) dan radiasi
ekstra teresterial (berasal dari angkasa luar). Sumber thorium sendiri
berupa monazite yang merupakan campuran tipis dari beberapa unsur fosfat yang berada di lapisan
kerak bumi.
2.2
Sumber – Sumber Radiasi Buatan
Radioaktivitas buatan timbul karena dibuat manusia,
antara lain yang berasal dari hasil pembelahan (fisi), reaksi inti dan debu –
debu radioaktif dari hasil ledakan bom nuklir.
C. Metodologi Penelitian
1.
Alat
dan Bahan
Alat/bahan yang dipergunakan meliputi: Kaos lampu
petromaks, seperangkat Geiger Muller Counter (GMC), neraca timbang, alat press, XRD, EDS, lampu petromaks.
2.
Pembuatan prototipe dengan cara
sebagai berikut :
2.1
Pembakaran kaos lampu petromaks
untuk mendapatkan abu.
2.2
Penimbangan abu kaos lampu
petromaks.
2.3
Pengukuran cacah radiasi
menggunakan GMC.
2.4
Pengepressan abu dengan menggunakan
alat press.
2.1
Pemasangan holder pada prototipe yang sudah dipress.
3.
Metode Analisis
3.1
Membuat curve plateu dengan kemiringan sebagai berikut :
3.2
Menentukan Vop GMC dengan persamaan
sebagai berikut :
Vop = Vo +
3.3
Menentukan Dead Time GMC (
) dengan persamaan sebagai berikut :
3.4
Analisis Cacah Radiasi Prototipe Sumber Radioaktif
Menggunakan Geiger Muller Counter (GMC)
Pengukuran prototipe
dilakukan pada kondisi alat yang tepat sama dengan kondisi setting. Rata-rata cacah dirumuskan sebagai berikut :
Dimana
dan
Karena tGi dan tBi dijaga
konstan untuk semua N
pengukuran, maka tGi = tG
dan tBi = tB.
3.5
Analisis Unsur yang Terkandung dalam Prototipe Sumber
Radioaktif Menggunakan X-Ray
Diffractometer (XRD)
Difraksi sinar-X (XRD) adalah
teknik analitis yang tidak merusak untuk identifikasi dan penentuan kuantitatif
berbagai bentuk kristal dalam bahan. Pengujian dengan XRD dimaksudkan untuk
menganalisis unsur yang terkandung di dalam prototipe sumber radioaktif.
Hasilnya berupa difraktogram sinar-X yang menyatakan hubungan antara intensitas
sinar pantul terhadap sudut difraksinya, kemudian dari grafik yang diperoleh
diamati dengan melihat puncak-puncak tertinggi pada sudut difraksi 2θ dan
dibandingkan dengan data standar. Skema alat difraksi sinar-X ditunjukkan pada
gambar 1.
sinar x
|
kolimator
|
lintasan detektor
|
detektor
|
kristal
|
Gambar 1. Skema Alat
Difraksi Sinar-X
(Beiser, 1999:68)
D. Hasil dan Pembahasannya
1.
Pembuatan prototipe sumber radioaktif
Prototipe yang
terbuat dari abu kaos lampu petromaks
mengandung radioaktif yang cukup tinggi yaitu sebesar (n
±
) = (1,106 ±
0,006) 10
cpm. Untuk mendapatkan prototipe dari abu kaos lampu petromaks dengan
cacah radiasi yang besar diperlukan kaos lampu sebanyak 34 buah. Hal ini
disebabkan karena cacah radiasi abu dari satu kaos lampu petromaks sangat
rendah dibandingkan dengan kaos dalam bentuk yang masih utuh. Tegangan yang
dipakai dalam GMC (Geiger Muller Counter)
adalah tegangan operasional (Vop) yang besarnya 442 volt dengan dead time (
) sebesar 185
s. Besarnya cacah radiasi
prototipe dari abu kaos lampu petromaks akibat pengaruh dead time yaitu sebesar (r ±
) = (1,108 ±
0,007) 10
cpm. Besarnya cacah radiasi prototipe dari bubuk kaos lampu petromaks
sebesar (n ±
) = (1,43 ±
0,02)10
cpm (Ariyawan
Sunardi, 2005). Prototipe yang terbuat dari campuran abu dan bubuk kaos lampu
petromaks memiliki cacah radiasi sebesar (n ±
) = (5,11 ±
0,04)10
cpm (Rosyidah
Azmi, 2005). Berdasarkan hasil perbandingan cacah radiasi ketiga prototipe maka
prototipe dari abu kaos lampu petromaks untuk sementara layak dipakai sebagai
sumber radioaktif karena cacah radiasi yang dimiliki cukup besar.
2.
Analisis unsur yang terkandung
dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan XRD (X – Ray Diffractometer) 6000
Dari hasil XRD dapat diketahui bahwa unsur yang
paling banyak terdapat pada prototipe dari abu kaos lampu petromaks adalah
thorium. Hal ini ditunjukkan dengan tiga puncak yang paling kuat yang
selanjutnya disesuaikan dengan referensi basic
data yang mengacu pada kandungan unsur yang ada. Pencocokan data puncak
terkuat dengan referensi basic data, didasarkan pada jarak antar atom dari unsur
yang ada dengan nilai referensi yang mendekati unsur tersebut. Data puncak
terkuat hasil analisis unsur menggunakan XRD dapat ditunjukkan dengan (x,y); x
: sudut bidang kristal, y: intensitas (cpm). Adapun hasilnya adalah sebagai
berikut : (27,5689; 3537) dengan d(A) : 3,23789; (45,821; 1904) dengan d(A) :
1,97826 dan (54,3373; 1744) dengan d(A) : 1,68699. Jarak antar atom atau d(A)
dari ketiga puncak terkuat spectrum
hasil XRD ini cenderung mendekati d(A) unsur thorium yang terdapat pada senyawa
Thorium Oxide (ThO2) dan senyawa Calcium Thorium Fluoride
(Ca.82Th.18F2.36).
3.
Analisis unsur yang terkandung
dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan EDS (Energy Dispersive X – Ray Spectrometer)
Hasil EDS juga ditampilkan dalam bentuk spectrum namun kandungan unsur
didalamnya sudah bisa dilihat langsung melalui spectrum yang ada. Spectrum
energi sinar X (sumbu X) menggambarkan jenis unsur yang terkandung dalam
prototipe dari abu kaos lampu tersebut. Sedangkan intensitas (sumbu Y)
menggambarkan prosentase unsur yang terkandung didalamnya.
Dari hasil analisis ini, dapat dibuktikan bahwa unsur
radioaktif thorium memang mendominasi unsur – unsur radioaktif yang terkandung
dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks. Hal tersebut dapat dilihat dari
prosentase senyawa Thorium Oxide
(ThO2) yang terkandung yaitu sebesar 56,12 %. Sedangkan unsur thorium sendiri
memiliki massa 49,32 % dari massa seluruh unsur yang terkandung dalam
prototipe.
E. Kesimpulan dan Saran
1.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian pembuatan prototipe sumber radioaktif dari abu kaos lampu
petromaks maka dapat disimpulkan :
1.
Abu
kaos lampu petromaks dapat dijadikan sebagai sumber radiasi detektor jenis
isian gas yaitu Geiger Muller di
Laboratorium Jurusan Fisika FMIPA UNNES karena mengandung thorium.
2.
Dari pengujian prototipe dari
abu kaos lampu petromaks didapatkan :
a.
Hasil pencacahan prototipe dari
abu kaos lampu petromaks menggunakan GMC
(Geiger Muller Counter) adalah
sebesar (1,106 ±
0,006)10
cpm.
b.
Analisis unsur yang terkandung
dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks dengan XRD (X-ray Diffractometer) 6000 membuktikan adanya thorium yang
terkandung dalam senyawa Thorium Oxide (ThO2)
dan Calsium Thorium Fluoride (Ca.
82Th. 18F2 .36).
c.
Analisis unsur yang terkandung
dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan EDS (Energy Dispersive X – Ray Spectrometer)
membuktikan adanya thorium dengan prosentase massa sebesar 49, 32 % dari massa
seluruh unsur yang terkandung. Selain itu terdapat unsur – unsur : 9, 86 %
oksigen; 0,25 % fluor; 0,15 % calsium dan 40, 42 % perak.
2. Saran - saran
Dengan selesainya penelitian ini semoga bisa
memberikan manfaat pada pengembangan alat dan bahan laboratorium terutama
menambah jenis praktikum yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas
mahasiswa. Untuk kepentingan tersebut maka penulis memberikan masukan – masukan
guna meningkatkan hasil penelitian selanjutnya sebagai berikut :
1.
Dalam rangka pemasyarakatan
manfaat teknologi nuklir melalui jalur pendidikan, mahasiswa perlu mengenal
sumber radioaktif dan pemanfaatannya salah satunya yaitu prototipe dari abu
kaos lampu petromaks maka dari itu perlu diadakan penelitian yang lebih
mendukung penggunaan sumber radioaktif tersebut.
2.
Untuk menghindari bahaya maka
perlu tindakan proteksi radiasi khususnya pada praktikum yang menggunakan
energi nuklir misalnya saja dengan mempekerjakan orang yang ahli dalam hal
proteksi radiasi atau PPR (Petugas Pemantau Radiasi) sehingga tidak terjadi
efek yang fatal.
3.
Perlu tindak lanjut dalam
mengantisipasi sulitnya perijinan dan juga proses birokrasi yang lama untuk
menggunakan sumber radioaktif di laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Beiser, Arthur.1986. Konsep Fisika Modern. Jakarta : Erlangga
Cameron Jhon R, Skonfronick James G. 1978. Medical
Physics. New York : Jhon Wiley & Sons Inc
Chember, Herman. 1987. Pengantar Fisika Kesehatan. USA
: Pergarmon press
Dieter K Schroder. 1990. Semiconductor Material &
Device Characterization. Canada : Addison Wisley Publising Company Inc
Diamant, R. M. E. 1982. Atomic Energy. USA : Ann
Arbor Science
Dwi Yulianti dan Pratiwi DJ. 2003. Fisika Radiasi. Diktat Kuliah Fisika
FMIPA UNNES
Gabriel J. F. dr. 1988. Fisika
Kedokteran. Jakarta : EGC
Hadi Marsongko. 1994. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir. Jakarta : BATAN
Kaplan, Irving. 1979. Nuclear Physics. Canada :
Addision Wesley Publising Company. Inc
M. Darussalam. 1989. Radiasi dan Radioisotop Teknologi Maju.
Yogyakarta : BATAN
Mukhlis Akhadi. 1997. Dasar – Dasar Proteksi Radiasi. Jakarta :
Rineka Cipta
Pratiwi DJ dan Dwi Yulianti. 1993. Identifikasi cacah radiasi berbagai merk
kaos lampu petromaks yang beredar di Kodya Semarang. Jurnal Pendidikan
Fisika
Price. W. 1964. Nuclear Radiation Detection.
New York. Mac Graw Hill
Sassung, J. 1986. Pengantar Nuklir. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Universitas
Terbuka
Suratman. 1996. Introduksi Prototipe Radiasi. P3TM. Yogyakarta : BATAN
Sutrisno. 1989. Fisika Dasar ( Fisika Modern ). Bandung : ITB
Tsoulfanidis, N., 1983. Measurement
and Detection of Radiation, Hemisphere Publishing Corporation, New York
Van Klinken, Gerry. 1991. Pengantar Fisika Modern. Semarang :
Penerbit Satya Wacana
Wisnu Arya
Wardhana. 1993. Teknik Analisis
Radioaktivitas Lingkungan. Yogyakarta : Andi Offset
Wisnu Susetyo, 1988. Spektrometri Gamma. Yogyakarta : Gajah Mada University Press
_______, 2004. Energy Dispersive Spectroscopy. Http :// www.mee-inc.com/eds.html
_______, 2004. Gas Mantle,
Http ://en.wikipedia.org/wiki/Gas_mantle
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Alasan Pemilihan Judul
Saat ini energi nuklir dinilai sebagai sumber energi
andalan dalam rangka memenuhi kebutuhan energi masyarakat di masa yang akan
datang. Pemanfaatan energi nuklir menghindarkan masyarakat dari krisis energi
akibat semakin menipisnya energi fosil yang selama ini digunakan. Dalam
perkembangan teknologi, sengaja diproduksi sumber – sumber radiasi untuk
berbagai tujuan penggunaan di berbagai bidang seperti kedokteran, industri
pertanian, perhubungan, pertambangan dll. Sumber – sumber radiasi tersebut
terdapat dalam berbagai bentuk seperti Sinar X, radionuklida, irradiator,
sumber neutron, reaktor atom dan alat pencacah partikel. Sampai saat ini banyak
nuklida radioaktif yang proses pembuatannya dengan menggunakan
reaktor atom atau pemercepat partikel seperti akselerator dan siklotron.
Walaupun manfaat teknologi nuklir begitu banyak, namun
di sisi lain teknologi nuklir lebih banyak dikenal dari segi negatifnya
dibandingkan dari segi positifnya. Misalnya saja masyarakat memahami pengertian
nuklir yang hanya sebatas pada bom atom, salah satu penyebab sempitnya
pengetahuan masyarakat tentang nuklir karena penggunaan / pemanfaatan teknologi
nuklir belum memasyarakat sehingga diperlukan pengenalan dini tentang
penggunaan / pemanfaatan teknologi nuklir. Dalam rangka pemasyarakatan
penggunaan / pemanfaatan teknologi nuklir, salah satunya ditempuh melalui jalur
pendidikan. Dalam hal ini mahasiswa perlu dikenalkan sumber radiasi nuklir dan
pemanfaatannya.
Di Jurusan Fisika FMIPA UNNES terdapat jenis praktikum yang bertujuan
membekali mahasiswa untuk mengenal sumber radiasi nuklir dan pemanfaatannya.
Salah satu kendala yang dihadapi adalah tidak tersedianya sumber radiasi yang
memadai, sumber radiasi yang ada aktivitasnya sangat rendah yaitu 50 cpm.
Sedangkan pengadaan sumber radiasi nuklir yang asli diperlukan birokrasi yang
panjang serta proses perijinan yang tidak mudah, di samping itu untuk
penyimpanan sumber radiasi nuklir diperlukan proteksi radiasi yang direncana
dengan baik. Tidak adanya sumber radiasi yang memadai menyebabkan jenis
praktikum tersebut tidak dapat berlangsung, hal seperti ini jika tidak segera
dicari alternatif pemecahannya maka akan mengurangi kualitas mahasiswa yang
dihasilkan Jurusan Fisika FMIPA UNNES.
Berdasarkan uraian di atas
maka dipandang perlu dilaksanakan penelitian dengan judul Pembuatan Prototipe
Sumber Radioaktif Dari Abu Kaos Lampu Petromaks.
B. Permasalahan
1.
Apakah abu kaos petromaks dapat
dimanfaatkan sebagai sumber radiasi nuklir di Laboratorium Jurusan Fisika FMIPA
UNNES ?
2.
Bagaimana karakteristik prototipe
yang dihasilkan ?
C.
Tujuan
1.
Membuat prototipe sumber radiasi
nuklir dari abu kaos lampu petromaks.
2.
Mengetahui karakteristik dari
prototipe yang dihasilkan.
D. Manfaat
Dengan selesainya penelitian ini semoga dapat
memberikan manfaat pada pengembangan alat dan bahan laboratorium terutama
menambah jenis praktikum yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas
mahasiswa.
Dengan adanya prototipe yang dihasilkan, maka
kebutuhan sumber radioaktif laboratorium Fisika FMIPA UNNES untuk sementara menjadi
terpenuhi guna mendukung program peningkatan kualitas mahasiswa jurusan Fisika
FMIPA UNNES.
E.
Sistimatika
Skripsi
Skripsi ini secara garis besar dibagi menjadi tiga
bagian yaitu bagian awal, bagian isi dan bagian akhir.
1.
Bagian awal terdiri dari : halaman
judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, pernyataan, halaman
motto dan persembahan, kata pengantar, sari / abstrak, daftar isi dan daftar
lampiran, daftar tabel dan daftar gambar.
2.
Bagian isi terdiri dari :
a.
Bab I. Pendahuluan terdiri dari
alasan pemilihan judul, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistimatika penulisan skripsi.
b.
Bab II. Landasan Teori
c.
Bab III. Metodologi Penelitian
d.
Bab IV. Hasil Penelitian dan
Pembahasan
e.
Bab V. Penutup terdiri dari :
simpulan dan saran
3.
Bagian akhir terdiri dari
daftar pustaka dan lampiran – lampiran
BAB II
DASAR TEORI
Dalam kehidupan sehari – hari tidak bisa terlepas
dari radiasi, bahkan untuk radiasi gelombang elektromagnetik seperti cahaya matahari
atau cahaya lampu merupakan kebutuhan utama dalam kehidupan sehari – hari.
Begitu juga dengan radiasi sinar radioaktif atau radiasi sinar X banyak
dijumpai dalam lingkungan. Radiasi nuklir alami berasal dari sinar kosmis
ketika memasuki atmosfer, zat radioaktif buatan di dalam bumi maupun yang
berasal dari perkembangan teknologi.
Dalam kaitannya dengan sumber radiasi
buatan manusia, banyak hasil industri yang diproduksi dengan sengaja
memanfaatkan zat radioaktif misalnya : jarum pendar arloji, detektor asap,
pesawat TV dan kaos petromaks (Sassung, 1986 : 96). Selanjutnya menurut J.
sassung, kaos lampu petromaks mengandung sedikit thorium dan menunjukkan gejala
radioaktivitas yang sangat lemah (van klinken, 1991 : 136). Kemudian industri
kaos lampu petromaks memerlukan thorium, maka besar kemungkinannya ikut andil
dalam pencemaran radioaktivitas lingkungan (Wardana, 1993 : 71).
Pendapat di atas didukung oleh hasil
penelitian Pratiwi DJ dan Dwi Yulianti (1993) bahwa cacah radiasi kaos lampu
petromaks dalam bentuk kaos lebih besar dari pada bentuk abu dan pada waktu
menyala. Cacah radiasi yang dihasilkan 99 cpm. Dengan demikian dimungkinkan
untuk membuat prototipe sumber radiasi nuklir dari kaos lampu petromaks.
A.
Radioaktivitas
Pengetahuan tentang
radioaktivitas dimulai ketika pada tahun 1896 Beqquerrell menemukan fenomena
tentang adanya desintegrasi (peluruhan / pererasan radioaktif). Pada tahun 1902
Rhuterford dan Soddy mengemukakan bahwa fenomena radioaktivitas disebabkan oleh
desintegrasi spontan inti. Satuan fenomena radioaktivitas dinyatakan dengan :
desintegrasi
t
1.
Hukum Radioaktivitas
Dari hasil uji kaji terbukti
bahwa pererasan radioaktif memenuhi hukum eksponensial, maka pererasan dapat
dikatakan sebagai peristiwa statistik. Sifat statistik ini menyatakan bahwa
tidak mungkin dapat diramalkan atom mana yang akan mereras atau meluruh pada
detik berikutnya. Dalam waktu detik probabilitas dari suatu atom yang mereras
adalah :
dt dengan
adalah tetapan
peluruhan.
Bila dalam waktu t detik terdapat
N atom tidak mereras, maka cacah atom yang mereras :
dN =
-
N dt
Syarat
batas :
Jika t
= 0
maka N = N
Jika T = t maka N = N
Sehingga
:
ln
= -
t
N = N
e
………………………………...
(1)
2.
Waktu
Paro (T)
Waktu paro (T) merupakan waktu
yang dibutuhkan oleh radionuklida untuk mencapai jumlah atom menjadi 50 %,
dapat dituliskan sebagai berikut :
N = ½ N
Dengan mensubtitusikan
persamaan (1) didapatkan :
½ N
= N
e
½ = e
ln 2 =
t; jika t = T
maka :
T =
0,693 /
………………………………
(2)
3.
Aktivitas
(A)
Aktivitas
merupakan cacah desintegrasi per detik yang dapat dituliskan sebagai berikut :
A =
A =
A =
N
e
=
N ……………………….(3)
Dari persamaan (1) dikali
:
N(t) = N
e
,
Berdasarkan persamaan (3) maka persamaan (4) dapat ditulis menjadi :
A
= A
e
; atau
A
= A
(½)
Keterangan :
N : Cacah atom setelah mereras
N
: Cacah atom mula – mula
A
: Aktivitas atom setelah pererasan
A
: Aktivitas atom mula – mula
e : Bilangan eksponensial
T : Waktu paro
B.
Kaos Lampu Petromaks
Lampu Petromaks
merupakan alat penerangan yang menggunakan sumber energi berbentuk gas dan kaos
lampu petromaks sebagai sumber cahaya. Sumber cahaya ini semula digunakan di
sepanjang jalan Eropa dan Amerika Utara pada abad – 19. Kaos lampu petromaks
dipasang dengan cara memasukkan ke tempat perapian atau nyala api. Sumber
cahaya ini sering disebut sebagai lentera Coleman
yang dinyalakan dengan minyak tanah.
Kaos Lampu
Petromaks ditemukan oleh Auer von Welsbach pada tahun 1880. Dia adalah ahli
Kimia yang mempelajari tentang unsur yang jarang ditemukan di bumi. Pada
penelitiannya yang pertama dia menggunakan campuran 60 % magnesium oxide, 20 % lanthanum
oxide dan 20 % yttrium oxide yang
dia sebut sebagai Actinophor. Untuk
mendapatkan kaos dengan bahan cotton
dilakukan dengan cara memanaskan campuran hingga memadat. Kemudian dalam
pengangkatannya harus hati – hati karena bahan cotton tersebut sangat rapuh yaitu berbentuk jala dari abu. Kaos
lampu petromaks pada awalnya memberikan cahaya berwarna hijau pastel tapi semua
itu tidak berhasil, dan usaha yang didirikan oleh Auer von Welsbach gagal pada
tahun 1889. Penelitian selanjutnya menggunakan campuran baru berupa 99 % thorium oxide dan 1 % cerium oxide yang memberikan cahaya
berwarna putih. Setelah diperkenalkan pada tahun 1892 maka dengan cepat
menyebar di seluruh Eropa. Pemakaian lampu petromaks menjadi sangat penting
sebelum lampu listrik diperkenalkan secara merata pada tahun 1900. Kaos lampu
pada dasarnya berbentuk kaos kaki kecil yang terbuat dari sutra atau asbetos.
Asbetos dapat bertahan lama pada temperatur yang sangat tinggi, tapi asbetos
banyak mengandung racun. Kaos lampu yang berasal dari sutra sangat rapuh dan
sesering mungkin harus diganti setelah pembakaran beberapa saat
(http//en.wikipedia.org/wiki/Gas_mantle).
C.
Thorium
Komposisi fisika
dari senyawa thorium bersifat sangat kuat, hal ini dipengaruhi oleh prosentasi
banyaknya unsur didalamnya yang sangat komplek. Adapun komposisi fisika thorium
adalah sebagai berikut :
·
Memiliki kepadatan (density) sebesar : 11.720 kg m
pada 20
·
Memilki hambatan (electrical resistivity) sebesar : 15.1 -
10
W / cm
·
Memiliki kalor lebur sebesar :
19.2 kJ / mol
·
Memiliki daya rentang sebesar :
186 Mpa
·
Memilki Modulus Young sebesar :
71 Gpa
·
Memiliki Modulus Shear sebesar
: 28.3 Gpa
(Diamant, 1982 : 109)
Sumber – Sumber Radiasi
Penghasil Thorium
1.
Sumber – Sumber Radiasi Alam
Sumber – sumber radiasi alam dikelompokkan menjadi
dua yaitu radiasi teresterial
(berasal dari permukaan bumi) dan radiasi
ekstra teresterial (berasal dari angkasa luar).
Radiasi ekstra
teresterial yang sering terjadi yaitu radiasi sinar kosmis yang terdiri
dari radiasi kosmis primer dan radiasi kosmis skunder. Radiasi kosmis primer dibagi menjadi
tiga yaitu radiasi kosmis galaksi, radiasi yang terperangkap dalam medan magnet
bumi dan radiasi kosmis dari matahari. Sedangkan radiasi kosmis skunder terjadi
saat radiasi kosmis primer mencapai energi tertinggi memasuki atmosfer bumi,
maka akan terjadi reaksi inti antara partikel – partikel kosmis dengan unsur
yang ada di atmosfer bumi.
Radiasi teresterial
berasal dari bahan radioaktif alam yang disebut
radionuklida primordial yang dapat ditemukan dari lapisan tanah dan
batuan, air serta udara. Kandungan unsur yang terkandung dalam prototipe dari
abu kaos lampu petromaks didominasi oleh thorium yang terdapat dalam senyawa Thorium Oxide (
), hal ini sesuai dengan hasil analisis unsur yang
terkandung dalam prototipe menggunakan XRD (X
– Ray Diffractometer) dan EDS (Energy
dispersive X – Ray Spectrometer). Sumber thorium sendiri berupa monazite
yang merupakan campuran tipis dari
beberapa unsur fosfat yang berada di lapisan kerak bumi. Material ini
dileburkan dan dicerna oleh komponen asam sulfur yang terdapat dalam thorium
dan larut dalam tanah. Setelah terjadi penyaringan, material ini akan
dinetralkan oleh amonia. Selanjutnya akan terjadi pemisahan thorium dari cerium
dan material lainnya yang berasal dari bumi. Thorium akan meluruh dan
menghasilkan unsur radioaktif anakan. Unsur radioaktif anak ini juga dapat
meluruh dan menghasilkan unsur radioaktif lainnya, sehingga membentuk suatu
deret peluruhan yang sangat panjang. Deret peluruhan radioaktif alam sendiri
dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
1.
Deret Uranium (U), dimulai dari
dan berakhir
pada timah hitam (
) yang stabil. Deret ini juga di sebut deret (4n + 2)
karena nomor massa dari unsur – unsur radioaktif yang terdapat dalam deret ini
habis dibagi 4 dengan sisa 2.
Tabel 1. Unsur – unsur radioaktif dalam deret
Uranium (Deret 4n + 2)
No
|
Nama Radionuklida
|
Lambang
|
Radiasi yang Dipancarkan
|
Waktu paro
|
1.
|
Uranium I(UI)
|
|
|
4,5 x 10
|
2.
|
Uranium IX(UXI)
|
|
|
24,1 hari
|
3.
|
Uranium X2(UX2)
|
|
|
1,18 menit
|
4.
|
Uranium Z(UZ)
|
|
|
6,7 jam
|
5.
|
Uranium II(UII)
|
|
|
2,5 x 10
|
6.
|
Ionium (I
|
|
|
8,0 x 10
|
7.
|
Radium (Ra)
|
|
|
1620 tahun
|
8.
|
Ra Emanation (Rn)
|
|
|
3,82 hari
|
9.
|
Radium A(RaA)
|
|
|
3,20 menit
|
10.
|
Radium B(RbB)
|
|
|
26,8 menit
|
11.
|
Astatie 218
|
|
|
1,5 detik
|
12.
|
Radium C(RaC)
|
|
|
19,7 menit
|
13.
|
Radium C’(RaC’)
|
|
|
1,64 x 10
|
14.
|
Radium
C’’(RaC”)
|
|
|
1,32 menit
|
15.
|
Radium D(RaD)
|
|
|
19,4 tahun
|
16.
|
Radium E(RaE)
|
|
|
5 hari
|
17.
|
Radium F(RaF)
|
|
|
138,3 hari
|
18.
|
Thalium 206
|
|
|
4,2 menit
|
19.
|
Radium G(RaG)
|
|
Stabil
|
_
|
Sumber : Mukhlis Akhadi, 1997 : 98
2.
Deret Thorium (Th), mulai dari
dan berakhir
pada
yang stabil.
Disebut juga deret 4n karena nomor massa unsur – unsur radioaktif yang terdapat
dalam deret ini selalu habis dibagi 4.
Tabel 2. Unsur – unsur radioaktif dalam deret Thorium (Deret 4n)
No
|
Nama Radionuklida
|
Lambang
|
Radiasi yang Dipancarkan
|
Waktu Paro
|
1.
|
Thorium (Th)
|
|
|
1,39x10
|
2.
|
Mesothorium 1
(MsTh1)
|
|
|
6,7 tahun
|
3.
|
Mesothorium 2
(Ms Th2)
|
|
|
6,13 tahun
|
4.
|
Radiothorium (RdTh)
|
|
|
1,91 tahun
|
5.
|
Thorium X (ThX)
|
|
|
3,64 hari
|
6.
|
Th Emanation (Tn)
|
|
|
51,5 detik
|
7.
|
Thorium a (ThA)
|
|
|
0,16 detik
|
8.
|
Thorium B (ThB)
|
|
|
10,6 jam
|
9.
|
Astatine 216
|
|
|
3x10
|
10.
|
Thorium C (ThC)
|
|
|
60,5 menit
|
11.
|
Thorium C’ (ThC’)
|
|
|
3x10
|
12.
|
Thorium C” (C”)
|
|
|
3,10 menit
|
13.
|
Thorium D (ThD)
|
|
|
-
|
Sumber : Mukhlis Akhadi, 1997 : 98
3.
Deret aktinium (Ac), mulai dari
dan berakhir
pada
yang stabil.
Deret ini disebut deret (4n + 3) karena unsur – unsur radioaktif anak luruh
yang dihasilkannya bernomor massa habis dibagi 4 dengan sisa 3.
Tabel 3. Unsur – unsur radioaktif dalam deret
Aktinium (Deret 4n + 3)
No
|
Nama Radionuklida
|
Lambang
|
Radiasi yang dipancarkan
|
Waktu Paro
|
1.
|
Actionouranium (AcU)
|
|
|
7,10x10
|
2.
|
Uranium Y (UY)
|
|
|
25,6 jam
|
3.
|
Protactinium (Pa)
|
|
|
3,43x10
|
4.
|
Actinium (Ac)
|
|
|
21,6 hari
|
5.
|
Radioactinium (RdAc)
|
|
|
18,17hari
|
6.
|
Actinium K (AcK)
|
|
|
22 menit
|
7.
|
Actinium X (AcX)
|
|
|
11,68 hari
|
8.
|
Astatine 219
|
|
|
0,9 menit
|
9.
|
Ac Emanation (An)
|
|
|
3,92detik
|
10.
|
Bismuth 215
|
|
|
8 menit
|
11.
|
Actinium A (AcA)
|
|
|
1,83x10
|
12.
|
Actinium B (AcB)
|
|
|
36,1 menit
|
13.
|
Astatine 215
|
|
|
10
|
14.
|
Actinium C (AcC)
|
|
|
2,15 menit
|
15.
|
Actinium C’ (AcC’)
|
|
|
0,52 detik
|
16.
|
Actinium C” (C”)
|
|
|
4,79 menit
|
17.
|
Actinium D (AcD)
|
|
Stabil
|
-
|
Sumber : Mukhlis Akhadi, 1997 : 99
Ketiga deret radioaktif alam tersebut mempunyai
karakteristik umum sebagai berikut :
·
Radionuklida induk
(radionuklida anggota pertama) pada masing – masing deret mempunyai waktu paro
yang sangat panjang, yang dapat dinyatakan dalam satuan waktu geologi. Dalam
deret uranium, radionuklida induknya
dengan
= 4,5 x
tahun. Dalam
deret thorium, radionuklida induknya
dengan
= 1,39 x
tahun. Dalam
deret aktinium, radionuklida induknya
dengan
= 7,10 x
tahun.
·
Masing – masing deret mempunyai
anak luruh radionuklida berbentuk gas dan radionuklida gas pada masing – masing
deret itu adalah isotop yang berbeda dari gas radon. Dalam deret uranium, gas
yang terbentuk adalah
(
) yang disebut radon (Rn), dalam deret thorium gas
yang terbentuk adalah
(
) yang disebut thoron (Tn) dan dalam deret aktinium
gas yang terbentuk adalah
(
) yang disebut actinon (An).
·
Produk akhir dari ketiga deret
radioaktif alam adalah isotop timbal (Pb) yang stabil. Dalam deret uranium,
produk akhirnya
, dalam deret thorium
dan dalam deret
aktinium
.
2.
Sumber – Sumber Radiasi Buatan
Radioaktivitas buatan timbul karena dibuat manusia,
antara lain yang berasal dari hasil pembelahan (fisi), reaksi inti dan debu –
debu radioaktif dari hasil ledakan bom nuklir.
Reaksi inti yang menghasilkan nuklida – nuklida
baru sebagai sumber radioaktivitas buatan dapat terjadi melalui jalan
pembelahan (rekasi fisi) atau jalan penggabungan (reaksi fusi). Reaksi fisi
dilakukan di dalam reaktor nuklir dengan cara menembaki sasaran dengan memakai
neutron yang secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :
X + n
X
+ X
+ (2-3) n + E
Keterangan :
X : Inti bahan fisil
N
: neutron penembak
A
: Energi hasil pembelahan, kira – kira 200 MeV
X
adalah inti
baru sebagai hasil fisi yang berupa inti tidak stabil. Untuk menjadi stabil,
inti – inti tersebut akan meluruh dengan memancarkan radiasi .
Pada reaksi inti dihasilkan neutron – neutron baru
yang dapat meneruskan reaksi fisi selanjutnya secara berantai sehingga
membentuk suatu deret yang sangat panjang. Deret peluruhan radiasi buatan ini
dinamakan deret neptunium (Np). Pada Deret neptunium ini waktu paro induknya memiliki waktu paro sangat pendek
dibandingkan ketiga deret di atas, selain itu deret neptunium juga tidak
menghasilkan anakan berupa gas.
Tabel 4. Unsur – unsur radioaktif dalam deret
Neptunium (Deret 4n + 1)
No
|
Lambang
|
Radiasi yang dipancarkan
|
Waktu Paro
|
1.
|
|
|
1,3 tahun
|
2.
|
|
|
458 tahun
|
3.
|
|
|
6,75 hari
|
4.
|
|
|
2,20x10
|
5.
|
|
|
27 hari
|
7.
|
|
|
1,65x10
|
8.
|
|
|
7340 tahun
|
9.
|
|
|
14,8 hari
|
10.
|
|
|
10,0 hari
|
11.
|
|
|
4,8 menit
|
12.
|
|
|
0,018 detik
|
13.
|
|
|
47 menit
|
14.
|
|
|
4,20x10
|
15.
|
|
|
2,2 menit
|
16.
|
|
|
3,3 jam
|
17.
|
|
Stabil
|
-
|
Sumber : Mukhlis Akhadi, 1997 : 114
Deret peluruhan thorium
Th-228
1.90 y
|
Ra-224
3.64 d
|
U-232
72 y
|
Rn-220
54.5 s
|
Po-216
0.16 s
|
Pb-212
10.6 h
|
Bi-212
60.5 m
|
Po-212
3x107s
|
Pb-208
Stabil
|
Ac-228
6.13 h
|
Th-232
1.39x1010 y
|
Ra-228
6.7 y
|
Tl-208
3.1 m
|
a
|
a
|
a
|
a
|
a
|
a
|
b
|
b
|
a
33,4%
|
|
b
|
a
|
b
|
Gambar 1. Deret
peluruhan horium (Diamant, 1982:10)
Karena jenis radiasi pengion yang dipancarkan oleh
inti radioaktif ada tiga macam yaitu sinar
, sinar
(baik beta
positif maupun beta negatif) dan sinar
, maka ada tiga garis peluruhan yang penggambarannya
mengikuti ketentuan Soddy dan Fajans sebagai berikut :
1.
Pemancaran partikel bermuatan
positif seperti sinar
dan positron
menyebabkan penurunan proton dalam inti, sehingga garis peluruhannya ke bawah
condong ke kiri.
2.
Pemancaran partikel bermuatan
negatif (sinar
negatif)
menyebabkan penambahan jumlah proton dalam inti, sehingga garis peluruhannya ke
bawah condong ke kanan.
3.
Pemancaran radiasi
elektromagnet (sinar
) tidak menyebabkan penurunan jumlah proton dalam
inti, sehingga garis peluruhannya lurus ke bawah.
D. Detektor Pencacah Radioaktif
Pengukuran radiasi pada
penelitian ini menggunakan detektor nuklir yaitu detektor Geiger Muller (GM). Detektor ini termasuk jenis detektor isian gas
(gas filled detector). Detektor ini
biasanya terdiri dari sebuah tabung berdinding logam yang diisi dengan gas dan
mempunyai kawat di tengahnya. Dinding tabung merangkap sebagai katoda sedang
kawat yang di tengah itu sebagai anoda (Wisnu Susetyo, 1988 : 39).
Katodanya berasal dari logam
silindris yang dilapiskan pada dinding tabung. Antara anoda dan katodanya di
pasang suatu tegangan tinggi dengan polaritas positif pada anoda. Karena itu
perlu isolasi yang baik antara anoda dan katoda.
Katoda Anoda
V
Gambar 2. Skema detektor Geiger
Muller (Cameron dkk, 1978 : 454)
Apabila
dikenakan tegangan sebesar V antara katoda (dinding tabung) dan anoda (kawat
tengah) melalui tahanan luar R maka akan timbul medan listrik dalam tabung yang
berisi gas itu. Kapasitas elektroda dan seluruh sistem adalah Co.
Apabila sinar
melalui gas
dalam tabung detektor, maka sinar
akan
berinteraksi dengan atom – atom gas melalui proses fotolistrik, hamburan
Compton dan pembentukan pasangan. Ketiga proses tersebut menghasilkan
pembebasan elektron dari atom – atom yang berinteraksi dengan sinar
. Efek fotolistrik penting pada daerah tenaga sinar
di bawah 1 Mev;
hamburan Compton penting untuk daerah jangkau tenaga yang sangat lebar; sedang
pembentukan pasangan hanya penting untuk tenaga sinar
> 1,022 Mev.
Pada detektor Geiger Muller interaksi sinar
akan
menghasilkan elektron bebas dan ion positif. Apabila tidak ada medan listrik
maka elektron akan kembali bergabung dengan ion positif sedangkan jika ada
medan listrik, elektron akan bergerak menuju kawat anoda dan ion positif menuju
katoda. Elektron akan bergerak dengan kelajuan yang lebih tinggi dibanding
dengan ion positif dan sebagai akibatnya di anoda (elektroda positif) akan
terkumpul muatan negatif netto
sebagai Q yang akan menimbulkan perubahan potensial sebesar Q / Co. Perubahan potensial ini akan menimbulkan signal
pulsa listrik yang dapat diproses lebih lanjut oleh suatu penguat awal (preamplifier). Sedangkan emisi tunggal
sinar beta yang masuk dalam tabung Geiger
Muller akan mengionisasi gas dan melepaskan muatan listrik dengan
menghasilkan pulsa listrik yang besar.
Tegangan tinggi menyebabkan
elektron – elektron (ion – ion negatif)
tertarik ke anoda dengan cepat, sebaliknya ion – ion positif bergerak ke katoda
jauh lebih lambat karena massanya jauh lebih besar. Selama geraknya, elektron –
elektron terus memperoleh tenaga gerak dari medan listrik antara anoda dan
katoda. Sesudah tenaganya cukup tinggi untuk bisa mengionisasi atom – atom gas
mulia terjadi ionisasi sekunder, timbul ion – ion sekunder dan elektron –
elektron sekunder. Elektron ini dan elektron yang semula dipercepat ke arah
anoda, setiap kali tambahan tenaganya mencukupi, terjadi ionisasi dan di
samping itu juga terjadi eksitasi kalau elektron mempengaruhi kulit elektron
atom pada jarak yang agak jauh ke dalam.
Jadi dari sejumlah elektron
ion dan elektron primer terjadi secara beranting sejumlah elektron dan ion
positif yang jauh lebih banyak sehingga elektron yang terkumpul di anoda = N
jauh lebih banyak dari pada elektron yang timbul dari ionisasi primer = n,
peristiwa ionisasi beranting ini disebut avalanche.
Hal ini bisa dirumuskan sebagai berikut :
N = Mn ; M = Faktor
multiplikasi yang besarnya
1
Elektron tidak hanya timbul
dari ionisasi saja. Atom – atom yang tereksitasi dalam waktu yang cepat akan
kembali ke keadaan semula dengan memancarkan foton – foton. Pada tabung Geiger Muller dengan isian tunggal, maka
foton – foton ini akan sampai ke katoda sehingga akan timbul fotoelektron lewat
efek fotolistrik. Fotoelektron ini akan menambah jumlah elektron dalam ruang
dan ini muncul hampir di semua bagian dari tabung ionisasi berangkai terjadi di
seluruh bagian dalam tabung.. Ion – ion positif yang terjadi dari avalanche membentuk selubung di sekitar
anoda karena rapat ionisasi tertinggi adalah di sekitar anoda karena medan
listrik sangat besar. Jumlah pasangan ion pada Geiger Muller tersebut terkumpul di anoda, muatan positif dari
selubung begitu besar yang berakibat mengurangi kuat medan di sekitar anoda.
Akibatnya elektron – elektron yang masih ada dan bergerak ke anoda tidak lagi
mampu mengadakan avalanche dan
selanjutnya terjadi quenching.
Oleh karena itu cacah
elektron yang terkumpul di anoda mula – mula sedikit lalu naik sampai maksimal
dan turun akibat quenching sampai
semua elektron terkumpul dan terjadi suatu pulsa dengan durasi yang singkat
(berorde
). Jadi tiap – tiap ada ionisasi primer terjadi suatu
pulsa yang rendah sekali bila dibandingkan dengan tegangan V antara anoda dan
katoda. Tiap daerah Geiger Muller,
pulsa yang timbul tidak bergantung pada banyaknya ion primer sehingga juga
tidak bergantung pada tenaga zarrah pengionnya. Akibatnya alat ini hanya bisa dipakai sebagai pendeteksi zarrah
pengion yang masuk. Sesudah waktu yang cukup lama ion akan sampai di katoda
dengan tenaga tinggi. Sewaktu ion – ion gas mulia sampai di dekat katoda, ion –
ion ini akan menarik elektron – elektron keluar dari katoda dan bersatu dengan
ion – ion tadi sehingga menjadi atom yang netral. Tetapi tenaga ionisasi dari
gas mulia jauh lebih besar daripada workfunction
dari logam yaitu tenaga yang diperlukan untuk membebaskan suatu elektron keluar
dari logam. Akibatnya ada sisa tenaga yang dilepaskan sebagai foton. Foton ini
segera akan menimbulkan efek dalam katoda sehingga jika fotoelektron sudah terjadi
maka akan menimbulkan avalanche yang
sebenarnya justru tidak diinginkan. Jadi pada detektor dengan isian gas
tunggal, avalanche yang sudah
terhenti akan memulai lagi aktivitasnya begitu selubung ion mencapai katoda.
Hal ini harus dihindari kalau detektor tadi akan digunakan untuk mendeteksi
zarah – zarah pengion satu persatu dengan cara memakai suatu rangkaian
elektronik yang secara otomatis memperendah beda tegangan antara anoda – katoda
dalam waktu yang cukup lama sesudah avalanche
yang pertama dan terkumpulnya elektron timbulnya pulsa (Rangkaian Neher – Harper).
Proses avalanche juga dapat dihindari dengan mengisikan quenching gas ke dalam detektor misalnya
gas polyatomic atau gas halogen. Ion
gas mulia yang positif tidak akan bisa mencapai katoda tanpa mengalami tumbukan
yang seiring dengan molekul – molekul gas. Karena potensial ionisasi gas lebih
rendah dari potensial ionisasi gas mulia, akhirnya dalam satu tumbukan akan
terjadi pemindahan elektron dari molekul gas ion ke ion gas mulia, ion – ion gas
mulia akan ternetralisasi sedangkan ion – ion gas akan bergerak ke katoda.
Pada katoda, ion – ion gas
ini akan menetralkan diri dengan elektron – elektron dari katoda. Seperti
halnya dengan gas mulia, potensial ionisasi dari gas akan lebih besar dari workfunction dari logam hingga gas
sesudah menangkap elektron masih ada dalam keadaan tereksitasi.
Tenaga eksitasi ini tidak
dilepaskan sebagai pancaran foton tetapi dipakai untuk berdisosiasi. Tidak
adanya foton – foton yang terpancar pada waktu ion – ion positif tiba di katoda
memungkinkan tidak terjadi avalanche
lagi yang akan menimbulkan pulsa tambahan. Jadi detektor dengan gas isian gas
mulia – polyatomic atau gas mulia
- halogen, tidak memerlukan alat quenching dari luar sehingga detektor
ini disebut dengan iquenching detector.
Gas halogen lebih sulit
penangannya pada waktu pengisian karena sifatnya yang memakan gelas tetapi
lebih menguntungkan karena sesudah mengurai atom – atomnya bisa bergabung lagi
menjadi molekul – molekul halogen misalnya Br
akibatnya daya quenching tidak terbatas umurnya.
10
10
10
Gambar 3. Variasi cacah
ion yang terbentuk terhadap tegangan
dalam detektor isi gas
(Tsoulfanidis, 1983 : 167)
Keterangan :
Daerah I : Pada
daerah ini potensialnya masih sangat rendah dan Energi (E) dalam pencacah tidak
terlalu kuat. Jika potensial (V) dinaikkan maka energi akan bertambah dan
muatan yang dihasilkan oleh radiasi pengion akan terkumpul. Dengan adanya
peristiwa ini maka daerah I sering dikenal sebagai daerah ionisasi.
Daerah II : Pada
daerah ini tidak ada perubahan jumlah muatan walaupun potensial (V) diubah –
ubah. Pada kondisi ini laju rekombinasinya = nol sehingga tidak ada muatan baru
yang terbentuk. Sehubungan dengan peristiwa ini maka daerah II ini sering
disebut sebagai daerah rekombinasi.
Daerah III : Pada
daerah ini mulai terjadi ionisasi primer dan sekunder sehingga diperlukan
energi yang jauh lebih besar dalam fraksi tertentu dari volume pencacah. Kondisi
ini akan mengakibatkan adanya penggandaan muatan yang dapat dituliskan dalam
persamaan sebagai berikut :
N = Mn ; dengan :
N = Ionisasi total = ionisasi primer +
ionisasi sekunder
M = Faktor multiplikasi yang besarnya
1
n =
Ionisasi primer yang menghasilkan ion – ion primer
Pada daerah ini identifikasi partikel dan
pengukuran energi (E) dapat dilakukan sehingga daerah ini disebut daerah
proporsional.
Daerah IV : Pada
daerah ini jika potensial dinaikkan maka pasangan ion dibangkitkan sehingga
cukup untuk memulai avalanche
sehingga daerah ini dinamakan daerah Geiger
Muller .
Daerah V : Pada
daerah ini jika potensial dinaikkan melebihi potensial daerah IV maka proses
ionisasi yang sedang berlangsung akan terhenti, counter tidak akan mencacah lagi. Jika counter dipaksakan beroperasi pada potensial yang tinggi melebihi
potensial daerah IV bisa mengakibatkan kerusakan.
E.
Difraksi Sinar X
Difraksi sinar X (XRD) adalah teknik
analitis yang tidak merusak untuk identifikasi dan penentuan kuantitatif
berbagai bentuk kristal dalam bahan. Pengujian dengan XRD dimaksudkan untuk
menganalisis unsur yang terkandung di dalam prototipe sumber radioaktif.
Hasilnya berupa difraktogram sinar X yang menyatakan hubungan antara intensitas
sinar pantul terhadap sudut difraksinya. Dari grafik yang diperoleh diamati
dengan puncak – puncak tertinggi pada sudut 2q dan dibandingkan dengan data standar. Skema alat difraksi sinar X
ditunjukkan pada gambar 4.
sinar x
|
kolimator
|
lintasan detektor
|
detektor
|
kristal
|
Gambar 4. Skema Alat Difraksi Sinar X
(Beiser, 1999 : 68)
Suatu berkas sinar X yang panjang gelombangnya l jatuh pada kristal dengan sudut q terhadap permukaan keluarga bidang Bragg yang jarak antaranya d.
Seberkas sinar mengenai atom A pada bidang dan atom B pada bidang berikutnya,
dan masing – masing atom menghambur sebagian berkas tersebut dalam arah
rambang. Interferensi konstruktif hanya terjadi antara sinar terhambur yang
sejajar dan beda jarak jalannya tepat l, 2l, 3l, dan sebagainya. Jadi beda jarak jalan
harus nl, dengan n menyatakan bilangan bulat.
Berkas cahaya yang dihambur oleh A dan B yang memenuhi ialah yang bertanda I
dan II dalam gambar 5.
Persyaratan pertama terhadap I dan II adalah sudut hambur bersama –
sama dengan sudut jatuh q dari
berkas semula. Persyaratan kedua adalah
2d
sin q = nl ………………………………...(5)
Keterangan :
n : Bilangan bulat (1, 2, 3,…)
l : Panjang gelombang sinar X
d : Jarak antar bidang kristal
q : Sudut difraksi
I
II q A
q
beda jarak jalan d sin q
I
B
d sin q
Gambar 5. Hamburan sinar X dari kristal
kubus (Beiser , 1999 : 68)
Seberkas sinar X yang terarah jatuh pada kristal dengan sudut q dan sebuah detektor diletakkan untuk mencatat sinar yang sudut
hamburnya juga q. Setiap sinar X yang sampai ke
detektor memenuhi persyaratan pertama Bragg. Ketika q diubah, detektor akan mencatat puncak intensitas yang bersesuaian
dengan orde seperti persamaan (5). Data yang digunakan untuk identifikasi dan
analisis kuantitatif berbagai bentuk
kristal dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks adalah sebagai berikut :
No
|
Peak
no
|
2Theta
(deg)
|
d
(A)
|
I/II
|
FWHM
(deg)
|
Intensity
(counts)
|
Integrated Int
(counts)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Lokasi dan Waktu Penelitian
1.
Lokasi
Penelitian
a.
Pembuatan prototipe dari abu kaos
lampu petromaks dan pencacahan radiasi prototipe untuk mengetahui sifat
kenukliran menggunakan GMC (Geiger Muller
Counter), dilaksanakan di Laboratorium Fisika Modern FMIPA UNNES.
b.
Analisis unsur yang terkandung
dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan XRD (X – Ray Diffractometer) 6000,
dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisika UGM.
c.
Analisis unsur yang terkandung
dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan EDS (Energy Dispersive X – Ray Spectrometer),
dilaksanakan di P3GK (Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan)
Bandung.
2.
Waktu
Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan antara bulan Mei 2004 sampai dengan November 2004.
B.
Metode Pengumpulan Data
1.
Alat
dan Bahan
1.1
Bahan terdiri dari :
Kaos lampu
petromaks
1.1
Alat eksperimen terdiri dari :
a.
Lampu petromaks
b.
Seperangkat alat Detektor Geiger Muller yang terdiri dari :
·
1 Timer Digital
·
1 tabung Geiger Muller (tabung GM)
·
1 pencacah
·
1 sumber tegangan tinggi
c.
Neraca timbang
d. Alat
press
e.
XRD (X – ray Diffractometer) 6000
f.
EDS (Energy Dispersive X – ray Spectrometer)
Set Up GMC (Geiger
Muller Counter)
Tabung GM
|
GM pulse Inverter
|
Counter
|
Timer
|
|
S
|
Gambar 6. Skema alat pencacah radiasi nuklir dengan Geiger Muller
Keterangan :
S
( Source ) : Bahan radioaktif
yang berupa kaos lampu petromaks yang di taruh dalam bejana timbal.
Tabung
GM : Detektor menjadi satu kesatuan dengan rak tempat zat radioaktif.
GM Pulse Inverter : Berfungsi sebagai pembangkit pulsa dan merubah
gejala yang terjadi elektron ketika tiba di anoda menjadi sinyal yang berupa
pulsa di dalamnya berisi rangkaian resistor dan kapasitor.
EHT : Sumber pemberi tegangan tinggi.
Counter : Mencacah banyaknya pulsa yang terjadi.
Timer : Pencacah waktu secara otomatis sesuai dengan berapa lama pencacah
yang diinginkan.
2.
Langkah – langkah penelitian
2.1
Menentukan Curve Plateau Geiger Muller dengan langkah – langkah sebagai
berikut :
a.
Set up alat eksperimen seperti gambar 5
dan periksa semua kabel yang menghubungkan satu dengan yang lain. Pastikan
semua dalam kondisi baik dan pemasangannya tidak terbalik.
b.
Pastikan posisi High Voltage (HV) pada posisi nol saat switch High Voltage (HV) pada kondisi off.
c.
Tempatkan sumber pada planchet.
d.
Pasang switch count stop pada count
kemudian nyalakan High Voltage (HV).
e.
Amati counts per minute mulai dari High
Voltage (HV) 300 volt sampai 500 volt.
f.
Catat counts per minute setiap voltage.
g.
Dari data – data tersebut
buatlah grafik antara cpm vs HV dan tentukan lebar plateau serta kemiringannya.
h.
Hitung Vop dan pakailah sebagai
HV setiap Geiger Muller ini akan
digunakan.
2.2
Menentukan Dead Time Geiger Muller menggunakan metode dua sumber dengan
langkah – langkah sebagai berikut :
a.
Sediakan dua sumber yang
memberikan counts per minute yang
besar.
b.
Posisikan High Voltage (HV) pada Vop yang telah ditentukan.
c.
Tempatkan sumber pertama dan
amati counts per minute selama satu
menit sebagai
.
d.
Tempatkan sumber kedua tanpa
menyinggung sumber pertama dan amati counts
per minute selama satu menit sebagai
.
e.
Lepaskan sumber pertama tanpa
menyinggung sumber kedua dan amati counts
per minute selama satu menit sebagai
.
f.
Lepaskan sumber kedua dan amati
counts per minute sebagai cacah latar
(b).
2.3
Pembuatan prototipe dengan cara
sebagai berikut :
a.
Pembakaran kaos lampu petromaks untuk mendapatkan sample berupa abu dengan cara sebagai
berikut :
·
Siapkan lampu petromaks.
·
Pasangkan kaos lampu pada
petromaks kemudian nyalakan dalam waktu
lima menit.
·
Setelah kaos lampu yang
terbakar tadi berwarna keputihan, matikan petromaks lalu ambil kaos lampu
menggunakan pinset.
·
Perhatikan warna kaos lampu dan
usahakan abu kaos yang didapat tidak tercampur dengan carbon sehingga
didapatkan abu kaos yang berwarna keputihan.
·
Tunggu beberapa saat sampai
kaos lampu mendingin untuk mendapatkan abu yang diinginkan dengan cara
menghancurkan kaos lampu tersebut.
b.
Penimbangan abu kaos lampu
petromaks.
c.
Pengukuran cacah radiasi untuk
mengetahui besarnya kandungan radioaktif dalam abu kaos lampu tersebut sehingga
bisa ditetapkan jumlah abu yang harus digunakan untuk membuat prototipe.
d.
Pengepressan abu dengan
menggunakan alat press untuk
mendapatkan prototipe yang diinginkan dengan ketebalan dan lebar tertentu.
e.
Dihasilkan prototipe dari abu
kaos lampu petromaks.
f.
Pemasangan holder pada prototipe dari abu kaos lampu petromaks.
2.4
Uji prototipe yang dihasilkan
dengan cara sebagai berikut :
a.
Pencacahan radiasi prototipe
dari abu kaos lampu dengan GMC (Geiger
Muller Counter) untuk mengetahui karakteristik atau sifat kenuklirannya.
b.
Prototipe yang telah diuji
dengan GMC (Geiger Muller Counter)
dilanjutkan dengan pengujian menggunakan XRD (X – ray Diffractometer) untuk mengetahui unsur yang terkandung
didalamnya.
c.
Prototipe yang telah diuji
dengan XRD (X – ray Diffractometer) dilanjutkan dengan pengujian menggunakan EDS (Energy Dispersive X – ray Spectrometer) yang
juga untuk mengetahui unsur yang
terkandung didalamnya.
2.5
Dalam melakukan penelitian ini
penulis mendapatkan data sebagai berikut :
a.
Data untuk menentukan Vop Geiger Muller
·
Jenis detektor Geiger Muller :
·
Jenis Sumber Radioaktif :
·
Jarak detektor terhadap sumber
radioaktif ( r ) :
·
Waktu pencacahan :
Data untuk menentukan
Vop Geiger Muller
No
|
V
(Volt)
|
(cpm)
|
(cpm)
|
(cpm)
|
(cpm)
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan :
V :Tegangan Geiger Muller yang digunakan saat
pencacahan
b.
Data untuk menentukan Dead Time Geiger Muller (
)
·
Jenis detektor Geiger Muller :
·
Jenis Sumber Radioaktif (
) :
·
Jenis Sumber Radioaktif (
) :
·
Jarak detektor terhadap sumber
radioaktif ( r ) :
·
Waktu pencacahan :
·
Vop :
Data untuk menentukan Dead
Time Geiger Muller
No
|
(cpm)
|
(cpm)
|
(cpm)
|
(cpm)
|
|
|
|
|
|
Keterangan :
c.
Data pencacahan radiasi
prototipe dari abu kaos lampu petromaks :
·
Jenis detektor Geiger Muller :
·
Massa prototipe : ; tebal
:
·
Jarak detektor terhadap sumber
radioaktif ( r ) :
·
Waktu pencacahan :
·
Vop Geiger Muller :
Data pencacahan radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks
No
|
G
(cpm)
|
B
(cpm)
|
|
|
|
Keterangan :
G : Cacah
radiasi prototipe abu kaos lampu
B
: Cacah radiasi latar
C.
Analisis Data
a.
Membuat curve plateau dengan kemiringan kurva sebagai berikut :
(Tsoulfanidis, 1983 : 184)
Keterangan :
m : Kemiringan
kurva
b.
Menentukan tegangan operasi
(Vop) GMC (Geiger Muller Counter)
dari grafik curve plateau yang
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Vop = Vo +
…………………………………………… (7)
Keterangan :
Vop : Tegangan
operasional Geiger Muller.
Vo : Tegangan threshold (Threshold Voltage) yaitu tegangan saat pulsa Geiger Muller mulai mencapai harga jenuh hingga untuk beberapa
waktu akan mencapai harga yang sama. Hal ini ditunjukkan dengan grafik yang
mulai mendekati datar atau bahkan datar.
Vx : Tegangan
saat pulsa Geiger Muller mulai
terjadi discharge continue atau
kenaikan pulsa kembali setelah melewati masa jenuh.
c.
Menentukan Dead Time Geiger Muller(
) yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
(Tsoulfanidis, 1983 : 70)
Keterangan :
b : Cacah rata
– rata sumber radiasi latar
d.
Mendeteksi cacah radiasi
prototipe dengan menggunakan GMC (Geiger
Muller) yang telah diketahui tegangan operasinya (Vop), dilanjutkan
perhitungan statistik untuk mengetahui ketidakpastian dari cacah radiasi yang
telah diukur (Tsoulfanidis, 1983 : 65)
·
Besarnya cacah radiasi rata -
rata prototipe dari abu kaos lampu petromaks (g) selama selang waktu t
adalah :
·
Standar deviasi untuk cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu
petromaks (
) adalah :
·
Besarnya cacah radiasi latar saat pengukuran cacah radiasi prototipe dari
abu kaos lampu petromaks adalah :
·
Standar deviasi untuk cacah radiasi latar (
) adalah :
·
Besarnya cacah radiasi total untuk pencacahan radiasi prototipe dari abu
kaos lampu petromaks (n) adalah :
n = g – b …………………………………………… (13)
·
Jadi standar deviasi total untuk pencacahan radiasi prototipe dari abu
kaos lampu petromaks (
) adalah :
Sehingga n = (n ±
)
·
Kesalahan relatif adalah :
Keterangan
:
N : Banyaknya pencacahan yang dilakukan
G : Cacah radiasi prototipe dari
abu kaos lampu
t
:
Waktu pencacahan radiasi prototipe dari abu kaos lampu
g : Cacah radiasi rata - rata
prototipe dari abu kaos lampu
B : Cacah radiasi latar
n : Cacah radiasi total
e.
Pengaruh Dead Time terhadap hasil pencacahan prototipe dari abu kaos lampu
petromaks (Tsoulfanidis, 1983 : 69)
·
Perkiraan cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks yang
sebenarnya (n) adalah :
·
Standar deviasi untuk cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu
petromaks yang sebenarnya (
) adalah :
·
Standar deviasi untuk cacah
radiasi latar (
) adalah :
·
Besarnya cacah radiasi total
prototipe dari abu kaos lampu petromaks (r) adalah :
r = n – b
……………………………………... (19)
·
Jadi standar deviasi total untuk cacah radiasi prototipe dari abu kaos
lampu petromaks (
) adalah :
Sehingga r = (r ±
)
·
Kesalahan relatif adalah :
·
Jadi saat terjadi pengukuran
pencacahan, prototipe kehilangan counts
per second selama selang waktu G
atau sebesar :
Keterangan :
t
:
Waktu pencacahan radiasi prototipe dari abu kaos lampu
B : Cacah radiasi latar selama
n : Perkiraan cacah radiasi sebenarnya
r : Cacah radiasi total
f.
Analisis unsur yang terkandung
dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks yang meliputi :
·
Analisis unsur yang terkandung
dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan XRD (X - ray Diffractometer) 6000, yang
menggunakan sifat difraksi sinar X yang berinteraksi dengan bahan. Hasil
interaksi ditampilkan dalam bentuk spectrum
yang merupakan grafik antara counts per
minute (cpm) vs sudut antar bidang kristal (degree) dan hasilnya disesuaikan dengan referensi Basic Data untuk mengetahui jenis unsur
yang terkandung dalam prototipe.
·
Analisis unsur yang terkandung
dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan EDS (Energy Dispersive X – Ray Spectrometer).
Informasi langsung yang dapat diperoleh dari pengujian menggunakan EDS adalah
bentuk permukaan (topografi) dan unsur yang dikandung sample. Setelah radiasi sinar X karakteristik yang dipancarkan oleh
sample ditangkap detektor, maka akan
diperoleh informasi secara kualitatif dan kuantitatif tentang unsur yang
terkandung pada sample pada daerah
yang sangat kecil (Nurcahyo, 2000 dalam Irawan, 2001). Sedangkan metode yang
digunakan untuk menganalisis jenis unsur yang terkandung dalam lapisan tipis
adalah metode EDAXS. Prinsip kerja metode EDAXS adalah sebagai berikut :
elektron ditembakkan pada lapisan tipis sehingga memancarkan sinar X. Sinar X
kemudian menembus lapisan silikon pada detektor sehingga menghasilkan pasangan
elektron dan hole. Pulsa tegangan
dari detektor masih kecil sehingga diperlukan penguatan. Dayanya diperkuat oleh
pre – amplifier dan tinggi pulsanya
diperkuat dengan amplifier. Pulsa
yang sudah diperkuat ini diteruskan ke analisis saluran ganda (Multi Channel Analyzer – MCA) dan
hasilnya ditampilkan di layar monitar berupa puncak – puncak spektrum sinar X
yang masing – masing menunjukkan adanya unsur tertentu. Puncak – puncak
spektrum sinar X tersebut diidentifikasi sehingga memberikan hasil kuantitatif.
Si(Li)
|
Sumber
elektron
|
MCA
|
CRT
|
Amplifier
Si
(Li)
|
Komputer
|
Gambar 7. Diagram prinsip kerja
EDAXS (Schroder, 1990:524)
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A.
Hasil Penelitian
1.
Tegangan operasional (Vop) Geiger Muller
Data yang didapatkan saat pencacahan radiasi sumber radioaktif
menggunakan Geiger Muller Counter adalah sebagai
berikut :
Tabel
5. Data untuk menentukan Vop Geiger
Muller
No
|
V
(Volt)
|
(cpm)
|
(cpm)
|
(cpm)
|
(cpm)
|
1
|
300
|
17340
|
17342
|
17339
|
17340.33333
|
2
|
325
|
18152
|
18243
|
18282
|
18225.66667
|
3
|
350
|
19899
|
19907
|
19894
|
19900
|
4
|
375
|
21425
|
21435
|
21579
|
21479.66667
|
5
|
400
|
21890
|
21911
|
21960
|
21920.33333
|
6
|
425
|
21944
|
21839
|
22153
|
21978.66667
|
7
|
450
|
22394
|
22390
|
22416
|
22400
|
8
|
475
|
22747
|
22751
|
22752
|
22750
|
9
|
500
|
24173
|
24317
|
24325
|
24271.66667
|
Keterangan :
V :Tegangan Geiger Muller yang digunakan saat pencacahan
Dari data diatas maka didapatkan grafik sebagai berikut :
Gambar 8. Curva Plateau Geiger
Muller
Vop dari Geiger Muller
sebesar 442 volt dengan kemiringan Curva
Plateau sebesar 5,9 % (Lampiran 1 : 63).
2.
Dead Time Geiger Muller (
)
Data yang diperoleh untuk
menentukan besarnya dead time Geiger
Muller (
) adalah
sebagai berikut:
Tabel 6. Data untuk
menentukan Dead Time Geiger Muller
No
|
|
|
|
|
1
|
107
|
100
|
189
|
32
|
2
|
122
|
111
|
187
|
34
|
3
|
129
|
112
|
190
|
35
|
4
|
114
|
131
|
197
|
32
|
5
|
119
|
127
|
195
|
27
|
6
|
108
|
98
|
190
|
29
|
7
|
107
|
102
|
198
|
31
|
8
|
109
|
101
|
192
|
36
|
9
|
124
|
102
|
202
|
38
|
10
|
108
|
148
|
206
|
17
|
Jml
|
1147
|
1132
|
1946
|
311
|
jml rata - rata
|
114.7
|
113.2
|
194.6
|
31.1
|
Keterangan :
Besarnya dead time (
) adalah sebesar :
3.
Hasil pengukuran cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu
petromaks menggunakan Geiger Muller
Counter
Prototipe sumber radioaktif dari abu kaos lampu
petromaks yang dibuat dalam penelitian ini memiliki spesifikasi sebagai berikut
:
Massa prototipe : 10 g
Tebal prototipe : 6,5 mm
Data yang diperoleh dari pengukuran cacah radiasi prototipe dari abu
kaos lampu petromaks adalah sebagai berikut :
Tabel 7. Data pengukuran cacah
radiasi prototipe dari abu kaos lampu
petromaks
No
|
G
|
B
|
1
|
906
|
36
|
2
|
1131
|
32
|
3
|
1123
|
27
|
4
|
1116
|
24
|
5
|
1146
|
29
|
6
|
1168
|
33
|
7
|
1106
|
29
|
8
|
1166
|
33
|
9
|
1170
|
25
|
10
|
1129
|
28
|
11
|
1174
|
24
|
12
|
1162
|
31
|
13
|
1061
|
30
|
14
|
1168
|
30
|
15
|
1062
|
24
|
16
|
1086
|
33
|
17
|
1208
|
32
|
18
|
1151
|
26
|
19
|
1178
|
29
|
20
|
1160
|
35
|
21
|
1180
|
28
|
22
|
1139
|
32
|
23
|
1124
|
23
|
24
|
1163
|
34
|
25
|
1165
|
30
|
26
|
1151
|
27
|
27
|
1110
|
34
|
28
|
1169
|
31
|
29
|
1148
|
27
|
30
|
1141
|
26
|
jml
|
34061
|
882
|
Keterangan :
G : Cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu
B : Cacah radiasi latar
a.
Besarnya cacah radiasi untuk pengukuran cacah
radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks adalah sebesar :
(n
±
) = (1,106 ±
0,006) 10
cpm
b.
Kesalahan relatif pengukuran cacah radiasi
prototipe dari abu kaos lampu petromaks
= 1%
(Lampiran
3 : 70)
4.
Pengaruh Dead Time
terhadap hasil pencacahan prototipe dari abu kaos lampu petromaks
a.
Besarnya cacah radiasi total untuk pengukuran
cacah radiasi prototipe dari abu kaos lampu petromaks adalah sebesar :
(r
±
) = (1,847 ±
0,13) 10 cps = (1,108 ± 0,007) 10
cpm
b.
Dengan kesalahan relatif pengukuran cacah radiasi
pengukuran = 1%
c.
Saat terjadi pengukuran
pencacahan, prototipe kehilangan counts
per second selama selang waktu N
0 % dari counts per second yang sebenarnya.
(Lampiran 3 : 73
5.
Hasil analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos
lampu petromaks menggunakan XRD (X – Ray
Diffractometer) 6000
Gambar 9. Spectrum hasil analisis unsur yang terkandung
dalam prototipe dari abu kaos lampu
petromaks menggunakan XRD 6000
Tabel 8. Hasil analisis unsur yang
terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan XRD
No
|
Peak no.
|
2theta (deg)
|
d(A)
|
I/II
|
FWHM
(deg)
|
Intensity
(counts)
|
Integrated Int
(Counts)
|
1
|
4
|
27.5689
|
3.23289
|
100
|
0.19960
|
3537
|
38430
|
2
|
13
|
45.8321
|
1.97826
|
54
|
0.18520
|
1904
|
21671
|
3
|
18
|
54.3373
|
1.68699
|
49
|
0.18370
|
1744
|
14965
|
Tabel 9. Referensi basic data XRD untuk Thorium Oxide (ThO2) yang terkandung
dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks
d(A)
|
Int
|
H
|
K
|
l
|
3.232
|
100
|
1
|
1
|
1
|
2.799
|
41
|
2
|
0
|
0
|
1.9787
|
45
|
2
|
2
|
0
|
1.6877
|
46
|
3
|
1
|
1
|
Tabel 10. Referensi basic data Calsium Thorium Fluoride (Ca.82Th.18F2.36) yang terkandung
dalam prototipe dari abu kaos lampu
petromaks
D(A)
|
Int
|
H
|
K
|
L
|
3.2297
|
999*
|
1
|
1
|
1
|
2.7970
|
197
|
2
|
0
|
0
|
1.9777
|
726
|
2
|
2
|
0
|
1.6866
|
391
|
3
|
1
|
1
|
Analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari
abu kaos lampu menggunakan XRD ditampilkan dalam bentuk spectrum. Hasil dari spectrum
ini selanjutnya disesuaikan dengan referensi
basic data.
6.
Hasil analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos
lampu petromaks menggunakan EDS (Energy
Dispersive X – Ray Spectrometer).
Gambar 10. Spectrum
hasil analisis unsur yang
terkandung dalam
prototipe
dari abu kaos lampu petromaks menggunakan EDS
Tabel 11. Hasil analisis unsur
yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan EDS
No
|
Element
|
(keV)
|
Mass%
|
Error %
|
At
%
|
Compound
|
Mass %
|
Cation
|
K
|
1
|
O
|
|
9.86
|
|
|
|
|
|
|
2
|
FK *
|
0.677
|
0.25
|
0.32
|
3.13
|
F
|
0.25
|
0.00
|
0.0572
|
3
|
CaK*
|
3.690
|
0.15
|
0.50
|
0.90
|
CaO
|
0.21
|
0.15
|
0.1563
|
4
|
AgL
|
2.983
|
40.42
|
1.33
|
44.96
|
Ag2O
|
43.42
|
14.
59
|
46.2896
|
5
|
ThL*
|
12.952
|
49.32
|
41.40
|
51.01
|
ThO2
|
56.12
|
8.28
|
53.4969
|
6
|
Total
|
|
100.00
|
|
100.00
|
|
100.00
|
23.02
|
|
B.
Pembahasan
1.
Pembuatan prototipe dari abu kaos lampu petromaks
Prototipe yang terbuat dari abu kaos lampu
petromaks mengandung radioaktif yang
cukup tinggi yaitu sebesar (n ±
) = (1,106 ±
0,006) 10
cpm. Untuk mendapatkan prototipe dari abu kaos lampu petromaks dengan
cacah radiasi yang besar diperlukan kaos lampu sebanyak 34 buah. Hal ini
disebabkan karena cacah radiasi abu dari satu kaos lampu petromaks sangat
rendah dibandingkan dengan kaos dalam bentuk yang masih utuh, seperti
diungkapkan oleh Pratiwi DJ dan Dwi Yulianti (1993). Mereka membuktikan bahwa
cacah radiasi kaos lampu petromaks lebih besar daripada bentuk abu dan pada
waktu menyala yaitu sebesar 99 cpm, sehingga dimungkinkan untuk membuat
prototipe dari bahan kaos lampu petromaks.
Pencacahan radiasi prototipe dari abu kaos lampu
petromaks dengan menggunakan GMC (Geiger
Muller Counter) dimaksudkan untuk mengetahui sifat kenukliran yang
ditunjukkan oleh besarnya cacah radiasi yang dipancarkan. Tegangan yang dipakai
dalam GMC (Geiger Muller Counter)
adalah tegangan operasional (Vop) yang besarnya 442 volt dengan dead time (
) sebesar 185
s. Hal ini berarti detektor
masih dalam keadaan baik karena memiliki dead
time
100
-300
(Tsoulfanidis,
1983 : 187) sehingga tidak mempengaruhi besarnya cacah radiasi yang dideteksi counter. Besarnya cacah radiasi
prototipe dari abu kaos lampu petromaks akibat pengaruh dead time yaitu sebesar (r ±
) = (1,108 ±
0,007) 10
cpm.
Radiasi yang
dipancarkan prototipe dari abu kaos lampu petromaks memiliki intensitas yang
tinggi dibandingkan dengan radiasi yang dipancarkan oleh prototipe dari bubuk
kaos lampu petromaks maupun prototipe yang terbuat dari campuran abu dan bubuk
kaos lampu petromaks. Hal ini disebabkan karena prototipe dari abu kaos lampu
petromaks sudah mengalami berbagai reaksi kimia yang terjadi ketika proses
pembuatan bubuk kaos. Besarnya cacah radiasi prototipe dari bubuk kaos lampu
petromaks sebesar (n ±
) = (1,43 ±
0,02)10
cpm (Ariyawan
Sunardi, 2005). Prototipe yang terbuat dari campuran abu dan bubuk kaos lampu
petromaks memiliki cacah radiasi sebesar (n ±
) = (5,11 ±
0,04)10
cpm (Rosyidah
Azmi, 2005). Berdasarkan hasil perbandingan cacah radiasi ketiga prototipe maka
prototipe dari abu kaos lampu petromaks untuk sementara layak dipakai sebagai
sumber radioaktif karena cacah radiasi yang dimiliki cukup besar.
2.
Analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks
menggunakan XRD (X – Ray Diffractometer)
6000
Hasil XRD (X
- Ray Diffractometer) ditampilkan dalam bentuk spectrum yang disesuaikan dengan referensi basic data yang ada. Spectrum
ini menggambarkan antara counts per
minute (cpm) dengan sudut antara bidang – bidang kristal (degree).
Dari hasil XRD dapat diketahui bahwa unsur yang
paling banyak terdapat pada prototipe dari abu kaos lampu petromaks adalah
thorium. Hal ini ditunjukkan dengan tiga puncak yang paling kuat yang selanjutnya
disesuaikan dengan referensi basic data
yang mengacu pada kandungan unsur yang ada. Pencocokan data puncak terkuat
dengan referensi basic data, didasarkan pada jarak antar atom dari unsur
yang ada dengan nilai referensi yang mendekati unsur tersebut. Data puncak
terkuat hasil analisis unsur menggunakan XRD dapat ditunjukkan dengan (x,y); x
: sudut bidang kristal, y: intensitas (cpm). Adapun hasilnya adalah sebagai
berikut : (27,5689; 3537) dengan d(A) : 3,23789; (45,821; 1904) dengan d(A) :
1,97826 dan (54,3373; 1744) dengan d(A) : 1,68699. Jarak antar atom atau d(A)
dari ketiga puncak terkuat spectrum
hasil XRD ini cenderung mendekati d(A) unsur thorium yang terdapat pada senyawa
Thorium Oxide (ThO2) dan senyawa Calcium Thorium Fluoride (Ca.82Th.18F2.36).
3.
Analisis unsur yang terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu
petromaks menggunakan EDS (Energy
Dispersive X – Ray Spectrometer)
Hasil EDS juga ditampilkan dalam bentuk spectrum namun kandungan unsur
didalamnya sudah bisa dilihat langsung melalui spectrum yang ada. Spectrum
energi sinar X (sumbu X) menggambarkan jenis unsur yang terkandung dalam
prototipe dari abu kaos lampu tersebut. Sedangkan intensitas (sumbu Y)
menggambarkan prosentase unsur yang terkandung didalamnya.
Dari hasil analisis ini, dapat dibuktikan bahwa
unsur radioaktif thorium memang mendominasi unsur – unsur radioaktif yang
terkandung dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks. Hal tersebut dapat
dilihat dari prosentase senyawa Thorium
Oxide (ThO2) yang terkandung yaitu sebesar 56,12 %. Sedangkan unsur thorium
sendiri memiliki massa 49,32 % dari massa seluruh unsur yang terkandung dalam
prototipe.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian pembuatan prototipe sumber radioaktif dari abu kaos lampu
petromaks maka dapat disimpulkan :
3.
Abu
kaos lampu petromaks dapat dijadikan sebagai sumber radiasi detektor jenis
isian gas yaitu Geiger Muller di
Laboratorium Jurusan Fisika FMIPA UNNES karena mengandung thorium.
4.
Dari pengujian prototipe dari abu
kaos lampu petromaks didapatkan :
d.
Hasil pencacahan prototipe dari
abu kaos lampu petromaks menggunakan GMC
(Geiger Muller Counter) adalah
sebesar (1,106 ±
0,006)10
cpm.
e.
Analisis unsur yang terkandung
dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks dengan XRD (X-ray Diffractometer) 6000 membuktikan adanya thorium yang
terkandung dalam senyawa Thorium Oxide (ThO2)
dan Calsium Thorium Fluoride (Ca.
82Th. 18F2 .36).
f.
Analisis unsur yang terkandung
dalam prototipe dari abu kaos lampu petromaks menggunakan EDS (Energy Dispersive X – Ray Spectrometer)
membuktikan adanya thorium dengan prosentase massa sebesar 49, 32 % dari massa
seluruh unsur yang terkandung. Selain itu terdapat unsur – unsur : 9, 86 %
oksigen; 0,25 % fluor; 0,15 % calsium dan 40, 42 % perak.
B.
Saran - saran
Dengan selesainya penelitian ini semoga bisa
memberikan manfaat pada pengembangan alat dan bahan laboratorium terutama
menambah jenis praktikum yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas
mahasiswa. Untuk kepentingan tersebut maka penulis memberikan masukan – masukan
guna meningkatkan hasil penelitian selanjutnya sebagai berikut :
4.
Dalam rangka pemasyarakatan
manfaat teknologi nuklir melalui jalur pendidikan, mahasiswa perlu mengenal
sumber radioaktif dan pemanfaatannya salah satunya yaitu prototipe dari abu
kaos lampu petromaks maka dari itu perlu diadakan penelitian yang lebih
mendukung penggunaan sumber radioaktif tersebut.
5.
Untuk menghindari bahaya maka
perlu tindakan proteksi radiasi khususnya pada praktikum yang menggunakan
energi nuklir misalnya saja dengan mempekerjakan orang yang ahli dalam hal
proteksi radiasi atau PPR (Petugas Pemantau Radiasi) sehingga tidak terjadi
efek yang fatal.
6.
Perlu tindak lanjut dalam
mengantisipasi sulitnya perijinan dan juga proses birokrasi yang lama untuk
menggunakan sumber radioaktif di laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Beiser, Arthur.1986. Konsep Fisika Modern. Jakarta : Erlangga
Cameron Jhon R, Skonfronick James G. 1978. Medical
Physics. New York : Jhon Wiley & Sons Inc
Chember, Herman. 1987. Pengantar Fisika Kesehatan. USA
: Pergarmon press
Dieter K Schroder. 1990. Semiconductor Material &
Device Characterization. Canada : Addison Wisley Publising Company Inc
Diamant, R. M. E. 1982. Atomic Energy. USA : Ann Arbor
Science
Dwi Yulianti dan Pratiwi DJ. 2003. Fisika Radiasi. Diktat Kuliah Fisika
FMIPA UNNES
Gabriel J. F. dr. 1988. Fisika
Kedokteran. Jakarta : EGC
Hadi Marsongko. 1994. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir. Jakarta : BATAN
Kaplan, Irving. 1979. Nuclear Physics. Canada :
Addision Wesley Publising Company. Inc
M. Darussalam. 1989. Radiasi dan Radioisotop Teknologi Maju.
Yogyakarta : BATAN
Mukhlis Akhadi. 1997. Dasar – Dasar Proteksi Radiasi. Jakarta :
Rineka Cipta
Pratiwi DJ dan Dwi Yulianti. 1993. Identifikasi cacah radiasi berbagai merk
kaos lampu petromaks yang beredar di Kodya Semarang. Jurnal Pendidikan
Fisika
Price. W. 1964. Nuclear Radiation Detection.
New York. Mac Graw Hill
Sassung, J. 1986. Pengantar Nuklir. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Universitas
Terbuka
Suratman. 1996. Introduksi Prototipe Radiasi. P3TM. Yogyakarta : BATAN
Sutrisno. 1989. Fisika Dasar ( Fisika Modern ). Bandung : ITB
Tsoulfanidis, N., 1983. Measurement
and Detection of Radiation, Hemisphere Publishing Corporation, New York
Van Klinken, Gerry. 1991. Pengantar Fisika Modern. Semarang :
Penerbit Satya Wacana
Wisnu Arya
Wardhana. 1993. Teknik Analisis
Radioaktivitas Lingkungan. Yogyakarta : Andi Offset
Wisnu Susetyo, 1988. Spektrometri Gamma. Yogyakarta : Gajah Mada University Press
_______, 2004. Energy Dispersive Spectroscopy. Http
:// www.mee-inc.com/eds.html
_______, 2004. Gas Mantle, Http ://en.wikipedia.org/wiki/Gas_mantle
0 komentar:
Post a Comment